Kamis, 25 Februari 2010

Pohon Kelapa : Pelajaran untuk para GURU

Dewasa ini. Kita pasti mengetahui, bahwasanya guru mana yang tidak mau semua muridnya berhasil dan sukses dalam mata pelajarannya. Tak ayal jika guru ketika berada di rumah sang guru mondar-mandir, ke sana ke mari, hanya perlu memikirkan metode pengajaran yang mudah dipaham oleh para muridnya.

Hal inilah yang pernah dialami oleh Ust. H. Syamsul huda, seniman kaligrafi berkaliber nasional jebolan Pondok Pesantren Salafiyah. Selain sangat ahli dalam masalah seni tulis dan lukis kaligrafi, beliau juga sangat ahli dalam masalah ilmu Nahwu.

Al-Kisah dahulu, ketika Ust. Syamsul masih mengajar ilmu nahwu di Pon-Pes Salafiyah, Mulai ba’da shalat shubuh Ust. Syamsul mulai mondar mandir di depan kantor madrasah salafiyah. Yang diberpikir tiada lain adalah menggunakan metode apakah yang paling tepat agar semua anak didiknya mendapat nilai bagus semua. Padahal jika dilihat, nilai siswa pada pelajaran nahwu yang diajarkan oleh Ust. Syamsul terbilang lumayan relatif, seperti layaknya sekolah-sekolah formal yang lain pastilah ada satu dua anak yang dapat niali merah.
Sudah hampir jam masuk sekolah Ust. Syamsul masih saja mondar-mandir di depan kantor madrasah. Ketika itu Kiai Hamid yang berada di teras ndalem melihat Ust. Syamsul yang terlihat seperti orang linglung. Kiai Hamid pun datang menghampiri Ust. Syamsul.

“Sul… ayo melok aku.” (Sul… Ayo ikut Saya). Ajak Kiai Hamid. Lalu, Ustad yang kini mengisi jajaran staf pengajar di madrasah tsanawiyah dan aliyah tersebut digandeng tangannya sampai di samping ndalem (kediaman) Kiai Hamid. Di situ Ust. Syamsul ditunjukkan sebuah pohon kelapa yang masih sedikit buahnya.

“Sul…awakmu weroh ta lek krambil iku gak kiro dadi kelopo kabeh. Yo onok singlugur, onok sing dadi degan langsung di ondoh, onok seng dadi kelopo iku mek titik, loh ngono iku mau masio wes dadi kelopo kadang sekdipangan bajing. Cobak pikiren mane, seumpamane lek kembang iku dadi kabeh, singsakaken iku uwite nggak kuat engkok”. (Sul… apakah kamu tahu, kalau “krambil” (bunga kelapa) itu tidak akan jadi kelapa semuanya. Ya ada yang terjatuh, ada yang masih jadi degan akan tetapi sudah diambil, ada juga yang sudah jadi kelapa, itu pun sedikit. Walau pun sudah jadi kelapa, terkadang belum dipanen sudah dimakan sama tupai dulu. Coba kamu pikir, kalau bunga itu jadi kelapa semua, yang kasihan itu pohonnya, pasti tidak akan kuat.) ujar Kiai Hamid. Belum Ust. Syamsul menjawab Kiai Hamid melanjutkan lagi. “anggepen ae wet kelopo iku mau guru, lek onok guru muride dadi kabeh yo angel, yo onok sing bijine elek, yo onok sing pas-pasan. Yo onok mane sing apik. Engko lek muride oleh nilai apik kabeh sak’aken gurune, biso-biso lek nggak kuat guru iku mau biso ngomong “ikiloh didikanku, dadi kabeh sopo disek gurune” lah akhire isok nimbulno sifat sombong. Paham awakmu Sul? Lek paham wes ndang ngajaro, sekolahe wes wayahe melebu.” (anggap saja pohon kelapa itu tadi adalah guru. Kalau ada seorang guru yang muridnya sukses semua itu sangat sulit. Ya pastinya ada yang nilainya jelek, ada yang nilainya biasa-biasa, dan ada juga yang nilainya bagus. Nanti kalau nilai muridnya bagus semua yang kasihan adalah gurunya. Bisa-bisa guru tersebut berbicara “ini loh, anak didikku, semuanya sukses, siapa dulu gurunya” lah, akhirnya bisa menimbulkan sifat sombong. Kamu paham Sul? Kalau paham cepat mengajar, sudah waktunya jam masuk sekolah.) tambah Kiai Hamid. Tanpa menjawab Ust. Syamsul pun langsung undur diri dari Kiai Hamid. Subhanalloh … padahal, Ust Syamsul belum bercerita sedikit pun, akan tetapi sudah menjawab semua yang dikeluhkan oleh Ust. Syamsul, dengan menggunakan sebuah filosofi pohon kelapa.

Setiba dikelas Ust. Syamsul masih terpikir oleh ucapan Kiai Hamid tadi. “benar juga apa yang dikatakan oleh beliau (Kiai Hamid”. Ujar Ust. Syamsul dalam hati. Sebaiknya cerita ini bisa menjadi ibrah bagi para guru, agar tidak terlalu berkecil hati ketika ada satu-dua anak didiknya yang didak mampu pada pelajaran yang guru ajarkan. Dibalik itu semua pasti aka nada hikmahnya...

Source : www.salafiyah.org

Selasa, 23 Februari 2010

Jawaban Prof. DR. As Sayyid Muhammad Al Maliki tentang Peringatan Maulid


Pada bulan Rabiul Awwal ini kita menyaksikan di belahan dunia islam, kaum muslimin merayakan Maulid, Kelahiran Nabi Muhammad Saw dengan cara dan adat yang mungkin beraneka ragam dan berbeda-beda. Tetapi tetap pada satu tujuan, yaitu memperingati kelahiran Nabi mereka dan menunjukkan rasa suka cita dan bergembira dengan kelahiran beliau Saw. Tak terkecuali di negara kita Indonesia, di kota maupun di desa masyarakat begitu antusias melakukan perayaan tersebut.

Demikian pemandangan yang kita saksikan setiap datang bulan Rabiul awwal.
Telah ratusan tahun kaum muslimin merayakan maulid Nabi Saw, Insan yang paling mereka cintai. Tetapi hingga kini masih ada saja orang yang menolaknya dengan berbagai hujjah. Diantaranya mereka mengatakan, orang-orang yang mengadakan peringatan Maulid Nabi menjadikannya sebagai 'Id (Hari Raya) yang syar'i, seperti 'Idul Fitri dan 'Idul Adha. Padahal, peringatan itu, menurut mereka, bukanlah sesuatu yang berasal dari ajaran agama. Benarkah demikian? Apakah yang mereka katakan itu sesuai dengan prinsip-prinsip agama, ataukah justru sebaliknya?

Di antara ulama kenamaan di dunia yang banyak menjawab persoalan-persoalan seperti itu, yang banyak dituduhkan kepada kaum Ahlussunnah wal Jama'ah, adalah As Sayyid Al Muhaddits Al Imam Muhammad bin Alawi Al Maliki. Berikut ini kami nukilkan uraian dan ulasan beliau mengenai hal tersebut sebagaimana termaktub dalam kitab beliau Dzikrayat wa Munasabat dan Haul al Ihtifal bi Dzikra Maulid An Nabawi Asy Syarif.

Hari Maulid Nabi SAW lebih besar, lebih agung, dan lebih mulia daripada 'Id. 'Idul Fitri dan 'Idul Adha hanya berlangsung sekali dalam setahun, sedangkan peringatan Maulid Nabi SAW, mengingat beliau dan sirahnya, harus berlangsung terus, tidak terkait dengan waktu dan tempat.

Hari kelahiran beliau lebih agung daripada 'Id, meskipun kita tidak menamainya 'Id. Mengapa? Karena beliaulah yang membawa 'Id dan berbagai kegembiraan yang ada di dalamnya. Karena beliau pula, kita memiliki hari-hari lain yang agung dalam Islam. Jika tidak ada kelahiran beliau, tidak ada bi'tsah (dibangkitkannya beliau sebagai rasul), Nuzulul Quran (turunnya AI-Quran), Isra Mi'raj, hijrah, kemenangan dalam Perang Badar, dan Fath Makkah (Penaklukan Makkah), karena semua itu berhubungan dengan beliau dan dengan kelahiran beliau, yang merupakan sumber dari kebaikan-kebaikan yang besar.

Banyak dalil yang menunjukkan bolehnya memperingati Maulid yang mulia ini dan berkumpul dalam acara tersebut, di antaranya yang disebutkan oleh Prof. DR. As Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki. Sebelum mengemukakan dalil-dalil tersebut, beliau menjelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan peringatan Maulid.

Pertama, kita memperingati Maulid Nabi SAW bukan hanya tepat pada hari kelahirannya, melainkan selalu dan selamanya, di setiap waktu dan setiap kesempatan ketika kita mendapatkan kegembiraan, terlebih lagi pada bulan kelahiran beliau, yaitu Rabi'ul Awwal, dan pada hari kelahiran beliau, hari Senin. Tidak layak seorang yang berakal bertanya, "Mengapa kalian memperingatinya?" Karena, seolah-olah ia bertanya, "Mengapa kalian bergembira dengan adanya Nabi SAW?".
Apakah sah bila pertanyaan ini timbul dari seorang muslim yang mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad itu utusan Allah? Pertanyaan tersebut adalah pertanyaan yang bodoh dan tidak membutuhkan jawaban. Seandainya pun saya, misalnya, harus menjawab, cukuplah saya menjawabnya demikian, "Saya memperingatinya karena saya gembira dan bahagia dengan beliau, saya gembira dengan beliau karena saya mencintainya, dan saya mencintainya karena saya seorang mukmin".

Kedua, yang kita maksud dengan peringatan Maulid adalah berkumpul untuk mendengarkan sirah beliau dan mendengarkan pujian-pujian tentang diri beliau, juga memberi makan orangorang yang hadir, memuliakan orangorang fakir dan orang-orang yang membutuhkan, serta menggembirakan hati orang-orang yang mencintai beliau.

Ketiga, kita tidak mengatakan bahwa peringatan Maulid itu dilakukan pada malam tertentu dan dengan cara tertentu yang dinyatakan oleh nash-nash syariat secara jelas, sebagaimana halnya shalat, puasa, dan ibadah yang lain. Tidak demikian. Peringatan Maulid tidak seperti shalat, puasa, dan ibadah. Tetapi juga tidak ada dalil yang melarang peringatan ini, karena berkumpul untuk mengingat Allah dan Rasul-Nya serta hal-hal lain yang baik adalah sesuatu yang harus diberi perhatian semampu kita, terutama pada bulan Maulid.

Keempat, berkumpulnya orang untuk memperingati acara ini adalah sarana terbesar untuk dakwah, dan merupakan kesempatan yang sangat berharga yang tak boleh dilewatkan. Bahkan, para dai dan ulama wajib mengingatkan umat tentang Nabi, baik akhlaqnya, hal ihwalnya, sirahnya, muamalahnya, maupun ibadahnya, di samping menasihati mereka menuju kebaikan dan kebahagiaan serta memperingatkan mereka dari bala, bid'ah, keburukan, dan fitnah.

Yang pertama merayakan Maulid Nabi SAW adalah shahibul Maulid sendiri, yaitu Nabi SAW, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits shahih yang diriwayatkan Muslim bahwa, ketika ditanya mengapa berpuasa di hari Senin, beliau menjawab, "Itu adalah hari kelahiranku." Ini nash yang paling nyata yang menunjukkan bahwa memperingati Maulid Nabi adalah sesuatu yang dibolehkan syara'.

Dalil-dalil Maulid

Banyak dalil yang bisa kita jadikan sebagai dasar diperbolehkannya memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW .

Pertama, peringatan Maulid Nabi SAW adalah ungkapan kegembiraan dan kesenangan dengan beliau. Bahkan orang kafir saja mendapatkan manfaat dengan kegembiraan itu (Ketika Tsuwaibah, budak perempuan Abu Lahab, paman Nabi, menyampaikan berita gembira tentang kelahiran sang Cahaya Alam Semesta itu, Abu Lahab pun memerdekakannya. Sebagai tanda suka cita. Dan karena kegembiraannya, kelak di alam baqa' siksa atas dirinya diringankan setiap hari Senin tiba. Demikianlah rahmat Allah terhadap siapa pun yang bergembira atas kelahiran Nabi, termasuk juga terhadap orang kafir sekalipun. Maka jika kepada seorang yang kafir pun Allah merahmati, karena kegembiraannya atas kelahiran sang Nabi, bagaimanakah kiranya anugerah Allah bagi umatnya, yang iman selalu ada di hatinya?)

Kedua, beliau sendiri mengagungkan hari kelahirannya dan bersyukur kepada Allah pada hari itu atas nikmatNya yang terbesar kepadanya.

Ketiga, gembira dengan Rasulullah SAW adalah perintah AI-Quran. Allah SWT berfirman, "Katakanlah, 'Dengan karunia Allah dan rahmatNya, hendaklah dengan itu mereka bergembira'." (QS Yunus: 58). Jadi, Allah SWT menyuruh kita untuk bergembira dengan rahmat-Nya, sedangkan Nabi SAW merupakan rahmat yang terbesar, sebagaimana tersebut dalam Al-Quran, "Dan tidaklah Kami mengutusmu melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam." (QS Al-Anbiya': 107).

Keempat, Nabi SAW memperhatikan kaitan antara waktu dan kejadian-kejadian keagamaan yang besar yang telah lewat. Apabila datang waktu ketika peristiwa itu terjadi, itu merupakan kesempatan untuk mengingatnya dan mengagungkan harinya.

Kelima, peringatan Maulid Nabi SAW mendorong orang untuk membaca shalawat, dan shalawat itu diperintahkan oleh Allah Ta'ala, "Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat atas Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuknya dan ucapkanlah salam sejahtera kepadanya." (QS Al-Ahzab: 56).
Apa saja yang mendorong orang untuk melakukan sesuatu yang dituntut oleh syara', berarti hal itu juga dituntut oleh syara'. Berapa banyak manfaat dan anugerah yang diperoleh dengan membacakan salam kepadanya.

Keenam, dalam peringatan Maulid disebut tentang kelahiran beliau, mukjizat-mukjizatnya, sirahnya, dan pengenalan tentang pribadi beliau. Bukankah kita diperintahkan untuk mengenalnya serta dituntut untuk meneladaninya, mengikuti perbuatannya, dan mengimani mukjizatnya. Kitab-kitab Maulid menyampaikan semuanya dengan lengkap.

Ketujuh, peringatan Maulid merupakan ungkapan membalas jasa beliau dengan menunaikan sebagian kewajiban kita kepada beliau dengan menjelaskan sifat-sifatnya yang sempurna dan akhlaqnya yang utama.
Dulu, di masa Nabi, para penyair datang kepada beliau melantunkan qashidah-qashidah yang memujinya. Nabi ridha (senang) dengan apa yang mereka lakukan dan memberikan balasan kepada mereka dengan kebaikan-kebaikan. Jika beliau ridha dengan orang yang memujinya, bagaimana beliau tidak ridha dengan orang yang mengumpulkan keterangan tentang perangai-perangai beliau yang mulia. Hal itu juga mendekatkan diri kita kepada beliau, yakni dengan manarik kecintaannya dan keridhaannya.

Kedelapan, mengenal perangai beliau, mukjizat-mukjizatnya, dan irhash-nya (kejadian-kejadian luar biasa yang Allah berikan pada diri seorang rasul sebelum diangkat menjadi rasul), menimbulkan iman yang sempurna kepadanya dan menambah kecintaan terhadapnya.
Manusia itu diciptakan menyukai hal-hal yang indah, balk fisik (tubuh) maupun akhlaq, ilmu maupun amal, keadaan maupun keyakinan. Dalam hal ini tidak ada yang lebih indah, lebih sempurna, dan lebih utama dibandingkan akhlaq dan perangai Nabi. Menambah kecintaan dan menyempurnakan iman adalah dua hal yang dituntut oleh syara'. Maka, apa saja yang memunculkannya juga merupakan tuntutan agama.

Kesembilan, mengagungkan Nabi SAW itu disyariatkan. Dan bahagia dengan hari kelahiran beliau dengan menampakkan kegembiraan, membuat jamuan, berkumpul untuk mengingat beliau, serta memuliakan orang-orang fakir, adalah tampilan pengagungan, kegembiraan, dan rasa syukur yang paling nyata.

Kesepuluh, dalam ucapan Nabi SAW tentang keutamaan hari Jum'at, disebutkan bahwa salah satu di antaranya adalah, "Pada hari itu Adam diciptakan:" Hal itu menunjukkan dimuliakannya waktu ketika seorang nabi dilahirkan. Maka bagaimana dengan hari di lahirkannya nabi yang paling utama dan rasul yang paling mulla?

Kesebelas, peringatan Maulid adalah perkara yang dipandang bagus oleh para ulama dan kaum muslimin di semua negeri dan telah dilakukan di semua tempat. Karena itu, ia dituntut oleh syara', berdasarkan qaidah yang diambil dari hadits yang diriwayatkan Abdullah bin Mas'ud, "Apa yang dipandang balk oleh kaum muslimin, ia pun balk di sisi Allah; dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin, ia pun buruk di sisi Allah."

Kedua belas, dalam peringatan Maulid tercakup berkumpulnya umat, dzikir, sedekah, dan pengagungan kepada Nabi SAW. Semua itu hal-hal yang dituntut oleh syara' dan terpuji.

Ketiga belas, Allah SWT berfirman, "Dan semua kisah dari rasul-rasul, Kami
ceritakan kepadamu, yang dengannya Kami teguhkan hatimu:' (QS Hud: 120). Dari ayat ini nyatalah bahwa hikmah dikisahkannya para rasul adalah untuk meneguhkan hati Nabi. Tidak diragukan lagi bahwa saat ini kita pun butuh untuk meneguhkan hati kita dengan berita-berita tentang beliau, lebih dari kebutuhan beliau akan kisah para nabi sebelumnya.

Keempat belas, tidak semua yang tidak pernah dilakukan para salaf dan tidak ada di awal Islam berarti bid'ah yang munkar dan buruk, yang haram untuk dilakukan dan wajib untuk ditentang. Melainkan apa yang "baru" itu (yang belum pernah dilakukan) harus dinilai berdasarkan dalii-dalil syara'.

Kelima belas, tidak semua bid'ah itu diharamkan. Jika haram, niscaya haramlah pengumpulan Al-Quran, yang dilakukan Abu Bakar, Umar, dan Zaid, dan penulisannya di mushaf-mushaf karena khawatir hilang dengan wafatnya para sahabat yang hafal Al-Quran. Haram pula apa yang dilakukan Umar ketika mengumpulkan orang untuk mengikuti seorang imam ketika melakukan shalat Tarawih, padahal ia mengatakan, "Sebaik-baik bid'ah adalah ini." Banyak lagi perbuatan baik yang sangat dibutuhkan umat akan dikatakan bid'ah yang haram apabila semua bid'ah itu diharamkan.

Keenam belas, peringatan Maulid Nabi, meskipun tidak ada di zaman Rasulullah SAW, sehingga merupakan bid'ah, adalah bid'ah hasanah (bid'ah yang balk), karena ia tercakup di dalam dalil-dalil syara' dan kaidah-kaidah kulliyyah (yang bersifat global).
Jadi, peringatan Maulid itu bid'ah jika kita hanya memandang bentuknya, bukan perinaan-perinaan amalan yang terdapat di dalamnya (sebagaimana terdapat dalam dalil kedua belas), karena amalan-amalan itu juga ada di masa Nabi.

Ketujuh belas, semua yang tidak ada pada awal masa Islam dalam bentuknya tetapi perincian-perincian amalnya ada, juga dituntut oleh syara'. Karena, apa yang tersusun dari hal-hal yang berasal dari syara', pun dituntut oleh syara'.

Kedelapan belas, Imam Asy-Syafi'i mengatakan, "Apa-apa yang baru (yang belum ada atau dilakukan di masa Nabi SAW) dan bertentangan dengan Kitabullah, sunnah, ijmak, atau sumber lain yang dijadikan pegangan, adalah bid'ah yang sesat. Adapun suatu kebaikan yang baru dan tidak bertentangan dengan yang tersebut itu, adalah terpuji "

Kesembilan belas, setiap kebaikan yang tercakup dalam dalil-dalil syar'i dan tidak dimaksudkan untuk menyalahi syariat dan tidak pula mengandung suatu kemunkaran, itu termasuk ajaran agama.

Keduapuluh, memperingati Maulid Nabi SAW berarti menghidupkan ingatan (kenangan) tentang Rasulullah, dan itu menurut kita disyariatkan dalam Islam. Sebagaimana yang Anda lihat, sebagian besar amaliah haji pun menghidupkan ingatan tentang peristiwa-peristiwa terpuji yang telah lalu.

Kedua puluh satu, semua yang disebutkan sebelumnya tentang dibolehkannya secara syariat peringatan Maulid Nabi SAW hanyalah pada peringatan-peringatan yang tidak disertai perbuatan-perbuatan munkar yang tercela, yang wajib ditentang.

Adapun jika peringatan Maulid mengandung hal-hal yang disertai sesuatu yang wajib diingkari, seperti bercampurnya laki-laki dan perempuan, dilakukannya perbuatanperbuatan yang terlarang, dan banyaknya pemborosan dan perbuatan-perbuatan lain yang tidak diridhai Shahibul Maulid, tak diragukan lagi bahwa itu diharamkan. Tetapi keharamannya itu bukan pada peringatan Maulidnya itu sendiri, melainkan pada hal-hal yang terlarang tersebut.

Senin, 22 Februari 2010

Mekkah merupakan Pusat Bumi

Penemuan ilmiah membuktikan bahwa Makkah adalah pusat dari planet bumi. Fakta ini memperkuat kebenaran ilmiah dan ruhiah Islam, sekaligus menjadi dasar kuat penerapan jam Makkah sebagai acuan waktu dunia, menggantikan Greenwich yang penuh kontroversi.

Jama’ah haji mulai kembali ke negaranya masing-masing. Sekian lama mereka harus meninggalkan negeri masing-masing. Kini telah tuntas mereka mengusaikan manasik, atau ritual-ritual ibadah haji di berbagai tempat yang ada di Makkah dan sekitarnya. Dalam beberapa hari di bulan Dzulhijjah itu, mereka diberi kemuliaan oleh Allah untuk menjadi tamu-Nya, mengunjungi rumah-Nya, kiblat kaum muslimin di seluruh dunia.

Allah telah menjadikan Makkah sebagai tanah suci, bahkan dipilih-Nya sebagai tempat bagi baitullah (rumah Allah), sekaligus sebagai tempat diutusnya nabi dan rasul terakhir Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Keistimewaan ini memunculkan pertanyaan, mengapa Makkah?

Tentu, hal itu adalah rahasia Allah. Namun, dari kajian yang dilakukan ilmuwan muslim, terungkap fakta mengejutkan tentang keistimewaan kota Makkah, bila ditilik dari sudut ilmu geografi (ilmu bumi) dan geologi (ilmu tanah). Sekelompok ilmuwan yang dipimpin oleh Dr Husain Kamaluddin, seorang dosen ilmu ukur bumi, telah membuktikan bahwa Makkah adalah pusat bumi.

Pada mulanya, penelitian itu bertujuan untuk menemukan suatu cara yang bisa membantu seorang muslim untuk memastikan lokasi kiblat, dari tempat manapun di dunia. “Kami katakan di dalam bumi, bukan di atas bumi, karena atmosfer mengikuti planet bumi. Dengan demikian manusia selalu berada di dalam bumi, kecuali bila ia terbang ke luar angkasa,” tutur Dr Husain mengawali penjelasan ilmiahnya.

Namun di tengah risetnya, pria ini seperti menemukan durian runtuh. Betapa tidak, ia berhasil mengungkap fakta yang seharusnya dapat memecahkan polemik ratusan tahun tentang pusat planet bumi. Bersama timnya, ilmuwan Mesir ini mendapati Makkah sebagai pusat bagi seluruh benua yang ada di bumi.

Pada mulanya ia menggambar peta bumi untuk memastikan arah kiblat dari berbagai tempat. Setelah menggambar benua-benua berdasarkan jarak setiap tempat yang ada di keenam benua serta lokasinya dari Kota Makkah al-Mukarramah, ia memulai menggambar garis-garis sejajar hanya untuk memudahkan proyeksi garis bujur dan garis lintang. Pada penelitian pertama ini, ia sudah menemukan fakta bahwa Makkah adalah pusat bumi, karena kota suci tersebut menjadi titik pusat garis-garis itu!

Dr Husain yang saat itu menjadi Kepala Bagian Ilmu Ukur Bumi di Universitas Riyadh Saudi Arabia, kemudian membuat garis-garis benua dan segala perinciannya untuk kepentingan risetnya. Pekerjaannya terbantu oleh program-program komputer untuk menentukan jarak-jarak valid dan variasi-variasi berbeda, serta banyak hal lainnya. Ia kagum terhadap apa yang ia temukan, bahwa Makkah memang benar-benar pusat bumi.

Ia berhasil membuat lingkaran detail dengan Makkah sebagai pusatnya. Garis-garis luar lingkaran itu berada di luar benua-benua, sedangkan keliling garisnya berputar bersama garis luar benua-benua itu. Dalam riset ini, Dr Husain bersama timnya berhasil menemukan salah satu hikmah ilahiah: mengapa Makkah al-Mukarramah dipilih sebagai tempat bagi baitullah!(Majalah al-‘Arabi, edisi 237, Agustus, 1978).

Foto-foto satelit, studi-studi topografi dan kajian lapisan bumi serta geografi yang muncul kemudian pada tahun 90-an, menekankan hasil yang sama dengan penemuan tim Dr Husain di tahun 70-an itu.

Telah menjadi teori yang mapan secara ilmiah bahwa lempengan-lempengan bumi terbentuk selama usia geologi yang panjang bergerak secara teratur di sekitar lempengan Arab. Lempengan-lempengan ini terus- menerus memusat ke arah itu seolah-olah menunjuk ke Makkah.

Studi ilmiah yang menghasilkan teori itu memang dilaksanakan untuk tujuan berbeda, bukan dimaksud untuk membuktikan bahwa Makkah adalah pusat dari bumi. Namun studi yang diterbitkan di dalam banyak majalah sains di Barat itu, dengan sendirinya turut menegaskan bahwa pusat planet bumi adalah kota suci umat Islam, Makkah al-Mukarramah. Subhanallah!

Kebenaran ilmiah itu menjadi pembuktian firman Allah berikut ini:

وَهَذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ مُصَدِّقُ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَلِتُنْذِرَ أُمَّ الْقُرَى وَمَنْ حَوْلَهَا وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْآَخِرَةِ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَهُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ

“Dan ini (al-Qur’an) adalah kitab yang telah Kami turunkan yang diberkahi; membenarkan kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul Qura (Makkah) dan penduduk (negeri-negeri) di sekelilingnya.” (QS. Al-An’am: 92)

Dalam ayat lain, yakni pada Surat asy-Syura ayat 7, Allah juga menyebut Makkah dengan Ummul Qura, dan negeri-negeri lain dengan “negeri-negeri di sekelilingnya”.

Mengapa Allah menyebut Makkah sebagai Ummul Qura (induk kota-kota)? Mengapa Allah menyebut daerah selain Makkah dengan kalimat “negeri-negeri di sekelilingnya”?

Dipastikan melalui berbagai penemuan mutakhir di abad ini bahwa hal itu terkait dengan pusat bumi dan hal-hal yang mengelilinginya. Kata “Ummul Qura’” berarti induk bagi kota-kota lain, dan kota-kota di sekelilingnya menunjukkan Makkah adalah pusat bagi kota-kota lain, sementara yang lain hanyalah berada di sekelilingnya. Lebih dari itu, kata ummu (ibu) mempunyai arti yang penting di dalam kultur Islam.

Sebagaimana seorang ibu yang menjadi sumber keturunan, maka Makkah juga merupakan sumber dari semua negeri lain. Selain itu, kata “ibu” memberi Makkah keunggulan di atas semua kota lain. Karena Makkah juga disebut Bakkah, tempat di mana umat Islam melaksanakan haji itu, terbukti sebagai tempat yang pertama diciptakan.

Telah menjadi kenyataan ilmiah bahwa bola bumi ini pada mulanya tenggelam di dalam air (samudera yang sangat luas). Kemudian gunung api di dasar samudera meletus dengan keras dan mengirimkan lava dan magma dalam jumlah besar dan membentuk “bukit”. Bukit inilah yang kemudian menjadi tempat Allah memerintahkan untuk menjadikannya lantai dari Ka’bah (kiblat). Batu basal Makkah dibuktikan oleh suatu studi ilmiah sebagai batu paling purba di bumi.

Jika demikian, ini berarti bahwa Allah terus-menerus memperluas dataran ini. Adakah hadits nabi yang menunjukkan fakta mengejutkan ini? Jawabannya adalah “ya!” Nabi bersabda, “Ka’bah itu seperti tanah di atas air, dari tempat itu bumi ini diperluas.”

Menjadi tempat yang pertama diciptakan menambah sisi spiritual tempat tersebut. Allah telah memuliakan Makkah saat Dia menjadikannya sebagai pusat ibadah umat Islam, terutama ibadah haji. Allah juga berkehendak menjadikan rumah yang digunakan untuk menyembah-Nya terletak di Makkah, sebagai kota tujuan umat muslim dalam haji dan umrah. Makkah berada di tengah bumi, sejalan dengan makna firman Allah dalam Surat al-Baqarah:

Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (ummat Islam), ummat yang adil.” (dari QS al-Baqarah: 143).

Kata “adil” pada ayat di atas diterjemahkan dari kata wasath, yang dalam bahasa Arab berarti “tengah-tengah.” Bagi yang mempercayai mukjizat angka dalam al-Qur’an akan menemukan fakta, bahwa ayat yang menegaskan tentang tengah-tengahnya umat Islam ini terdapat pada ayat 143, dan itu adalah tengah-tengahnya Surat al-Baqarah yang memiliki 286 ayat. Maha Besar Allah!

Dari Greenwich ke Makkah

Sejumlah pakar Islam di bidang geologi dan ilmu syariah mulai mengkampanyekan persamaan waktu dunia dengan merujuk waktu Makkah al-Mukarramah. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengganti persamaan waktu Greenwich (GMT) yang selama ini digunakan banyak penduduk dunia. Menurut sejumlah kajian ilmiah, Makkahlah yang seharusnya menjadi pusat bumi.

Persoalan tersebut muncul dalam Konferensi Ilmiah bertajuk “Makkah Sebagai Pusat Bumi, antara Teori dan Praktek”. Konferensi yang diselenggarakan di ibukota Qatar, Dhoha pada tahun ini (2009) menyimpulkan tentang acuan waktu Islam berdasarkan kajian ilmiah yakni Makkah. Konferensi juga menyeru pada umat Islam agar mengganti acuan waktu dunia yang selama ini merujuk pada Greenwich. Konferensi juga dihadiri oleh Syaikh Dr Yusuf al-Qaradhawi, dan juga sejumlah pakar geologi Mesir seperti Dr Zaghlul Najjar , dosen ilmu bumi di Wales University di Inggris, serta Ir Yaseen Shaok, seorang saintis yang mempelopori jam Makkah.

Dr Qaradhawi dalam kesempatan itu menyampaikan dukungannya agar umat Islam dan juga dunia menggunakan acuan waktu Makkah sebagai acuan waktu yang sejati, karena Makkah adalah pusat bumi. “Kami menyambut kajian ilmiah dengan hasil yang menegaskan kemuliaan kiblat umat Islam. Meneguhkan lagi teori bahwa Makkah merupakan pusat bumi adalah sama dengan penegasan jati diri keislaman dan menopang kemuliaan umat Islam atas agama, umat dan peradabannya,” jelas Qaradhawi yang juga ketua Asosiasi Ulama Islam Internasional itu.

Terkait Makkah sebagai pusat bumi, Dr Zaghlul Najjar mengamini penelitian saintifik yang dilakukan oleh Dr Husain Kamaluddin di atas, bahwa ternyata Makkah Mukarramah memang menjadi titik pusat bumi. Hasil penelitian yang dipublikasikan oleh The Egyptian Scholars of The Sun and Space Research Center yang berpusat di Kairo itu, melukiskan peta dunia baru, yang dapat menunjukkan arah Makkah dari kota-kota lain di dunia. Dengan menggunakan perkiraan matematik dan kaidah yang disebut “spherical triangle” Dr Husain menyimpulkan kedudukan Makkah betul-betul berada di tengah-tengah daratan bumi. Sekaligus membuktikan bahwa bumi ini berkembang dari Makkah.

Ada banyak argumentasi ilmiah untuk membuktikan bahwa Makkah merupakan wilayah nol bujur sangkar yang melalui kota suci tersebut, dan tidak melewati Greenwich di Inggris. GMT dipaksakan pada dunia ketika mayoritas negeri di dunia berada di bawah jajahan Inggris. Jika waktu Makkah yang diterapkan, maka mudah bagi setiap orang untuk mengetahui waktu shalat, sekaligus akan mengakhiri kontroversi lama yang dimulai empat dekade lalu tentang rujukan waktu dunia. Kini menjadi keharusan bagi umat dan media Islam untuk terus mengkampanyekan kebenaran ini

Source : www.cahayanabawiyonline.com


RSA Minta MUI Keluarkan Fatwa Haram Naik Motor Tanpa Helm


Posisi ulama saat ini dianggap sudah menjadi satu indikator agar rakyat bertindak mengikuti saran para ulama tersebut. Karenanya, Road Safety Association (RSA) meminta agar Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa haram bersepeda motor tanpa helm.

"RSA meminta bantuan ke MUI agar turut mengajak para ulama menyebarluaskan keselamatan berkendara, termasuk bersepeda motor yang aman," ujar Ketua Umum RSA, Rio Octaviano, usai bertemu Sekretaris Jenderal MUI Ichwan Syam, di Jakarta, baru-baru ini.

Menurut Rio, ulama memegang peran penting untuk mengajak umat untuk berkendara yang santun dan bersahabat di jalan. "Maklum, kecelakaan sudah sangat memprihatinkan. Sepanjang 17 tahun terakhir lebih dari 185 ribu jiwa yang tewas akibat kecelakaan di jalan," papar Kepala Litbang RSA, Edo Rusyanto.

Sementara itu, menurut Ichwan Syam, pihaknya amat mendukung syiar RSA tentang keselamatan jalan.

"Kita wellcome, silakan feeding para ulama dan kiai. Kami akan fasilitasi bisa dalam bentuk diskusi atau semiloka yang selanjutnya para ulama memasukannya dalam khotbah mereka," papar Ichwan, seperti dilansir situs okezone.com.

Tentang fatwa haram tidak memakai helm saat bersepeda motor, Ichwan menyarankankan RSA agar membuat surat permintaan dengan menyandingkan alasan atau kajian dan data soal meruyaknya risiko berkendara tanpa helm. "Fatwa lahir dari kajian multi disiplin ilmu, MUI tak ingin fatwa menimbulkan kontroversi," ujar Sekjen MUI.

Source : NU Online

Jumat, 19 Februari 2010

Dakwah Salaf Di Era Online

Situs-situs berbasis dakwah Islamiyah kian bertaburan di internet. Hati-hati, jangan salah alamat!

Sekarang ini adalah era online, era dimana dunia tak lagi berjarak. Kita bisa ke mana saja, melintasi negeri atau menjelajahi benua tanpa harus beranjak dari tempat duduk. Yang diperlukan cuma seperangkat komputer dan fasilitas internet. Bagi yang tidak punya, bisa nongkrong di Warung Internet. Itupun ongkosnya murah meriah.

Bagaimanakah para ulama menyikapi gegap gempitanya era online seperti saat ini? ternyata mereka tak menutup mata. Para penerus salaf itu malah pro aktif memanfaatkan situasi ini demi memperluas kepakan dakwah mereka.

Coba telusuri www.alhabibomar.com. Lewat situs ini kita bisa mengenal lebih dekat Habib Umar bin Hafiz, ulama asal Tarim yang telah tersohor di dunia. Perjalanan dakwahnya yang merambah negeri-negeri muslim di seantero kolong jagad dicatat di situs ini, plus gambar-gambar eksklusifnya. Dari situs ini pula, kita bisa menggali pengetahuan dari Habib Umar. Pasalnya, ceramah ilmiah beliau dalam beragam disiplin ilmu (fikih,tafsir, sirah, tasawuf dan kewanitaan) bisa diunduh di sini. Ceramah-ceramah itu bisa diambil dalam format MP3 maupun video. Wuah, ini yang namanya ta’lim on-line, praktis dan bermanfaat. Insya Allah, hal semacam ini bukanlah bid’ah dhalalah.

Situs yang selalu ter-update ini menawarkan kesegaran ruhaniyah, cocok bagi kaum muslimin yang selalu haus akan ilmu. Untuk yang ingin memecah segala problema kesehariannya, situs ini menyediakan ruang fatwa dan curhat. Jawabannya dijamin memuaskan dan penuh tanggung-jawab. Habib Umar, sebagai seorang salaf, memang telah melangkah jauh ke depan. Beliau sangat arif, bisa membaca pergerakan zaman. Dan karena itu, pecinta-pecinta salaf yang tersebar di sudut-sudut bumi bisa menimba banyak manfaat dari beliau.

Langkah ini diteladani oleh salah satu murid terbaik beliau, Habib Ali bin Abdurrahman al-Jufri. Ulama karismatik yang lagi digandrungi kaum muda ini juga membuat situs pribadi, yakni www.alhabibali.com. Di situsnya, Habib Ali memberikan pengajian membahas beberapa bidang pengetahuan yang berkaitan erat dengan khalayak: fikih, hadis, tasawuf, dan fatwa-fatwa hukum bagi wanita. Semuanya bisa disimak dalam bentuk audio. Jadi kalau pengin menjadi santri beliau, tak usah jauh-jauh ke Timur Tengah, cukup klik alamat situs ini.

Ulama kelahiran Saudi Arabia ini ternyata sudah go internasional. Itu bisa kita ketahui dari jejak perjalanan dakwah beliau di situsnya. Habib Ali pernah singgah di Jerman, Belgia, Perancis, Kuwait, Libanon, India, Srilanka dan lainnya. Semua itu dalam rangka dakwah, bukan plesir liburan semata. Di setiap Negara yang dikunjungi, beliau bertemu muka dengan tokoh-tokoh pergerakan Islam. Gambar momen-momen penting itu terdokumentasikan dan bisa dilihat di situs pribadi beliau.

Tak kalah dari keduanya, seorang ilmuwan kawakan dari negeri Syria melakukan hal serupa, membikin website. Beliau adalah Doktor Said Ramdhan al-Bouthy, alumnus al-Azhar yang kini menjadi rektor di Universitas Damaskus. Alamat situsnya adalah: www.bouti.com. Nuansa ilmu sangat pekat di situs ini. Terdapat ceramah-ceramah beliau di pelbagai forum yang bisa didengar pengunjung secara online. Yang terpenting barangkali fatwa-fatwanya yang senantiasa menjadi rujukan ulama di Timur Tengah sana. Kapasitas ulama yang getol menyitir wahabi ini memang tak perlu disangsikan. Beliau memegang bertumpuk jabatan strategis. Selain menjadi rektor Universitas terkemuka di Syria, beliau juga anggota dewan kehormatan di negeri Oman, serta menjadi anggota rektorat di Universitas Oxford, Inggris.

Selain situs-situs bersifat pribadi diatas, ada lagi beberapa situs yang perlu dikunjungi. Misalnya www. rubat-tareem.net/ (situs resmi Rubat Tarim, pesantren klasik yang telah mencetak ribuan ulama besar) www.daralmostafa.com/ (situs resmi pesantren asuhan Habib Umar bin Hafiz), atau www.ahgaff.edu. (Situs resmi Universitas al-Ahqaff, Hadramaut).

Para peretas jalan salaf di dalam negeri tak mau ketinggalan. Mereka turut larut dalam era yang serba online ini. Telusuri saja www.majelisrasulullah.org yang diasuh Habib Munzir al-Musawa. Situs ini lumayan atraktif. Memuat rekaman dakwah sang habib yang bermukim di ibukota itu. Juga menyediakan forum tanya -jawab permasalahan tauhid, fikih dan umum. Demi mengendorkan ketegangan, situs ini menyediakan forum iseng yang berisikan artikel humor yang bernilai islami.

Forsan Salaf

Kalau yang satu ini merupakan situs olahan Pesantren Sunniyah Salafiyah: www.forsansalaf.com. Desainnya simpel namun artistik. Website ini sarat dengan artikel-artikel menarik yang bisa mengobati kehausan kita akan pengetahuan. Kita bisa meng-klik Kalam Salaf, bila ingin mendapatkan penyejukan dari nasehat-nasehat ulama klasik yang telah mencapai puncak kearifan.

Kalau kita mempunyai persoalan yang berkaitan dengan hukum syariat, tumpahkan saja ke dalam Majelis Ifta di situs ini. Insya Allah persoalan itu bakal dipecahkan oleh tim LBM (Lajnah Buhuts Wal Muraja’ah) yang dibentuk oleh pesantren binaan Habib Taufiq bin Abdul Qadir as-Segaf. Jawaban akan disertai teks-teks rujukan dari berbagai kitab yang bisa dipertanggung-jawabkan.

Yang menarik, website ini menyediakan forum konsultasi umum yang dipandu langsung oleh Habib Taufiq bin Abdul Qadir as-Segaf. Nah, bagi Anda yang didera berbagai problem cukup pelik menyangkut kehidupan beragama, silakan sharing kepada beliau lewat website ini. Solusi yang diberikan pasti sesuai manhaj salaf yang istiqamah.

Tak bisa disangkal, dunia memang terus berputar. Perputaran itu mesti kita ikuti sepanjang ia tidak bergesekan dengan norma syariat. Seorang Sufi bukanlah orang yang terus berdiam diri di goa-goa nan gelap- gulita. Sufi sejati adalah muslim yang memelihara diri serta hati dari perbuatan cela. Dengan memanfaatkan internet, kita bisa tetap menjadi seorang sufi. Dan sekali lagi, ini bukanlah perbuatan bid’ah.

Source : www.cahayanabawiyonline.com

TEGAKKAN SHALAT dan BERJAMAAHLAH...!

Kalam Habib Hasan bin Sholeh al-Bahar al-Jufri

Sudah jamak dimengerti, shalat adalah pilar agama. Ia menyangga bangunan Islam kita. Kuat tidaknya iman sangat bertumpu padanya. Karena itu ia mesti dikokohkan. Jangan sampai rapuh atau keropos. Sebab agama kita menjadi taruhannya.

Sejatinya, tanpa shalat, seorang muslim seolah tak beridentitas. Akidahnya soak. Tak ada simpul pererat antara dirinya dengan Sang Tunggal. Ia diambang jurang kesyirikan. Sedikit saja taifun menerpa, ia dipastikan terjungkal ke dasar kegelapan yang tiada ujung pangkal.

Itulah cikal keprihatinan seorang Habib Hasan bin Sholeh bin Idrus al-Bahr al-Jufri, sosok besar abad ke-13 Hijriyah di lembah Hadramaut. Kala itu, dilihatnya sebagian muslimin mulai teledor dalam menjaga fardu lima waktu. Dalam seutas risalah wasiatnya kepada seorang pecinta ia menulis mukaddimah, “Kutorehkan wasiat ini ketika kulihat diriku dan orang-orang sekitarku terkesan mulai keberatan memelihara shalat lima waktu dan berjamaah, serta kian jarangnya orang-orang yang berlomba dalam berbuat baik dan ibadah.”

Sudah barang tentu, frasa “diriku” dan “orang-orang sekitarku” di atas bukanlah sebuah vonis. Itu hanyalah refleksi kerendahan hati. Habib Hasan al-Bahr adalah ulama besar yang telah mencapai taraf Qutub. Mana mungkin beliau meneledorkan shalat. Begitu pula orang-orang sekitar beliau yang nota bene murid-murid beliau semacam Habib Idrus bin Umar al-Habsyi. Penanda “keberatan memelihara shalat lima waktu dan berjamaah” tepatnya ditujukan kepada kita semua, manusia-manusia akhir zaman yang telah dikurung gemerlap dunia. Habib Hasan kemudian meneruskan tausiyahnya,

“Ketahuilah, sesungguhnya, musibah yang terdahsyat, kekejian yang tesesat, dan aib yang terhina, adalah mengabaikan shalat, melalaikan fardu Jumat dan jamaah. Bagaimana tidak, shalat adalah fasilitas yang dimediasi Allah SWT untuk mengangkat harkat manusia, meleburkan dosa-dosa mereka, dan mengunggulkan manusia atas makhluk-makhluk lain di muka bumi dan langit -Tapi, ia telah disia-siakan sendiri oleh manusia.”

“Tatkala seseorang mudah meninggalkan shalat, atau harta dunia memalingkan dirinya dari shalat, itu artinya ia telah digariskan menjadi manusia yang celaka. Takdir menetapkan dirinya bakal mengecap azab yang pedih tak terkira, kehidupannya akan terus merugi, malapetaka senantiasa merundungnya, dan pada akhirnya nanti penyesalan panjang bakal melingkupi hari-harinya.”

Nauzu billahi min zalik. Semoga kita tak tergolong manusia-manusia yang dinarasikan Habib Sholeh itu. Makhluk lemah semacam kita mana mungkin kuat menanggung siksa-siksa-Nya. Saat jari tertusuk jarum, kita meringis kesakitan. Bagaimana bila sebongkah gada yang besarnya memenuhi langit dan bumi meremukkan belulang kita?

“Tiada disangsikan, orang yang meninggalkan shalat sangat dibenci Allah. Dikhawatirkan ia mati tanpa memanggul iman. Neraka Jahim bersiap menyambutnya. Ia tecatat sebagai manusia yang dijauhkan dari rahmat-Nya. Bumi dan langit pun enggan menerima kehadirannya.”

“Manakala seseorang yang melalaikan shalat hendak mengunyah sesuap makanan, tanpa disadari, makanan di tangannya itu menyerukan jeritan-jeritan. “Semoga Kamu dijauhkan dari rahmat Allah, wahai musuh Allah. Kamu memakan rizki Allah, tapi Kamu enggan melaksanakan fardu-fardu-Nya.” Itu makanannya. Lalu tatkala ia beranjak keluar rumah, rumahnya itu mencibir lantang, “Rahmat Allah takkan menyertaimu. Kamu takkan menjejakkan kebaikan apa-apa. Pergilah! Mudah-mudahan kamu kembali dalam keadaan tidak selamat.”

Sebuah ulasan sarat hikmah dari Habib Hasan. Di dalamnya termuat ilmu-ilmu yang tak bisa dipahami sembarang orang: Makanan menjerit-jerit, rumah menghardik-hardik. Itu semua adalah ilmu rahasia yang hanya bisa dimiliki para auliya, kekasih Allah SWT.

Khusuk

Salah satu esensi shalat adalah khusuk. Penilaian diterima tidaknya suatu shalat diukur dengan kadar kekhusukan seseorang. Sayang, hal ini kurang diperhatikan. Dalam lanjutan wasiatnya, Habib Hasan bin Sholeh al-Bahr menjelaskan pentingnya khusuk dalam shalat.

“Jagalah shalat lima waktu dalam jama’ah. Jika di dekat rumahmu terdapat sebuah masjid, tunaikanlah di situ. Kemudian ingat, ketika kamu telah bertakbir memasuki shalat, kosongkanlah hatimu dari kerumitan-kerumitan dunia. Hadirkanlah hatimu. Bayangkan dirimu berdiri di hadapan Sang Wujud yang di genggaman-Nya kunci-kunci rizki. Pusatkanlah konsentrasimu kepada Allah SWT, sepenuhnya. Nikmatilah dialog ruhmu dengan Penciptamu. Jika tiba-tiba saja hatimu terbawa lupa, segeralah sadar. Berandailah, seumpama dirimu berbicara dengan seseorang, lalu kamu berpaling begitu saja tanpa permisi. Bukankah ia akan murka? Bagaimana bila kamu ajak bicara adalah Penguasa seluruh semesta. Betapa kurang ajarnya bila kamu tidak mengindahkannya. Shalat, sekali lagi, adalah wahana dialog antara makhluk dengan Allah subhanahu wata’ala.”

Kemudian Habib Sholeh menekankan pentingnya memperhatikan shalat orang-orang di sekitar kita.

“Lazimilah shalat. Raihlah fadilah awal waktu. Perintahkan anak-anak serta sanak keluargamu untuk menjaga shalat, begitu pula mereka yang berada dalam naunganmu, semisal pekerja dan pembantumu. Dengan shalat kamu akan beroleh ridha Allah SWT. Barang siapa memperoleh ridha Allah, berarti ia berhasil menggapai segala kebajikan.”

Mari kita laksanakan shalat. Tak banyak-banyak. Cukup lima waktu dalam sehari. Usia kita telah banyak tersia-siakan. Alangkah bijak bila kita sisihkan sebagian untuk investasi akhirat. Di sana kita butuh bekal banyak. Dengan persiapan morat-morat ini, peluang sukses kita sedikit. Tinggal satu yang kita harap: ampunan-Nya. Dan ampunan itu hanya kita dapatkan lewat shalat.

Senin, 15 Februari 2010

Wasiat-wasiat Al Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad


AlhamduliLLah, puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, Yang Maha Menyaksikan segalanya, Maha Pengawas Yang Selalu hadir tanpa pernah absen, Maha Pendamping Yang tiada pernah berpisah dalam pemukiman maupunbepergian, Yang selalu mendorong kaum cerdik cendekiawan untuk mengamati ciptaan-Nya di alam malakut-Nya, di langit dan bumi-Nya yang sarat dengan tanda-tanda kebesaran ayat-ayat-Nya, yang mengandung pengertian dan pelajaran.

Salawat dan salam bagi junjungan kita Nabi Muhammad Saw, beserta keluarga beliau yang mulia dan terhormat, sebanyak bilangan gumpalan awan dan curahan hujan dan sebanyak bilangan hembusan angin yang menggerakkan pepohohan.

Ammâ ba’du: Saya berpesan, terutama kepada diri saya sendiri dan kepada anda sekalian para sahabatku tercinta semoga kita senantiasa bertaqwa kepada Allah Yang Maha Penguasa atas seluruh penguasa, Penyebab dari semua sebab, Yang Tiada Tuhan yang patut disembah selain Dia, dan tiada suatu tujuan hakiki kecuali kepada-Nya.

Sesungguhnya, orang yang berbahagia itu ialah yang selalu bersandar diri kepada-Nya, dan menyerahkan segala urusan kepada-Nya, meletakkan dirinya di dalam kuasa dan kekuatan-Nya, berserah diri dan tunduk sepenuhnya kepada qudrat dan iradat-Nya. Bersungguh-sungguh meletakkan harapan dan keinginan kepada apa yang ada di sisi-Nya.

Adapun orang yang sengsara dan terjauhkan dari segala keberuntungan adalah yang berpaling dari Allah, tiada ingat kepada-Nya, bahkan selalu mengikuti bisikan hawa nafsunya dan mengutamakan dunianya di atas akhiratnya.

Maka pesan saya pertama-tama, hendaklah anda sekalian selalu bertawakal kepada Allah dan percaya sepenuhnya kepada jaminan-Nya, seraya merasa tenteram dalam naungan-Nya, selalu mohon pertolongan-Nya dalam segala urusan, bersandar kepada-Nya dalam segala hal, serta meletakkan harapan dan keperluan dalam lingkup kemurahan dan kurnia-Nya semata-mata.

Dan hendaklah anda sekalian memeutuskan segala harapan dan keinginan dari apa saja berada di tangan orang-orang lain, tidak menunjukkan sedikit pun ketamakan untuk memperoleh apa pun pemberian dari mereka. Namun, sekiranya ada seseorang memberikan hadiah secara ikhlas, terimalah oleh kalian pemberian itu dengan penuh rasa terima kasih kepadanya dan berdoalah untuknya. Nikmatilah seperlunya atau sedekahkanlah kepada orang lain sekiranya tidak kalian perlukan. Meskipun demikian, sekiranya ada keraguan tentang kebaikan sumber perolehan sesuatu yang di hadiahkan kepada kalian, tolaklah dengan cara yang santun.

Mementingkan solat & Zikir

Hendaklah anda sekalian senantiasa bersungguh-sungguh dalam melaksanakan kelima shalat fardhu seraya memenuhi segala persyaratannya. Shalat adalah tiang agama dan diumpamakan bagai kepala dalam susunan anggota tubuh.

Adapun sebaik-baik cara pemeliharaannya adalah dengan mengerjakannya pada awal waktu dan sedapat mungkin dalam berjemaah. Sedangkan yang paling utama dan menentukan diterimanya solat itu ialah dengan menghadirkan hati di dalamnya di sertai dengan penuh kekhusyu’an. Alangkah buruknya bagi seseorang yang sedang bersolat, apabila anggota-anggota tubuhnya tengah bermunajat dengan Tuhannya, sedangkan hatinya berkelana kesana sini memikirkan ehwal dunianya.

Tetap membaca zikir Ketika dalam Perjalanan Jauh

Allah Swt. dengan kemurahan-Nya juga telah mneyediakan keringinan bagi hamba-hamba-Nya dalam melaksanakan solat, iaitu solat qasar dan jama’ (yang dibolehkan ketika sedang dalam perjalanan jauh). Maka manfaatkanlah kemudahan seperti itu (sesuai dengan persyaratan dan) pada tempatnya masing-masing kerana Allah Swt. amat suka kemudahan-Nya dinikmati, sebagaimana juga kewajipan-kewajipan-Nya di penuhi. Walaupun demikian, hendaklah kalian tetap melaksanakan semua zikir yang biasa kalian laksanakan setiap hari, sebagaimana yang kalian lakukan di saat sedang tidak bepergian. Oleh sebab itu, hendaklah kalian secara konsisten dan tekun senantiasa memelihara bacaan-bacaan Al-Quran dan pelbagai wirid yang biasa kalian lakukan dalam keseharian kalian. Jangan sekali-kali meninggalkannya. Kalaupun tidak dapat dilaksanakan secara sempurna akibat kesibukan dalam perjalanan, gantikanlah pada kesempatan lain, jika itu termasuk amalan yang dapat diganti (di-qadha’). Atau jika tidak termasuk amalan yang dapat di-qahda’ maka yang demikina itu termasuk dalam keringanan yang diberikan Allah Swt bagi orang musafir, sebagaimana disabdakan oleh Nabi Saw.:” Apabila seseorang Mukmin dalam keadaan bepergian, atau sedang sakit, maka Allah Swt. memerintahkan kepada malaikat-Nya agar mencatat baginya segala amalnya seperti ketika diamalkannya pada saat-saat ia bermukim dan dalam keadaan sihat wal-afiat”. Ini tentunya merupakan anugerah Allah serta rahmat dan kemudahan-Nya.

Alhamdulillah. Puji syukur ke hadirat-Nya, betapa besar rahmat dan kesayangan-Nya terhadap hamba-hamba-Nya!

Kesucian Lahir Batin

Dan hendaklah kalian – disamping memeperbanyakkan zikir kepada Allah Swt pada setiap saat- demikian juga, yang tidak kalah pentingnya, ialah menjaga kesucian batin,d alam erti kebersihan hati dari buruk sangka, dendam dan dengki terhadap sesama muslim atau melakukan penipuan terhadap mereka. Demikian juga hendaklah kalian selalu memperhatikan kesucian lahiriah di setiap saat. Yakni mensucikan diri dari hadas dan najis. Tentang ini, Allah Swt telah mewahyukan kepada Nabi Musa (a.s): “Apabila sesuatu musibah menimpa dirimu, pada saat tubuhmu tidak sedang dalam keadaan suci, maka janganlah menyalahkan selain dirimu sendiri”.

Lakukanlah zikir-zikir secara rutin pada waktu pagi dan sore, kerana zikir adalah benteng dari gangguan syaitan dan penangkal dari berbagai keburukan. Dalam kitab Al-Adzhâr (karya An-Nawawi.-Peny) cukup banyak teks zikir yang di anjurkan, terutama ketika sedang dalam perjalanan jauh, ketika naik dan turun dari kenderaan dan juga pada saat memasuki kota tempat tujuan dan lain-lain sebagainya. Usahakanlah agar mendapatkan kitab tersebut, lalu hafalkanlah bacaan-bacaan yang tertera didalamnya, dan selanjutnya kerjakanlah dengan tekun.

Menghias Diri Dengan Akhlak Yang Baik

Hendaklah anda sekalian selalu mengutamakan kebersihan hati, kedermawanan dan kasih sayang kepada setiap muslim, serta sikap bersahabat dan ramah tamah kepada siapa saja yang bersahabat dengan kalian. Berupayalah agar kalian selalu membantu setiap muslim dalam memenuhi kebutuhannya, sama seperti mencukupi keperluan diri kalian sendiri. Tanamkanlah dalam diri kalian, kepedulian dan rasa keinginan untuk selalu menyenangkan hatinya. Jangan pula merasa malu atau segam memberikan nasihat dan bimbingan, demi kebaikan akhiratnya. Sebab, perasaan malu untuk melakukan hal seperti itu, sebetulnya bukan malu, melainkan sifat pengecut yang oleh setan dinamakan malu, semata-mata untuk menyenangkan hati orang-orang yang lemah imannya.

Senantiasa Berakhlak Mulia

Dengan siapa saja kalian bersahabat, utamakanlah budi pekerti yang baik dan sikap lemah lembut kerana semua keluhuran akhlak itu bertumpu pada kelembutan budi dan sikap lapang dada serta mengutamakan kepentingan para sahabat. Dan hendaklah seorang mukmin itu berwatak cepat ridhanya dan lambat amarahnya. Bahkan ciri khas dari sifat utama seorang Mukmin Kâmil (mukmin yang sempurna) ialah tidak akan mudah marah kerana sesuatu yang bekenaan langsung dengan diri peribadinya, melainkan semata-mata kerana sesuatu yang menyangkut pelanggaran terhadap hak tuhannya. Kalaupun seorang mukmin marah kerana sesuatu yang berkenaan dengnan hak peribadinya, maka keimanan yang bersemayam di dalam hatinya akan segera meredam kemerahannya itu. Seorang laki-laki pernah berkata kepada Nabi Saw.: “Ya Rasullallah! Berilah aku nasihat!” Maka beliau pun bersabda : “Jangan marah!” (Ucapan itu beliau ulang-ulang sampau beberapa kali).

Dan hendaklah anda sekalian selalu bersikap tawâdhu iaitu dengan memandang kepada sesama kaum Mukminin dengan pandangan pengnagungan dan penghormatan dan kepada diri sendiri dengan perasaan rendah hati.

Demikian pula hendaknya kalian selalu bersikap tulus ikhlas iaitu dengan senantiasa mengharapkan keredhaan Allah an pahala-Nya semata-mata, pada setiap kali melakukan suatu kebaikan ataupun meninggalkan suatu keburukan sebab barang siapa melakukan suatu perintah Allah Swt. akan tetapi dalam hatinya ingin mendapatkan kedudukan di sisi manusia atau mencar-cari pujian atau menginginkan harta kekayaan mereka, maka ia sudah termasuk kelompok orang yang berbuat riya”. Sedangkan sifat riya’ dalam beramal akan membatalkan amal itu sendiri serta melenyapkan pahalanya.

Memilih Sahabat Yang Berakhlak Baik

Upayakanlah agar kalian selalu bersahabat dengan orang-orang yang berakhlak mulia, agar dapat meneladani perilaku baik mereka dan sekaligus menggali keuntungan dari perbuatan dan ucapan mereka. Biasakanlah pula untuk berkunjung kepada mereka yang masih hidup dan menziarahi mereka yang sudah tiada, dengan penuh keikhlasan, penghormatan dan penghargaan. Agar dengan demikian diperoleh manfaatnya dan rasa limpahan keberkahan Allah kepada kalian dengan perantaraan mereka itu. Pada zaman ini, memang sedikit sekali manfaat yang dapat diperoleh dari orang-orang saleh, kerana kurangnya penghormatan dan lemahnya husnuzzhan (persangkaan yang baik) terhadap mereka.

Itulah sebabnya kebanyakan orang di zaman sekarang tidak memperoleh keberkahan dari orang-orang soleh itu, an tidak bisa menyaksikan pelbagai peristiwa menakjubkan yang berasal dari kedudukan mereka yang telah beroleh karâmah (penghormatan dan pemuliaan) dari Allah Swt. Sedemikian rupa, sehingga mereka mengira bahawa pada zaman ini sudah tidak ada lagi orang-orang yang disebut sebagai ‘wali’.Dugaan yang demikian itu tidak benar sama sekali, Alhamdullillah, para wali itu masih cukup banyak, yang tampak maupun yang tersembunyi. Namun tak ada yang bisa mengenali identitas mereka itu, kecuali orang-orang yang telah mendapatkan anugerah cahaya kebenaran dan kebesaran Allah dalam hatinya dan mereka yang selalu berhusnuz-zhan terhadap mereka.

Menjauhkan Diri Dari Orang-Orang Yang Berperilaku Buruk

Hindarilah orang-orang yang berakhlak buruk dan bermoral rendah. Jauhilah pergaulan dengan mereka kerana dengan menjadikan mereka itu sahabat kalian, maka hanya kerugian dan malapetaka yang akan kalian alami, di dunia maupun di akhirat. Pergaulan seperti itulah yang membengokkan sesuatu yang sudah lurus dan yang lebih parah lagi mengakibatkan rosaknya hati dan agama. Sungguh tepat apa yang dikatakan oleh seorang penyair : Yang berkudis takkan menjadi sihat kembali akibat bergaul berdekatan dengan yang sihat, namun yang sihat mudah ketularan penyakit akibat bergaul berdekatan dengan yang berkudis.

Memelihara Hati Dan Lidah

Peliharalah hati kalian masing-masing dati niatan atau bisikan-bisikan hati yang tercela dan bersihkanlah dari noda-noda akhlak yang buruk dan berupayalah mencegah keterlibatan setiap anggota tubuh kalian dalam kegiatan bermaksiat atau berdosa. Lebih-lebih lagi dalam menjaga dan memeilahara lidah dari pembicaraan-pembicaraan yang terlarang atau yang sia-sia; terutama yang bersifat umpatan atau gunjingan terhadap sesama muslim. Begitu besar dosa pengunjingan (ghibah) sehingga dinyatakan bahawa dosanya lebih besar daripada dosa perzinaan.

Jangan sekali-kali berkata bohong. Sebab kebohongan sangat bertentangan dengan keimanan, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis nabi Saw.: “Barangsiapa ingin mengutuk dirinya sendiri, silakan ia berkata bohong”.

Sungguh, bahaya yang ditimbulkan oleh lidah itu amat besar sekali, demikian pula cara mengendalikannya tidaklah mudah. Maka, barangsiapa mendapatkan taufik (pengarahan dan pemudahan dari Allah Swt.) untuk bisa memelihara lidahnya, sungguh ia telah meraih bagian keberuntungan yang amat besar!.

Membaca Al-Quran Secara Rutin

Hendaklah kalian membiasakan diri dengan sering-sering membaca Al-Quran dengan penuh kekhusyu’an dan kehadiran hati, di samping menekuni ertinya (tadabbur) dan mengikuti kaedah-kaedah bacaannya (tartîl). Perbanyakkanlah pula – secara khusus-bacaan Surah Yassin, demi memperoleh berbagai kebaikan dan menangkal berbagai keburukan.

Menghindari Kekenyangan

Jangan sekali-kali memenuhi perut kalian dengan makanan berlebihan. Kekenyangan mengakibatkan kekerasan hati serta kemalasan dalam beribadat, di samping menghalangi hati dari penyiksaan cahaya-cahaya Iiahi dan menjauhkan dari pengaruh positif yang diharapkan dari amalan ibadat dan zikir.

Melaksanakan Ibadah Haji Dan Umroh

Hendaklah kalian bersungguh-sungguh dalam menetapkan niat untuk menunaikan ibadah haji (segera setelah memiliki kemampuan untuk itu), guna mengunjungi ka’abah, BaituLLâh Al-aHarâm dan melaksanakan manasik haji, mengagungkan syi ‘ar-syi ‘ar-Nya dan menziarahi makam Nabi-Nya: Muhammad Saw. Dan hendaklah kalian dalam hal ini, benar-benar memfokuskan niat dan tujuan dengna tulus ikhlas hanya untuk ibadah semata-mata, tidak untuk tujuan apa pun selain itu. Jangan sekali-kali mencampur adukkan niat-nat mulia ini dengan suatu tujuan yang lain; seperti ingin berniaga atau berwisata.

Dan ketika sedang dalam ibadah haji, hendaklah sering-sering melakukan tawaf mengelilingi Ka’abah, rumah Allah. Sebab, orang yang mengerjakan tawaf, bagaikan seorang yang sedang menyelam di dalam samudra rahmat Allah Swt. Maka hendaklah kalian tidak menyia-yiakan saat-saat yang baik itu. Penuhilah hati kalian dengan pengagungan terhadap kebesaran Allah Swt., Sang Pemilik ‘rumah’ yang kini kalian sedang berada di hadapannya. Jangan pula menyibukkan hati kalian dengan apa pun juga, terkecuali dengan tilawat Al-Quran, zikir dan doa-doa lain yang telah dianjurkan. Dna janganlah menyia-yiakan waktu kalian dengan berbagai aktivitas yang tidak bermanfaat. Hendaklah kallian dengan sungguh-sungguh dan konsisten mengerjakan berbagai zikir, bacaan dan doa-doa yang biasa diucapkan secara khusus ditempat-tempat tawaf, sa ‘i dan lain-lain yang bekaitan dengan Ibadah Haji. Selain itu, alangkah baiknya bila kalian juga menaruh perhatian khusus untuk menyaksikan tempat-tempat bersejarah yang memiliki nilai sangat agung.

Perbanyak pula Umroh, bila ada kesempatan untuk itu, terutama pada bulan suci Ramadhan. Sebab, satu kali umroh pada bulan Ramadhan, pahalanya sepadan dengan pelaksanaan ibadah haji bersama Rasulallah saw.

Dan hendaklah kalian lebih-lebih menjaga kesopanan yang tinggi selama berada di Tanah Suci (Al-Haramain) dan bersikap ramah tamah dan santun terhadap penduduk setempat. Hargailah kemuliaan yang mereka peroleh kerana bertetangga dengan Rasulallah Saw iaitu dengan cara selalu berbaik sangka terhadap mereka khususnya, dan terhadap kaum Muslimin pada umumnya.

Kalaupun kalian adakalanya menyaksikan atau mendengar di sana, sesuatu yang tidak berkenan di hati, sebaiknya bersikap menahan diri dan bersabar, serta tidak perlu memberikan komentar yang negatif. Akan tetapi jika mampu mengatakan yang benar, ungkapkanlah hal itu. Sebab, ajaran islam tidak membolehkan seseorang mukmin berdiam diri menghadapi suatu yang bathil kecuali dalam keadaan terpaksa, dan meyakini ketidakmampuannya untuk mencegah. Dan alangkah bahagianya orang yang telah mempu memusatkan niat secara bulat dalam pengabdiaannya kepada Allah, tanpa terpengaruh oleh perilaku buruk yang melanda orang-orang di zaman sekarang, yang bertentangan dengan perilaku para salaf saleh. “Dan barang siapa diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang benar-benar mendapat petunjuk, dan barang siapa yang di sesatkan-Nya, maka tak akan ada baginya seorang pemimpin pun yang memberi petunjuk kepadanya “ (QS.:18:i7)

Selain itu, hendaklah kalian tidak menyia-yiakan kesempatan untuk beramal dan berbuat kebajikan sebanyak-banyaknya selama berada di Kota Makkah, mengingat bahawa setiap amal kebaikan yang dilakukan disana akan dilipat gandakan pahalanya sampai seratus ribu kali kelipatan. Penggandaan pahala seperti ini sebetulnya disebutkan dalam sebuah hadis Rasullulah Saw. Khusus berkaitan dengan ibadat shalat. Akan tetapi sebagian ulama memahaminya sebagai sesuatu yang bersifat umum, meliputi semua amal kebaikan yang dilandasi niat yang ikhlas dan murni demi meraih keridhaan Allah semata-mata.

Namun perlu diingat, baawa sebagaimana amal-amal kebaikan di kota suci Makkah di lipat-gandakan pahalanya oleh Allah, demikian juga sebaliknya perbuatan-perbuatan maksiat di sana pun akan dilipat-gandakan dosa-dosanya. Sedemikian rupa, sampai-sampai sebagian ulama salaf mengatakan; tidak ada suatu tempat di mana ‘niat melakukan maksiat’ saja akan menghadapi tuntutan,s elain kota Makkah. Dalilnya, menurut mereka adalah, firman Allah Swt. dalam Surat Al-Hajj: 25, “Barang siapa bermaksud didalamnya melakukan kejahatan secara zalim, niscaya akan kami rasakan kepadanya sebahagian siksa yang pedih”.

Abdullah Bin Abbas (r.a) pernah berkata : “Bagiku lebih baik melakukan perbuatan dosa sebanyak tujuhpuluh kali di suatu tempat (selain Makkah), daripadanya melakukannya satu kali di Makkah”.

Semoga Allah selalu menjaga kota suci itu, menambah keagungan dan kehormatannya serta kebesaran dan kemuliaannya!

Diriwayatkan bahawa ketika Rasullullah Saw. Melaksanakan ibadah haji, beliau mengenderai seekor unta berpelana usang, berlapis kain yang harganya tidak mencapai empat dirham. Dan ketika pulang, beliau bersabda, “Ya Allah, jadikanlah ini haji mabrur, tidak tersisip didalamnya perasaaan riya’ atau ingin ketenaran.”

Demikian pula Umar bin Khattab r.a., selesai melakukan tawaf di Ka’bah, ia mencium Hajar Aswad lalu menangis, kemudian berkata : “Demi Allah, aku sedar bahawa engkau ini batu, tidak bisa membawa manfaat ataupun mudarat. Kalau saja tidak kerana aku pernah menyaksikan Rasullullah saw. Melakuka seperti ini (yakni mencium Hajar Aswad), niscaya aku tidak akan melakukannya. Kemudian ia menoleh ke belakang dan melihat Ali bin Abi Talib (karramallahu wajhah). Maka Umar pun berkata kepadanya: “Hai Abu’l-Hasan (julukan Ali bin Abi Thalib r.a.), di sinilah tempat mencucurkan air mata.” Tetapi Ali r.a. berkata kepadanya, “Sesungguhnya Hajar-Aswad ini, wahai Amirul-Mukminin, bisa membawa manfaat dan mudarat. Kerana ketika Allah Swt. , mengambil ikrar anak-cucu keturunan Adam s.a. dan berkata kepada mereka, “Bukankah Aku ini tuhan kalian?’, Ia menuliskan suatu tulisan (yang berisi ikrar mereka itu) lalu menyimpannya di dalam batu ini. Maka batu ini pun bersaksi bagi siapa-siapa yang menciumnya (atau menyentuhnya) dengan keyakinan yang benar.”

Seorang laki-laki bertemu dengan Abdullah bin Umar r.a. ketika sedang mengerjakan tawaf lalu mengutarakan suatu keperluan kepadanya. Tapi Abdullah tidak menghiraukannya, sampai berjumpa lagi dengannya setelah itu, dan berkata kepadanya: “Saya tahu bahawa anda telah kecewa ketika saya tidak mengindahkan pembicaraan anda saat itu. Tidakkah anda mengetahui bahawa kita ini-pada saat bertawaf-sedang berhadapan dengan Allah Swt?! bagaimana pun juga keperluan anda itu telah terkabulkan!”

Pada suatu ketika, Ali bin Al-Husain r.a. (cucu Rasullullah Saw) melihat Hasan Al-Basri di Masjid’l Haram sedang bercerita dihadapan orang banyak. Ia pun berhenti lalu berkata kepadanya, “Wahai hasan, adakah anda telah rela sepenuhnya dan menyiapkan diri menyongsong kematian?”

“Tidak!” jawab Hasan Al-Basri.

“Lalu, ilmu anda untuk dihisab?”

“Tidak!” jawab Hasan lagi.

“Apakah Allah Swt.memiliki ‘rumah’ yang menjadi tujuan manusia dari berbagai penjuru selain ‘rumah’ ini?” tanya Ali bin Husain lagi.

“Tidak!”

“Kalau begitu, mengapa anda menyibukkan orang-orang dengan mendengarkan cerita-cerita anda itu sehingga mereka terhalang dari melakukan tawaf?”

Mendengar itu,Hasan Al-Basri segera meninggalkan tempat itu dan tidak pernah lagi bercerita selama berada di Kota Makkah.

Thawus berkata, “Aku pernah menyaksikan Ali Zain’l-Abidin Ibn’l-Husain (cucu Rasullullah saw.) di tengah malam, sedang shalat di Al-Hijr (berhadapan dengan Ka’bah). Aku mencuba mendekatinya seraya bergumam dalam hati: “Ini seorang saleh dari keluarga Rasullullah Saw. Moga-moga saya mendengar sesuatu yang bermanfaat dari beliau. Lalu kudengar beliau berdoa dalam sujudnya: “Ya Allah, hamba-Mu yang peminta-minta ini berada di halaman rumah-Mu, hamba-Mu yang miskin di halaman rumah-Mu; hamba-Mu yang fakir di halaman rumah-Mu!’ Sejak itu, tak pernah lagi do’a yang kupanjatkan untuk meminta sesuatu yang kumulai dengan kalimat-kalimat itu, kecuali pasti terkabul.”

Diriwayatkan bahawa ketika Ali Zain’i-Abidin r.a. memulai ihramnya dan hendak mengucapkan talbiyah (yakni, Labbaik Allahumma Iabbaik, yang berarti: Aku di sini memenuhi panggilan-Mu, ya Allah) tiba-tiba seluruh tubuhnya bergemetaran, dan wajahnya pucat pasi, kemudian ia terjatuh dari kenderaannya dalam keadaan pengsan. Ketika ditanyakan kepadanya setelah itu, “Mengapa demikian?” ia menjawab, “Aku amat khuatir dan takut bila mengucapkan talbiyah, akan dikatakan kepadaku:”Kedatanganmu tak diterima!”

Salim putera Abdullah bin Umar pernah berada di dalam bangunan Ka’bah bersama dengan Hisyam bin Abdul Malik, yang ketika itu menjabat sebagai Amir (walikota Madinah). Kepada Salim, Hisyam bertanya:”Mintalah apa saja keperluanmy dariku!”

“Aku pun merasa malu meminta sesuatu dari siapa pun selain dari Allah SWT., sementara aku berada di-rumah-Nya.”

Kemudian setelah mereka berdua keluar Ka’bah, Hisyam berkata lagi: “Sekarang kita sudah berada diluar Ka’bah. Ajukanlah keperluanmu!”

“Yang anda maksud keperluan duniawi atau ukhrawi?” tanya Salim.

“Aku tidak memiliki sesuatu kecuali dunia.” Jawab Hisyam.

“Aku tidak pernah meminta dunia dari Dia yang menciptakannya; bagaimana mungkin aku memintanya dari selain-Nya?!”

Pada suatu ketika, Hasan Bin Ali (cucu Rasullulah Saw) lewat di depan Thawus yang sedang mengisi Majlis Ilmu di suatu kelompok besar di dalam masjid’l-Haram. Ia langsung mendekati Thawus dan membisikkan kepadanya, “Jika pada saat ini anda merasa bangga dengan diri anda, segeralah bangkit dan tinggalkanlah tempat ini!” Mendengar itu, Thawus pun segera bangkit dan meninggalkan majlis itu.

Wuhaib bin Ward mengisahkan: “Pada suatu malam, aku sedang melakukan tawaf di sekeliling ka’bah, ketika tiba-tiba mendengar suara yang berasal dari balik tirai penutup Ka’abah : “Aku mengeluh kepadamu, wahai Jibril, dari ucapan-ucapan sia-sia dan pengunjingan kelompok-kelompok manusia yang bertawaf di sekelilingku. Jika mereka tidak mahu berhenti dari perbuatan mereka itu, aku benar-benar akan bergetar sekeras-kerasnya, sehingga batu-batu di sekitarku akan berguguran dan kembali ke tempat asalnya.”

Diriwayatkan oleh seorang dari kalangan orang-orang soleh, “Aku pernah melihat seorang laki-laki sedang melakukan tawaf dan sa’i dikelilingi beberapa pemuda yang mengawalnya dan mendorong-dorong orang –orang yang berada di sekelilingnya. Beberapa waktu setelah itu, aku melihatnya lagi di kota Baghdad, sebagai pengemis yang meminta-minta dari para pejalan. Maka aku pun bertanya kepadanya:”Mengapa keadaan anda seperti ini?” Katanya: “Dahulu aku telah berlaku sombong di suatu tempat yang seharusnya manusia bersikap rendah hati, maka Allah telah menghinakan diriku di tempat yang biasanya orang-orang berlaku sombong”.

Seorang lainnya dari mereka menceritakan pengalamannya: “Aku pernah melihat seorang fakir di dalam Masjid’l Haram, yang tampak jelas di wajahnya tanda-tanda kesalahan, sedang duduk di atas sejadahnya. Ketika itu aku kebetulan membawa sejumlah wang, yang segera aku letakkan di atas sejadahnya sebagai sedekah, seraya berkata kepadanya: “Semoga anda bisa menggunakan ini sekadar keperluan anda”.

Tetapi ia segera berkata-kata kepadaku: “Hai, sesungguhnya aku telah membeli tempat ini hanya demi Allah semata-mata, dengan harga beribu-ribu dan kini anda hendak mengusirku dari sini?’ Bersamaan dengan ucapannya itu, ia menepiskan sejadahnya dan segera bangkit dan pergi meninggalkan tempatnya. Sungguh, tidak pernah aku melihat seseorang sedemikian mulianya ketika ia beranjak pergi. Dan tidak pernah pula ada orang yang sedemikian hinanya lebih daripada diriku sendiri ketika berusaha memungut kembali wangku yang berhamburan.”

Ibrahim Bin Ad-han mengisahkan bahawa apda suatu malam fi musim penghujan, keadaan tempat bertawaf di sekitar Ka’bah sunyi sepi dari manusia. Aku pun bertawaf seraya berdoa : “Ya Allah, berikanlah aku ‘ishmah( penjagaan penuh dari Allah Swt) agar aku tidak lagi berbuat pelanggaran terhadap-Mu!” Tiba-tiba terdengar suara berseru: “Wahai Ibrahim! Engkau meminta ‘ishmah-Ku sementara hamba-hamba-Ku seluruhnya meminta hal yang sama. Padahal, jika aku memberikannya kepada kalian semua, siapa lagi Aku akan memberikan anugerah-Ku dan kepada siapa pula akan Ku-berikan ampunan-Ku?”.

