Berdzikir dengan Benar
Dzikr (menyebut nama Allah ta’ala) yang dinyatakan dalam al-Qur’an dan hadits sebagai perbuatan yang mulia adalah dzikr yang diajarkan oleh Rasulullah dan diriwayatkan dari beliau secara mutawatir atau shahih. Bahwasanya Rasulullah adalah orang yang paling fasih dan paling tinggi tingkat kebalagh-ahannya
di antara orang-orang Arab, adalah suatu hal tak dapat dipungkiri.
Begitu juga para sahabat yang secara langsung menimba ilmu dari
Rasulullah, mereka semua termasuk orang-orang yang memiliki tingkat kefasihan dan kebalagh-ahan yang tinggi, dari sini dapat disimpulkan bahwasanya al-Qur’an dan Sunnah sampai kepada kita secara mutawatir dan shahih dengan kondisi aslinya sebagaimana kita dapati saat ini; dimana di dalamnya terdapat madd, qashr, tafkhim, tarqiq, idgham, fakk dan sebagainya.
Minggu, 14 Oktober 2012
Dzikr adalah
lafazh yang menunjukkan tentang dzat Allah dan sifat-sifat-Nya, baik
diperoleh dari al-Qur’an maupun hadits -sebagaimana yang kita ketahui
bersama- atau dari selain keduanya, tapi tidak boleh semaunya sendiri.
Di antara dzikr-dzikr yang diambil dari al-Qur’an seperti firman Allah:
فاعلم أنه لا إله إلا الله
Dan dari hadits seperti sabda Rasulullah:
أفضل ما قلت أنا والنبييون من قبلي لا إله إلا الله
Juga seperti kalimat:
الله الله ربي
contoh-contoh dzikr di atas diperoleh dari Rasulullah dengan tata cara bacaan sebagaimana diajarkan oleh para ulama dan para ahli qira’ah; yaitu dengan memanjangkan لا dan meringankan bacaan hamzahnya; memendekkan bacaan hamzah, memanjangkan لا dan memendekkan ha’ serta menyambungnya dengan huruf istitsna’ (إلا ); menyambung huruf istitsna’ dengan lafazh الله dengan menipiskan lamnya; membuang hamzah dari lafazh الله , menebalkan lamnya dan memanjangkan bacaan lam tersebut, memendekkan ha’ atau mensukunkannya. Kalu lafazh الله dibaca di permulaan, maka hamzahnya dinampakkan dan selanjutnya seperti yang telah dijelaskan. Begitu juga nama-nama yang lain, semuanya bisa dijadikan dzikr sebagaimana yang disampaikan oleh Rasululla, seperti الرحمن , الرحيم (dengan dipanjangkan bacaannya) atau الحي (dengan dipendekkan bacaannya).
Inilah yang sesuai dengan kaidah bahasa Arab yang mana Rasulullah adalah orang yang paling fasih
dalam mengucapkannya. Oleh karena itu segala apa yang bertentangan
dengan ini semua seperti yang terdapat dalam pertanyaan atau yang tidak
pernah didengar sebelumnya, bahkan yang sengaja dibuat-buat oleh setan
yang kemudian disampaikan kepada pengikut-pengikutnya yang sesat, semua
itu bukanlah dzikr, tetapi hanyalah kemunkaran dan kerusakan,
dan haram hukumnya untuk diucapkan, karena terdapat pengubahan dan
pelecehan terhadap nama-nama Allah, menamakan Allah dengan nama-nama
yang tidak terdapat dalam al-Qur’an atau hadits dan tidak disepakati
oleh para ulama, serta tidak menunjukkan pada pengagungan dan
penghormatan, itu semua hanyalah bertujuan untuk merendahkan dan
menghina Allah ta’ala.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أصدق الحديث كتاب الله تعالى، وخير الهدي هدى محمد r ، وشر الأمور محدثاتها، وكل محدثة بدعة، وكل بدعة ضلالة، وكل ضلالة في النار
Maknanya: “
Beliau juga bersabda:
من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد
Maknanya: “
Dari situ, maka wajib
hukumnya mengingkari dan melarang mereka baik dengan tindakan bagi siapa
saja yang mampu, atau dengan nasehat jika tidak mampu dengan tindakan,
atau setidaknya dengan mengingkarinya dalam hati. Tidak boleh menghadiri
majlis-majlis mereka atau mendengrkan ajaran mereka, karena
sesungguhnya dengan kemaksiatan yang mereka perbuat, mereka seharusnya
mendapatkan hukuman, sementara menyetujui dan ridlo dengan apa yang mereka perbuat berarti sama saja dengan mereka yang mendapatkan murka dari Allah ta’ala.