Pada suatu hari, Al-Hasan sedang berwukuf di A’rafah, di tengah terik matahari yang menyengat, ketika seorang laki-laki berkata kepadanya, “Tidakkah sebaiknya anda beralih saja ke tempat yang teduh?”. Dengan terheran-heran Al- Hassan berkata, “Apakah aku kini sedang berada di bawah terik matahari? Sungguh aku teringat satu dosa yang pernah aku lakukan, sehingga aku tidak lagi merasa kan panasnya terik matahari!” padahal, waktu itu, pakaiannya telah basah kuyup kerana peluh yang seandainya diperas, nescaya akan mengalir. Sedangkan dosa yang ia maksud itu mungkin hanya merupakan selintas fikiran yang tercetus begitu saja, yang seandainya terjadi atas orang selainnya, tentu tidak dianggapnya sebagai dosa yang sekecil apa pun. Oleh sebab itu, perhatikanlah betapa besar penghormatan dan pengagungan mereka dari kalangan salaf itu terhadap Tuhan mereka dan betapa jauhnya mereka dari perbuatan maksiat kepada-Nya!

Telah disampaikan pula kepada kami, tentang seorang dari kalangan shalihin itu, yang memungut tujuh buah batu dari padang “Arafah, kemudian meminta kesaksian dari ketujuh batu itu, bahasanya ia benar-benar telah bersaksi dengan kesaksian bahawa ‘tiada tuhan selain Allah’, Pada malam harinya, ia bermimpi seolah-olah berdiri di hadapan Allah Swt. untuk dihisab. Lalu jatuhlah vonnnis atas dirinya agar ia dibawa keneraka. Namun didalam pelaksanaannya, setiap kali ia sampai di depan salah satu pintu dari ketujuh pintu neraka itu, datanglah sebuah batu menutupi rapat-rapat pintu itu. Ia pun menyedari sepenuhnya, bahawa batu-batu itulah yang telah pernah minta kesaksiannya atas tauhidnya kepada Allah swt. Kemudian datanglah syahadat La Iiaha IllaLLah yang membuat pintu syurga terbuka lebar untuknya.

Dikisahkan dari Ali bin Al-Muwaffaq, katanya: “Pada suatu malam setelah wukuf di Arafah, aku bermimpi melihat dua malaikat turun dari langit, lalu yang satu berkata kepada temannya : “Tahukah betapa banyak orang yang telah melaksanakan ibadah haji pada tahun ini?”

“Tidak”, jawab temannya itu.

“Jumlah mereka enamratus ribu orang”.

“Lalu, tahukah berapa dari mereka yang diterima hajinya?”

“Tidak!”

“Hanya enam orang sahaja!”

Kata Ibnul-Muwaffaq selanjutnya, “Aku merasa amat sedih, dan bergumam dalam hatiku: “Di mana aku, di antara keenam orang itu?!” Namun pada malam menjelang Hari Raya Idul-Adh-ha aku bermimpi lagi, dan melihat kedua malaikat itu turun lagi. Salah satu dari keduanya bertanya kepada yang lain: “Tahukah bagaimana keputusan Tuhan kita?” “Tidak!” jawab temannya. “Sungguh Allah Swt. telah menetapkan, mengikutkan sebanyak seratus ribu orang kepada setiap orang dari keenam orang yang diterima hajinya (sehingga keseluruhan enam ratus ribu orang diterima haji mereka semuanya).” “Begitulah,” kata Ali ibn Al Muwaffaq selanjutnya, “Ketika aku terjaga, hatiku diliputi kegembiraan sedemikian rupa sehingga tak dapat kulukiskan dengan kata-kata. Dan beberapa tahun kemudian, aku berkesempatan lagi melaksanakan ibadah haji, lalu memikirkan tentang orang-orang yang tidak diterima hajinya. Maka aku pun berdoa, “Ya Allah, aku rela menghadiahkan pahala hajiku kepada siapa-siapa yang tidak Kau terima hajinya.” Pada malam itu, aku tidur dan bemimpi seakan-akan melihat Allah Swt berfirman kepadaku: ‘Hai Ali, adakah engkau hendak menjadikan dirimu lebih dermawan dari aku? Sedangkan Aku lah yang telah menciptakan para dermawan, dan Aku-lah yang paling berhak memberikan kemurahan kepada segenap penghuni alam semesta. Sungguh aku telah menyerahkan siapa-siapa yang tidak Ku-terima hajinya, kepada mereka yang Ku-terima (sehingga semua mereka diterima hajinya)!”

Demikianlah kisah-kisah dalam Penutup ini tidak terlepas kaitannya dengan wasiat-wasiat sebelumnya. Bahkan bagi seorang pembaca yang arif tentunya dapat lebih luas lagi menyimpulkan pelbagai aturan dan adab sopan santun darinya, yang kiranya patut diamalkan dalam pelbagai keadaan.

Demikian pula, di dalam membicarakan tentang kiprah para salaf dalam perjalanan hidup mereka, terdapat banyak sekali contoh da tauladan serta kepuasan tersendiri yanf dapat dirasakan oleh setiap orang yang bersuluk menuju akhirat. Sebab, mereka itu adalah sosok-sosok teladan yang patut diteladani. Disamping itu, seseorang hanya bisa menyedari tentang kekurangan-kekurangan dirinya sendiri ketika ia mengetahui tentang kesungguhan perjuangan para salaf itu dalam merintis perjalanan menuju keridhaan Allah Swt. diakhirat.

Adapun seorang yang hanya menyaksikan kiprah orang-orang pada zaman ini, yang lebih banyak diliputi berbagai kelalaian dan penyia-yiaan waktu mereka, sedikit sekali kemungkinannya untuk memperoleh pelajaran yang bermanfaat. Bahkan lebih buruk lagi mereka merasa berbangga diri atas perbuatan mereka, ataupun berperangsangka buruk terhadap para tokoh salaf itu. Kedua-dua sikap seperti itu pasti menimbulkan keburukan.

Kesimpulannya: orang yang berbahagia itu ialah yang mampu mengikuti teladan para pendahukunya yang baik-baik dan selalu menuntut dirinya sendiri agar menempuh jalan mereka yang lurus. Dang dengan ini pula, selesailah wasiat ini dengan mengucapkan syukur kepada Allah Swt. atas taufiq-Nya.

Bertakwa dan Berpegang Teguh Pada Al-Quran dan As-Sunnah

Ketahuilah bahawa wasiat yang paling bermanfaat dan paling mencakup semua aspek kehidupan dunia dan akhirat adalahw asiat Allah Swt. kepada kita, dan kepada orang-orang sebelum kita, sebagaimana tercantum dalam firman-Nya,

…..Sunguh kami telah mewasiatkan kepada orang-orang yang diberi Al-Kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu: bertakwalah kepada Allah. (QS An-Nisa’[4]” 131). Demikian pula wasiat Rasullulah Saw. Kepada para sahabatny dan umatnya iaitu berpegang teguh pada Al-Quran dan As-Sunnah.

Melaksanakan Empat Pokok Utama

Manakala hal-hal tersebut di atas telah anda ketahui, maka kini saya ingin mewasiatkan agar anda menjaga baik-baik dan melaksanakan empat dasar utama, termasuk hukum-hukumnya dan persyaratan-persyaratannya, sebab hal itu merupakan tumpuan dari segalanya, yang apabila sudah benar pada permulaannya akan membuahkan kebenaran juga pada akhirnya.

Pertama: Memelihara kewajiban-kewajiban, baik yang bersifat batiniah, seperti ikhlas, yakni pemusatan arah dan tujuan bagi Allah saja, Tuhan Yang Maha Esa Yang Tiada sekutu bagi-Nya, ataupun yang bersifat lahiriah, seperti shalat, yakni berdiri dengan khusyu’ mengadap Allah Swt. Yang Maha Kuasa lagi Maha Mengetahui.

Kedua: Meninggalkan semua maksiat (pelanggaran) baik yang bersifat batiniah seperti mengikuti ajakan hawa nafsu ataupun yang bersifat lahiriahl seperti ikut berdesak-desakan bersama kebanyakan manusia zaman ini, dalam upaya memperebutkan bangkai dunia.

Ketiga : Tidak bersikap sangat menginginkan sesuatu atau menunjukkan kebutuhan kepada sesuatu selain kepada Allah Swt. saja, disamping tidak merendahkan diri di hadapan siapa pun selain di hadapan Allah Swt.

Keempat:bertawakal sepenuhnya dan hanya bergantung kepada Allah Swt. dalam setiap urusan, disamping merasa tercukupi oleh-Nya saja,seraya senantiasa ber-istighfar dab ber isti’anah (meminta pertolongan) kepada-Nya, baik secara terbuka (yakni ketika bersama orang lain) maupun tertutup (yakni ketika berada sendirian).

Perkukuhlah keempat pokok utama tersebut dalam diri anda, kemudina tambahkanlah lagi dengan empat hal lainnya:

Pertama: Kesungguhan dalam melakukan sesuatu, yakni berdaya upaya sejauh kemampuan demi mencapai kedekatan kepada (Allah Swt) Sang Kekasih.

Kedua: Ketulusan, yakni terpusatnya seluruh potensi batiniah dan lahiriah demi meraih sesuatu yang didambakan.

Ketiga:Kesabaran, yakni pemantapan diri untuk senantiasa bersungguh-sungguh dan bersikap tulus dalam menghadapi segala rintangan.

Keempat: Kekuatan dan ketinggian himmah (tekad), yakni tidak merasa puas selain dengan pengorbanan dan peluruhan diri secara tuntas dan sempurna dalam (mencari keridhaan) Allah Swt. seraya meniadakan keinginan atau kebutuhan apa pun kepada makhluk.

Dalam kaitannya dengan makna-makna di atas, alangkah indahnya ungkapan Asy-Syaikh Umar bin Al-faridh dalam syairnya:

Kuwakafkan baginya seluruh cinta dan pengorbananku

Walau takkan puas diriku sebelum benar-benar luruh di dalam dirinya

Pabila selain aku cukup puas dengan bayang-bayang khayalnya

Namun aku takkan puas bahkan dengan (hanya) berhubungan dengannya


Kemudian, sempurnakanlah keempat pokok utama di atas, dan lengkapilah dengan empat lainnya :

Pertama, membaca Al-Quran dengan sungguh-sungguh ber-tadabbur (merenungi maknanya).

Kedua, sering-sering berzikir kepada Allah dengan kehadiran hati.

Ketiga, berdiri dihadapan Allah (bertahajud) dalam kesunyian malam

Keempat, bersahabat dengan orang yang mampu menunjukkan bagimu jalan menuju Allah, atau membantumu dan menguatkan hatimu dalam melaksanakan bakti dan taat kepada-Nya.


Menghindari Persahabatan Dengan Orang-Orang yang Buruk Akhlaknya

Hendaklah anda menghindari persahabatan dengan orang yang dapat membuat anda menjauh dari Allah swt. Dan dari perbuatan ketaatan kepada-Nya. Atau yang mengajakmu melanggar perintah-Nya. Atau yang membuat anda lupa berzzikir (mengingat Allah dan mengucapkan nama-Nya), baik yang ia lakukan dengan ungkapan yang terang-terangan ataupun yang tersembunyi.

Menghindar dari ajakan yang melalui ucapan terang-terangan tentunya sudah jelas bagi anda. Sedangkan menghindar dari ajakan yang halus tersembunyi ialah dengan menyedari bahawa tidak sekali pun anda duduk-duduk bersama seseorang yang menyembunyikan di dalam hatinya niatan untuk meninggalkan pelbagai ketaatan kepada Allah, atau yang terus-menerus melakukan pelbagai pelanggaran terhadap perintah-perintah-Nya, kecuali akan mengalir pula dari hatinya ke dalam hati anda, suatu perasaan persetujuan – walau hanya sedikit – atas sikap dari perilakunya itu.

Maka hendaklah anda, pada zaman seperti sekarang ini, tidak memilih duduk berbincang-bincang bersama seseorang, kecuali jika anda merasa yakin dapat memperoleh menfaat darinya, di bidang agama anda. Misalnya, dengan duduk bersamanya, anda akan bertambah kesedaran akan pentingnya jalan yang anda tempuh atau anda bertambah semangat dalam upaya meraih idaman anda atau anda sendiri justeru dapat memberinya manfaat dalam agama0nya. Namun, semua itu tidak boleh dilakukan kecuali setelah anda benar-benar yakin akan keselamatan diri anda sendiri. Camkanlah baik-baik hal ini!

Berhati- hati dan Bersikap Waspada Dalam Pergaulan

Ada tiga motivasi yang dapat memaksa seorang murid (yakni yang hendak bersuluk atau menempuh ‘jalan akhirat’) di suatu saat, untuk bercampur gaul dengan sebahagian masyarakat.

Pertama, kerana memang diwajibkan (ataupun dianjurkan) oleh syariat, misalnya dalam kaitannya dengan anggota keluarga yang dekat.

Kedua, kerana memerlukan sesuatu dalam urusan agama maupun dunianya yang tidak dapat terpenuhi kecuali dengan bergaul dengan mereka.

Ketiga, adakalanya seorang murid merasa sumpek atau kesepian dalam kesendiriannya atau timbul perasaan jenuh yang menghinggapi hatinya setelah lama ber-tawajjuh(mengkonsentrasikan diri dalam beribadat). Perasaan seperti itu sudah merupakan bagian dari tabiat mnausia dan tidak mungkin terhapus atau hilang sama sekali kecuali dengan melakukan pergaulan dengan orang-orang tertentu. Dan yang demikian itu bahkan termasuk salah satu kiat untuk menenangkan jiwa atau menimbulkan kembali semangat yang sudah mulai pudar, sebagaimana diriwayatkan berkenaan dengan beberapa orang sahabat Nabi Saw.

Oleh sebab itu, seandainya anda pada suatu saat memang memerlukan hiburan atau penyegaran separti itu, hendaklah pertama-tama membaikkan niat anda, dan mencari tahu – atau paling sedikit,memperkirakan – akan keselamatan agama anda ketika bergaul dengan mereka itu. Selanjutnya, seandainya ada suatu pelanggaran (maksiat) yang dilakukan di hadapan anda, maka bertindaklah segera untuk melakukan teguran. Dan apabila teguran anda itu tidak didengarkan dan tidak pula dihiraukan, maka selamatkanlah dirimu dan larilah jauh-jauh demi menyelamatkan agamamu.

Berserah Diri Sepenuhnya Kepada Allah Swt.

Hendaklah anda senantiasa berserah diri sepenuhnya kepada Allah swt., seraya meyakini bahwa tiada daya dan tiada kekuatan kecuali dengan perkenan-Nya. Dan seandainya pada suatu saat anda merasa gelisah, atau sumpek, atau dada terasa sempit kerana diliputi kecemasan, maka perbanyakkanlah membaca:

(Tiada daya dan tiada kekuatan kecuali dengan perkenan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung).

Itulah ubat penawar yang sangat bermanfaat dan sangat manjur bagi semua penyakit yang seperti itu.

Perbanyakkan pula doa yang diucapkan oleh Dzu’n-Nun (a.s) sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran:

(Tiada Tuhan melainkan Engkau;Maha Suci Engkau, sungguh aku [sebelum ini] termasuk orang-orang zalim)

Mencurigai Diri Sendiri dan Menuntutnya Agar menjadi Lebih Baik

Hendaklah anda selalu mencurigai diri anda sendiri (atau menujukan tuduhan kepadanya) di setiap saat, baik ia dalam keadaan pauh ataupun dalam keadaan menentang. Jangan sekali-kali merasakan kepuasan berkaitan dengannya sebab barang siapa puas dengan dirinya sendiri, akan menjerumuskannya ke dalam kebinasaan. Tuntutlah ia agar selalu tunduk patuh kepada Tuhannya, dan sadarkalah ia selalu akan pelbagai kekurangannya dalam menunaikan kewajipan terhadap-Nya, betapa pun anda merasa telah melakukan upaya maksimal ke arah itu. Sebab, sungguh amat besar hak Tuhanmu atasnya.

Mensyukuri Kurnia-kurnia Allah

Hendaklah anda selalu mengingat nikmat kurnia Allah- yang bersifat lahiriah maupun batiniah dan yang ebrkaitan dengan urusan agama maupun dunia- yang dilimpahkan kepada anda. Perbanyakkan syukurmu itu dalam setiap kesempatan dengan hatimu maupun melalui ucapanmu.

Ungkapan syukur dengan hatia adalah dengan menyedari bahawa setiap nikmat yang diperolehnya adalah dari Allah Swt. Dan bahwa kegembiraannya ketika menerima suatu kenikmatan adalah disebabkan hal itu merupakan salah satu wasilah (sarana) untuk pendekatan diri kepada-Nya.

Adapun ungkapan syukur melalui lisan adalah dengan memperbanyakkan puji-pujian kepada Allah Swt., Sang Pelimpah kenikmatan. Sedangkan yang melalui anggota-anggota tubuh lainnya adalah dengan mengarahkan semua kenikmatan itu untuk dijadikan sarana mencari keredhaan Allah Swt., disamping menggunakannya sebagai alat bantu dalam melaksanakan perintah-perintah-Nya.

Source : www.alhawi.net

Jumat, 12 Februari 2010

Indonesia Bisa Jadi Negara Besar ke-7


Mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohammad mengakui Indonesia bisa menjadi negara besar ke-7 di dunia tergantung pendekatan pemerintah terhadap rakyatnya.

"Itu karena Indonesia telah ditopang dengan kekayaan sumber alam, jumlah rakyat yang besar dan berpendidikan. Tinggal bagaimana pendekatan pemerintah terhadap rakyatnya," katanya di Kuala Lumpur, Kamis (11/2).

Mahatir melansir pernyataannya menanggapi pernyataan dosen Universitas Nasional Singapura Nasir Tamara bahwa Indonesia suatu saat akan menjadi negara besar ke-7 di dunia, apalagi saat ini sudah masuk negara-negara G20.

Dalam acara "Leader Talk: Sustainability of Thinking Paradigm Towards National Perception Development" yang diadakan oleh PPI (Persatuan Pelajar Indonesia) di Malaysia bersama KBRI, ia mencontohkan Jepang yang tidak punya sumber daya alam tapi menjadi negara makmur karena pendekatan pemerintah terhadap rakyatnya tepat.

Menurut Mahathir, yang paling penting pemimpin harus mencintai bangsa dan negaranya. "Bukan membangun rumah besar dan kekayaan menumpuk yang sudah tentu akan menyingkirkan kepentingan rakyatnya," kata mantan pemimpin Malaysia selama 22 tahun itu.

Lain halnya dengan Nasir Tamara. Ia menilai Indonesia bisa menjadi negara besar ke-7 di dunia asalkan mempertahankan demokrasi saat ini, tidak ada kudeta atau pergantian kepemimpinan harus melalui pemilu, kebijakan publik yang tepat, dan pergaulan internasional yang bagus.

"Kami telah melakukan riset dan hasilnya Indonesia telah bangkit dan akan menjadi negara besar ke-7 asalkan tidak ada perang saudara dan kudeta. Demokrasi saat ini telah menempatkan Indonesia berada di jalur yang tepat (on the track) menuju tahap kemamkmuran dan kemajuan ekonomi, tapi perlu waktu," katanya. (min)

Source : NU Online

Mengenal Darah Istihadhah I




Istihadhah menurut bahasa artinya mengalir. Sedangkan menurut aspek syara’ adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita yang tidak menetapi syarat-syaratnya haidl dan nifas. Wanita yang mengalami istihadloh dina-makan mustahadlah. Dilihat dari warna dan sifatnya darah, antara darah haidl dan isti-hadloh itu tidak jauh berbeda, di antara kedua banyak kesamaannya. Namun, jika dilihat dari sudut pandang hukum, terdapat perbedaan yang mencolok. Bagi wanita yang sedang mengeluarkan darah, jika berdasarkan warna, sifat, masa keluar, dan lain sebagainya diyakini sebagai darah haidl, maka pada saat itu ia wajib menjauhi hal-hal yang diharamkan bagi wanita haidl, meski pada akhirnya darah itu belum tentu darah haidl. Sebaliknya, apabila ber-dasarkan warna, sifat, masa keluar dan lain-lain diyakini sebagai darah istihadloh, maka dia tetap wajib menjalankan ibadah sebagaimana biasanya. Darah itu dihukumi istihadlah di antaranya jika ada salah satu kriteria berikut ini:

1. Darah yang keluar dari wanita yang belum mencapai umur 9 tahun Hijriyyah kurang 16 hari.
2. Darah yang masa keluarnya tidak mencapai 24 jam.
3. Darah yang masa keluarnya lebih dari 15 hari (15 malam).
4. Darah yang masa keluarnya lebih dari 60 hari (60 malam), khusus nifas.
5. Darah yang keluar pada saat akan melahirkan atau bersamaan dengan kelahirannya bayi, jika tidak bersam-bung dengan haidl sebelumnya.

Darah yang keluarnya lebih dari 15 hari (15 malam) itu dinamakan darah istihadloh. Namun, bukan berarti jika keluar darah lebih dari 15 hari, maka yang 15 hari (15 malam) haidl dan sisanya darah istihadloh, sebagaimana yang banyak dipahami oleh orang-orang pada masa kini. Pemahaman seperti itu jelas tidak berdasar dan hanya mencari mudahnya saja. Dalam menentukan status darah terdapat beberapa syarat dan ketentuan yang telah dijelaskan dalam kitab-kitab fiqh klasik. Selain itu untuk menentukan status darah haidl atau istihadlah dibutuhkan kemampuan untuk mengetahui tingkatan darah.

Warna dan Sifat Darah
Sebagai langkah awal untuk membedakan antara darah haidl dan darah istihadlah adalah memahami warna dan sifatnya darah haidl. Warna darah haidl itu ada 5 macam :
1. Hitam.
2. Merah.
3. Merah kekuning-kuningan (antara war-na merah dan kuning).
4. Kuning.
5. Keruh (antara warna kuning dan putih).

Sedangkan sifat-sifat darah haidl adalah:
1. Kental atau cair.
2. Berbau busuk (anyir) atau tidak berbau.
Darah yang keluar dari wanita yang mengalami istihadlah (mustahadlah) adakalanya terbagi menjadi 2 tingkatan, yaitu darah kuat (qowie) dan darah lemah (dlo’if). Dan adakalanya terbagi menjadi 3 tingkatan, yaitu darah kuat, darah lemah, dan darah lebih lemah (adl’af). Yang dimaksud dengan darah kuat adalah darah yang warna dan sifat kuat yang dimiliki lebih banyak dibanding dengan yang lain (darah lemah atau lebih lemah).

Ditinjau dari segi warnanya darah, darah warna hitam lebih kuat dari darah warna merah. Darah Merah lebih kuat dibanding merah kekuning- kuningan. Merah kekuning-kuningan lebih kuat disbanding kuning. Warna kuning lebih kuat dibanding warna keruh. Dan jika ditinjau dari sifatnya darah, sifat kental itu lebih kuat dari sifat cair, dan sifat berbau busuk itu lebih kuat dari sifat tidak berbau. Apabila darah pertama dan kedua sama kuatnya (memiliki warna atau sifat yang sama kuatnya), maka darah yang keluar terlebih dahulu yang dihukumi Haidl.Jika misalnya seorang wanita mengeluarkan darah yang masa keluarnya lebih dari 15 hari dan darah bisa dibedakan (antara kuat dan lemah) dan menetapi syarat- syaratnya, maka yang dihukumi darah haidl adalah darah kuat saja. Sedangkan darah lemah dihukumi sebagai darah istihadloh. Perhatikan contoh-contoh berikut:

1. Seorang wanita (baik pernah haidl maupun belum pernah) mengeluarkan darah sebagai berikut:
Darah warna hitam, kental, berbau. = 10 hr.
Darah warna merah, kental, berbau = 20 hr.
Maka 10 hari pertama hukumnya haidl, karena mempunyai sifat kuat lebih banyak (3 sifat) dibanding dengan darah setelahnya yang mempunyai 2 sifat kuat. Dan 20 hari selan-jutnya dihukumi darah istihadloh.

2. Seorang wanita (baik pernah menga-lami haidl maupun belum pernah) mengeluarkan darah sebagai berikut:
Darah warna kuning, cair, berbau .. = 10 hr.
Darah warna keruh, cair, berbau …. = 15 hr.
Maka 10 hari pertama hukumnya haidl, karena mempunyai sifat kuat lebih banyak (2 sifat) jika dibanding dengan darah setelahnya yang hanya mempunyai 1 sifat kuat. Dan 15 hari terakhir hukumnya istihadlah.

3. Seorang wanita (baik pernah menga-lami haidl maupun belum pernah) mengeluarkan darah sebagai berikut :

Hitam, kental, tidak berbau ………..= 10 hari
Merah, kental, berbau………………. = 15 hari
Meskipun keduanya memiliki kekuatan yang sama (sama-sama memiliki 2 sifat kuat), namun darah yang pertama yang keluar lebih dahulu yang dinamakan darah kuat, aka 10 hari pertama hukumnya darah haidl dan 15 hari selanjutnya hukumnya, istihadloh.

4. Seorang wanita (pernah mengalami haidl maupun belum pernah) menge-luarkan darah sebagai berikut:
Merah kekuning-kuningan, kental, tidak berbau…………………………………….. = 15 hari
Kuning, cair, berbau……….……= 15 hari
Maka 15 hari pertama hukumnya darah haidl (darah kuat) dan 15 hari selanjutnya hukumnya istihadloh (darah lemah).

Penggunaan istilah darah kuat, darah lemah dan darah lebih lemah itu hanya berlaku pada masalah istihadloh (darah yang lebih dari 15 hari 15 malam). Sedangkan bagi wanita yang tidak mengalami istihadloh (darah tidak lebih dari 15 hari 15 malam), maka tidak berlaku lagi istilah kuat, lemah atau lebih lemah, arena dalam kondisi seperti ini semua darah baik berwarna-warni dan beragam sifatnya itu semua dinamakan darah haidl.

Source : www.langitan.net