al-Amir berkata dalam risalahnya yang berjudul (Nataij al-fikr fi adab adz-dzikr):
“Huruf لا (huruf nafi) pada لا إله إلا الله harus dibaca panjang minimal tiga harakat (menurut bacaan yang paling fasih), karena bertemu dengan hamzah pada lafazh إله
, boleh juga dipanjangkan sampai maksimal enam harakat, ini juga sesuai
dengan riwayat yang mutawatir, yang dikenal di kalangan ahli qira’ah
dengan “mad munfashil”. Lain halnya dengan لا pada lafazh jalalah (الله
), tidak boleh dipanjangkan melebihi dua harakat (mad thabi’i, yaitu
yang sesuai dengan keaslian hurufnya). Adapun jika lafazh jalalah
tersebut bersambung dengan lafazh lain seperti:
لا إله إلا الله محمد رسول الله
Atau ketika dibaca berulang ulang
secara bersambung tanpa berhenti, maka tidak boleh dipanjangkan lebih
dari dua harakat. Kecuali kalau ha’-nya diwaqafkan (disukun), maka boleh
dipanjangkan sampai enam harakat, ini sesuai dengan riwayat yang
mutawatir. Sebagian ulama menyatakan bahwasanya lafazh jalalah kalau
diucapkan pada takbirat al-Ihram, tidak apa-apa dipanjangkan sampai
empat belas harakat dengan tujuan untuk lebih mengagungkan Allah atau
untuk menghadirkan niat shalat, ini adalah bacaan yang paling panjang
yang dijelaskan oleh para ulama ahli qira’ah, meskipun termasuk pendapat
yang syadz.
“Semua kalimat tauhid harus dibaca tipis (tarqiq), kecuali lafazh jalalah (harus di tebalkan [tafkhim])”.
“Para ulama memberikan larangan bagi siapa saja yang membaca لا إله إلا الله untuk berhenti pada bacaan ,لا إله karena mengandung arti ta’thil (menafikan keberadaan Allah), dan harus disambung secepatnya dengan lafazh selanjutnya yaitu: إلا الله (dengan
huruf istitsna, yang berfaedah untuk itsbat). Berbeda dengan apa yang
kita dengar dari sebagian orang-orang bodoh yang mengaku-ngaku sufi yang
biasanya kalimat tahlil ini dengan bermacam-macam bentuk; ada yang
mengucapkan لا dengan ditebalkan dan agak condong ke
bibir, sehingga seperti bunyi huruf “wawu”, sebaliknya ada yang lebih
condong ke lidah bagian tengah dan atas sehingga seperti bunyi “ya”; ada
juga diantara mereka yang mengganti “hamzah”pada إله dengan
“ya” atau mengenyangkan “hamzah” tersebut sehingga timbul bunyi “ya”
setelahnya; ada juga yang menambah panjang bacaan “alif” pada إله lebih
dari mad thabi’i (2 harakat) atau berhenti sejenak pada bacaan “alif”
tersebut; ada juga yang mengenyangkan bacaan “hamzah” pada إلا sehingga
menimbulkan bunyi “ya”, atau memunculkan bacaan “alif” (sedangkan hal
ini termasuk “lahn” (kesalahan)) padahal “alif” tersebut seharusnya
dibuang karena ada dua sukun yang bertemu. Mereka dengan seenaknya
sendiri memanjangkan, memunculkan dan membuat-buat bacaan sendiri dengan
berbagai macam bentuk, diantara mereka ada yang memanjangkan bacaan
“ha” pada إله sehinga timbul bunyi “alif” setelahnya, dan sebagian yang lain memunculkan bacaan “hamzah” pada lafazh الله dan
memanjangkannya sehingga seperti “hamzah istifham”, dan lain
sebagainya. Ini semua bertentangan dan menyalahi apa yang diajarakan
oleh Rasulullah. Bahkan kadang-kadang mereka mengira bahwasanya mereka
nggak sadar, lalu memakan sebagian huruf-huruf pada kalimat tersebut dan
mengubahnya, sehingga yang terdengar dari mulut mereka hanyalah
bunyi-bunyi yang polos atau bunyi-bunyi yang menyerupai teriakan kuda
dan kicauan burung -naudzu billahi min dzalik -. Semoga Allah memberikan
rahmat-Nya kepada al-Ahdlory yang telah berkata dalam sya’irnya:
وينبحون النبح كالكلاب # طريقهم ليست على الصواب
وليس فيهم من فتى مطيع # فلعنة الله على الجميع
“Orang-orang itu sedang menggonggong seperti anjing, jalan yang mereka tempuh tidaklah benar”
“dan di antara mereka tak ada satupun pemuda yang ta’at, semoga Allah melaknati mereka semua”
“Memang kita mengakaui
bahwasanya segala perkataan yang keluar dari mulutnya itu bisa saja
terjadi dengan tanpa ia sengaja dan tanpa ia sadari, dan kalau memang
benar seperti itu maka tidak mengapa. Namun yang kita bicarakan di sini
adalah mereka yang dengan sengaca mengucapkan suara-suara tersebut,
sementara dalam kondisi normal dan sadar mereka tetap tidak bisa
terlepas dari hukum taklif. Dikhawatirkan kalau mereka benar-benar
mengubah nama-nama Allah dan menyelewengkan dzikr-dzikr, mereka akan
selalu menyebut dan membacanya, namun yang mereka baca itu tidak
bermanfaat sama sekali bagi mereka, bahkan sebaliknya semuanya itu akan
melaknat mereka sendiri. Hal ini sesuai dengan yang diberitakan oleh
Rasulullah:
رب قارئ للقرآن والقرآن يلعنه
Posted by M. Nafi'ul Ilmi Alfaroby at 13.48
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar