Minggu, 31 Januari 2010

Dahsyatnya Shalawat Nabi


Shalawat Nabi SAW dipercaya telah menjadi syafaat, rahmat, berkah, dan obat yang orisinil untuk menyelamatkan kehidupan seseorang baik di dunia maupun di akhirat. Bahkan kerap kali shalawat ini memutarbalikkan sebuah fakta inderawi. Berikut beberpa buah kisah yang bertutur tentang keajaiban shalawat.

SEORANG SUFI DAN PENJAHAT

Konon seorang sufi menceritakan pengalaman hidupnya tentang keajaiban dari shalawat Nabi SAW. Ia menuturkan bahwa ada seorang penjahat yang sangat melampaui batas yang kehidupannya hanya diisi dengan perbuatan-perbuatan maksiat. Demikian tenggelamnya penjahat itu ke dalam lumpur kemaksiatan seperti kebiasaan mabuk-mabukan, ia tidak bisa lagi membedakan mana hari kemarin, hari ini, dan hari esok. Sang sufi lalu menasehati sang penjahat agar ia tidak mengulangi lagi kedurhakaannya, dan segera bertobat pada Allah SWT. Namun demikian, penjahat tetaplah penjahat, nasehat sang sufi tidaklah digubrisnya. Ia tetap bersikeras untuk melakukan perbuatan-perbuatan bejatnya sampai sang ajal datang menjemputnya. Sang penjahat, menurut sufi, benar-benar yang bernasib tidak baik karena ia tidak sempat mengubah haluan hidupnya yang hina dan bahkan tidak sempat bertobat. Secara logis, sang sufi mengatakan bahwa si penjahat akan dijebloskan Allah SWT ke dalam azab neraka. Namun apa yang terjadi?

Pada suatu malam, sang sufi bermimpi, ia melihat sang penjahat menempati posisi yang amat tinggi dan mulia dengan memakai pakaian surga yang hijau yang merupakan pakaian kemuliaan dan kebesaran. Sang sufi pun terheran-heran dan bertanya pada sang penjahat, “Apakah gerangan yang menyebabkanmumendapatkan martabat setinggi ini?” Sang penjahat menjawab, “Wahai sang sufi, ketika aku hadir di suatu majelis yang sedang melakukan dzikir, aku mendengarkan orang yang alim yang ada disitu berkata, “Barangsiapa yang bershalawat atas Nabi Muhammad SAW niscaya menjadi wajib baginya mendapatkan surga.” Kemudian sang alim itu mengangkatkan suaranya demi membacakan shalawat atas Nabi SAW dan aku pun beserta orang-orang yang hadir disekitarnya mengangkat suara untuk melakukan hal yang sama. Maka, pada saat itulah, aku dan kami semua diampuni dan dirahmati oleh Allah SWT Yang Maha Pemurah terhadap nikmatNya.

SEORANG IBU DAN ANAKNYA

Dikisahkan pula bahwasanya ada seorang wanita yang memiliki anak yang sangat jahat dan hari-harinya pun dilalui dengan lumuran dosa. Si ibu yang merupakan sosok wanita shalihah yang menyadari anaknya seperti itu, tentu saja menyuruh si anak untuk meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruknya dan kemudian berbuat kebajikan serta tidak berpindah lagi kepada kebiasaan buruknya tersebut. Tetapi, anaknya tetap membandel, ia tidak mau berpindah dari kelakuan jahatnya yang telah dilakukannya selama ini. Perbuatan maksiat itu terus dilakukannya sampai ia menemui ajalnya. Maka bersedihlah sang ibu demi melihat anaknya yang mati tanpa tobat, dimana ia tidak melihat satu sisi pun dari kehidupan anaknya yang akan menyelamatkannya di hadapan Tuhan Penguasa Akhirat. Sang ibu tampaknya pasrah dengan nasib buruk yang akan dialami oleh sang anak di dalam kubur dan lebih-lebih di neraka.

Di suatu malam, ketika wanita itu tertidur, ia bermimpi tentang anaknya disiksa oleh malaikat penjaga kubur di dalam kuburnya. Akibatnya, semakin bertambah kedukaan sang ibu tersebut manakala bayangannya selama ini dilihatnya secara langsung sekali pun hanya dalam mimpi. Tetapi benarkah sang anak disiksa? Ternyata, ketika sang ibu memimpikan lagi anaknya di lain kesempatan, ia melihat anaknya dalam rupa dan kondisi yang sebaliknya dalam mimpi sebelumnya. Ia melihat anaknya saat itu diperlakukan dengan perlakuan yang sangat elok, yang berada dalam keadaan suka dan bahagia. Sehingga, ibunya pun terheran-heran dan bertanya pada sang anak, “Apa gerangan yang membuatmu bisa diperlakukan seperti ini, padahal dulu semasa engkau hidup engkau penuh dengan lumuran dosa?” Sang anak menjawab, “Wahai ibunda, di suatu ketika telah lewat di hadapanku sekelompok orang yang sedang mengusung jenazah yang hendak dikuburkan.

Mayat itu kukenal, dan ia semasa hidupnya ternyata lebih jahat daripada diriku. Kemudian aku ikut mengiringi pemakamanny, dan disana aku sempat menyaksikan makam-makam lainnya. Ketika itulah aku berpikir bahwa laki-laki sial itu sudah pasti ditimpa oleh huru-hara akhirat akibat perbuatan maksiatnya. Secara tidak sadar aku menangis dan membayangkan kalau diriku juga bakal ditimpa peristiwa yang mengerikan yang sama. Pada saat itulah aku menyesali segala kesalahan dan dosa yang telah kuperbuat, dan bertobat dengan sebenar-benarnya tobat di hadapan Ilahi.

Kemudian, aku membaca Al-quran dan shalawat Nabi SAW sebanyak sepuluh kali dan membacakan shalawat kesebelas kalinya dan pahalanya kuhadiahkan kepad ahli kubur yang naas tersebut, sehingga disitulah Allah SWT menunjukkan kemahapengampunanNya. Dia mengampuni dosa-dosaku. Jadi apa yang telah engkau lihat wahai ibunda, itulah nikmat yang telah diberikan Allah SWT atasku. Ketahuilah ibunda, bahwa shalawat atas Nabi SAW itu menjadi cahaya di dalam kuburku, menghapuskan dosa-dosaku dan menjadi rahmat bagi orang-orang yang hidup maupun yang sudah meninggal.”

SEORANG MUSAFIR DAN AYAHNYA

Dalam kisah lain, juga diriwayatkan tentang seorang musafir bersama ayahnya. Sang musafir mengisahkan bahwa di suatu ketika di suatu negeri, ayahnya meninggal dunia sehingga wajah dan sekujur tubuhnya menjadi hitam dan perutnya membusung. Sang musafir lalu mengucapkan “La haula wala quwwata illa billahil aliyyil azhim (Tiada daya dan kekuatan kecuali Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung).

Ayah sang musafir tersebut mati dalam kedukaan, dan hal ini diumpamakan dengan kelakuan sang ayah ketika ia masih hidup. Pada saat itulah sang musafir merasakan beban teramat berat menimpanya karena mendapatkan ayahnya mati dalam kondisi seperti itu. Tetapi, ketika ia terlelap tertidur, ia bermimpi bahwa seorang laki-laki yang sangat tampan dan tubuhnya dipenuhi bulu halus datang kepada ayahnya dan menyapu wajah dan tubuh ayahnya tersebut dengan tangannya sehingga jasad sang ayah menjadi putih kembali, bahkan lebih bagus daripada bentuknya semula dan berseri-seri dengan cahaya.

Melihat perlakuan baik lelaki ini terhadap ayahnya sng musafir takjub dan kemudian bertanya, “Siapakah Anda, yang telah menyampaikan karunia Ilahi atas ayahku?” Laki-laki itu menjawab, “Aku adalah Rasulullah. Ayahmu termasuk dianatara orang-orang yang memperbanyak bershalawat atasku. Maka, tatkala ia berhasil melakukannya aku pun datang untuk membersihkannya.” Kemudian sang musafir merasa sangat berbahagia. Ia melihat pancaran dan cahaya keputihan itu ada pada ayahnya. Dia mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT mengangungkan dan menanamkanNya didalam hatinya serta bershalawat kepada Nabi SAW.

UNTA MENJADI SAKSI BAGI ORANG YANG DIFITNAH

Pada masa permulaan Islam, ada seorang muslim yang difitnah telah mencuri seekor unta. Pemfitnahnya mengajukan saksi-saksi palsu, yakni orang-orang munafik yang tidak segan untuk bersumpah palsu. Maka, orang yang seyogyanya tak bersalah itu diputus oleh hakim sebagai pencuri.

Menurut hukum Islam, seorang pencuri harus dihukum potong tangan. Lalu, orang mukmin yang malang ini pun berdoa, “Tuhanku, Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu. Mereka telah memfitnahku. Aku tidak mencuri unta itu. Engkau Mahatahu, selamatkanlah aku dari kehinaan ini, karena aku telah bershalawat pada Nabi paling mulia. Engkau Mahakuasa, izinkanlah unta itu berbicara. Jadikanlah ia sebagai saksiku.” Setelah berdoa demikian, dia mendesah keras, dan rahmat Allah SWT pun meliputi dirinya. Tak sulit bagi Sang Mahaperkasa dan Mahakuasa untuk membuat unta tersebut dapat berbicara dengan bahasa manusia. Hewan ini berkata, “ Ya, Rasulullah, aku milik orang beriman ini. Orang-orang itu adalah saksi palsu dan si pemfitnah telah membuat tuduhan palsu terhadap orang mukmin sejati ini.” Lantas unta tersebut mendekati pemiliknya dengan sikap tunduk dan duduk didepannya.

Syahdan, terkuaklah kebohongan saksi-saksi palsu ini, mereka tak dapat berkutik dengan kesaksian unta itu dan merasa malu. Seiring dengan itu, tumbuhlah cahaya iman dalam hati orang-orang yang turut menyaksikan peristiwa menakjubkan ini. Nabi Muhammad SAW bertanaya, “Wahai orang mukmin, bagaimana engkau dapat memperoleh keajaiban itu?” Orang mukmin tadi menjawab, Ya Rasulullah, saya selalu bershalawat kepadamu sepuluh kali sebelum tidur.”
Nabi yang adil dan suci bersabda, “Karena shalawatmu kepadaku, Allah SWT bukan hanya menyelamatkanmu dari hukuman potong tangan di dunia ini, tetapi juga akan menyelamatkanmu dari siksa neraka di akhirat. Barangsiapa bershalawat kepadaku sepuluh kali pada sore hari dan sepuluh kali pada pagi hari, Allah SWT akan membangkitkannya bersama para nabi kesayangan dan kepercayaanNya dan wali-wali yang patuh, dan Dia akan melimpahkan berkah kepadanya sebagaimana berkah kepada nabiNya.

SUFYAN ATS-TSAURI DAN KISAH ANAK SI TUKANG RIBA

Sufyan ats-Tsauri menuturkan, “ Aku pergi haji. Manakala Tawaf di Ka’bah, aku melihat seoerang pemuda yang tak berdoa apapun selain hanya bershalawat kepada Nabi SAW. Baik ketika di Ka’bah, di Padang Arafah, di mudzdalifah dan Mina, atau ketika tawaf di Baytullah, doanya hanayalah shalawat kepada Baginda Nabi SAW.”
Saat kesempatan yang tepat datang, aku berkata kepadanya dengan hati-hati, “Sahabatku, ada doa khusus untuk setiap tempat. Jikalau engkau tidak mengetahuinya, perkenankanlah aku mengajarimu.” Namun, dia berkata, “Aku tahu semuanya. Izinkan aku menceritakan apa yang terjadi padaku agar engkau mengerti tindakanku yang aneh ini.”
“Aku berasal dari Khurasan. Ketika para jamaah haji mulai berangkat meninggalkan daerah kami, ayahku dan aku mengikuti mereka untuk menunaikan kewajiban agama kami. Naik turun gunung, lembah, dan gurun. Kami akhirnya memasuki kota Kufah. Disana ayahku jatuh sakit, dan pada tengah malam dia meninggal dunia.

Dan aku mengkafani jenazahnya. Agar tidak mengganggu jemaah lain, aku duduk menangis dalam batin dan memasrahkan segala urusan pada Allah SWT. Sejenak kemudian, aku merasa ingin sekali menatap wajah ayahku, yang meninggalkanku seorang diri di daerah asing itu. Akan tetapi, kala aku membuka kafan penutup wajahnya, aku melihat kepala ayahku berubah jadi kepala keledai. Terhenyak oleh pemandangan ini, aku tak tahu apa yang mesti kulakukan. Aku tidak dapat menceritakan hal ini pada orang lain. Sewaktu duduk merenung, aku seperti tertidur.

Lalu, pintu tenda kami terbuka, dan tampaklah sesosok orang bercadar. Seraya membuka penutup wajahnya, dia berkata, “Alangkah tampak sedih engkau! Ada apakah gerangan?” Aku pun berkata, “Tuan, yang menimpaku memang bukan sukacita. Tapi, aku tak boleh meratap supaya orang lain tak bersedih.”

Lalu orang asing itu mendekati jenazah ayahku, membuka kain kafannya, dan mengusap wajahnya. Aku berdiri dan melihat wajah ayahku lebih berseri-seri ketimbang wajah tuanya. Wajahnya bersinar seperti bulan purnama. Melihat keajaiban ini, aku mendekati orang itu dan bertanya, “Siapakah Anda, wahai kekasih kebaikan?” Dia menjawab, “Aku Muhammad al Musthafa” (semoga Allah melimpahkan kemuliaan dan kedamaian kepada Rasul pilihanNya). Mendengar perkataan ini, aku pun langsung berlutut di kakinya, menangis dan berkata, “Masya Allah, ada apa ini? Demi Allah, mohon engkau menjelaskannya ya Rasulullah.”

Kemudian dengan lembut beliau berkata, “ayahmu dulunya tukang riba. Baik di dunia ini maupun di akhirat nanti. Wajah mereka berubah menjadi wajah keledai, tetapi disini Allah Yang Mahaagung mengubah lagi wajah ayahmu. Ayahmu dulu mempunyai sifat dan kebiasaan yang baik. Setiap malam sebelum tidur, dia melafalkan shalawat seratus kali untukku. Saat diberitahu perihal nasib ayahmu, aku segera memohon izin Allah untuk memberinya syafaat karena shalawatnya kepadaku. Setelah diizinkan, aku datang dan menyelamatkan ayahmu dengan syafaatku.”

Sufyan menuturkan, “Anak muda itu berkata, “Sejak saat itulah aku bersumpah untuk tidak berdoa selain shalawat kepada Rasulullah, sebab aku tahu hanya shalawatlah yang dibutuhkan manusia di dunia dan di akhirat.”
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW telah bersabda bahwa, “Malaikat Jibril, Mikail, Israfil, dan Izrail Alaihumus Salam telah berkata kepadaku. Jibril As. berkata, “Wahai Rasulullah, siapa yang membaca shalawat atasmu tiap-tiap hari sebanyak sepuluh kali, maka akan kubimbing tangannya dan akan ku bawa dia melintasi titian seperti kilat menyambar.”
Berkata pula Mikail As., “Mereka yang bershalawat atasmu akan aku beri mereka itu minum dari telagamu.” Dan Israfil As. berkata pula, “Mereka yang bershalawat kepadamu, maka aku akan bersujud kepada Allah SWT dan aku tidak akan mengangkat kepalaku sehingga Allah SWT mengampuni orang itu.”

Kemudian Malaikat Izrail As. pun berkata, ”Bagi mereka yang bershalawat atasmu, akan aku cabut ruh mereka itu dengan selembut-lembutnya seperti aku mencabut ruh para nabi.”
Bagaimana kita tidak cinta kepada Rasulullah SAW? Sementara para malaikat memberikan jaminan masing-masing untuk orang-orang yang bershalawat atas Rasulullah SAW. Dengan kisah yang dikemukakan ini, semoga kita tidak akan melepaskan peluang untuk selalu bershalawat kepada pemimpin kita, cahaya dan pemberi syafaat kita, Nabi Muhammad SAW. Mudah-mudahan kita menjadi orang-orang kesayangan Allah SWT, Rasul, dan para MalaikatNya.

Semoga shalawat, salam, serta berkah senantiasa tercurah ke hadirat Nabi kita, Rasul kita, cahaya kita, dan imam kita, Muhammad al Musthafa SAW beserta seluruh keluarga, keturunan, dan sahabat-sahabat beliau, dan seluruh kaum mukmin yang senantiasa untuk melazimkan bershalawat kepada beliau. Amin.

Disadur dari buku : Hikayat-Hikayat Spiritual Pencerahan Matahati “Nafas Cinta Ilahi”
Source : www.maulabasyaiban.blogspot.com

Hukum Membunuh Cicak


Mengenai cicak ini, sudah digelari oleh Rasul saw : Fuwaisiqa, yaitu si kecil yg fasiq, maka kita memahami bahwa Rasul saw tak sembarang bicara, beliau tak suka mencaci atau meberi gelar yg buruk pada manusia dan seluruh makhluk Allah swt,

maka bila beliau saw sampai menggelarinya seperti itu maka tentulah hewan ini jahat, dan Rasul saw memerintahkan utk membunuhnya.
riwayat awalnya sebagaimana dijelaskan bahwa disaat Nabi Ibrahim as dilemparkan ke Api oleh raja Namrud maka semua hewan berusaha memadamkan api itu, kecuali cicak. maka Rasul saw memerintahkan untuk membunuh hewan ini dimanapun kita jumpai.
(Tafsir Imam Bn katsir juz 3 hal.185, Tafsir Imam Attabari Juz 17 hal 45)

dan bahwa Rasul saw memerintahkan untuk membunuh cicak (Shahih Muslim hadits no.2238)

Sabda Rasulullah saw : “Barangsiapa yg membunuh cicak dg satu pukulan maka baginya 100 pahala, dan bila dg dua pukulan maka terus berkurang dan berkurang” (shahih muslim hadits no.2240)

Sumber : www.majelisrasulullah.org

Hukum Berwudhu di Kamar Mandi/Toilet


Berwudhu didalam toilet hukumnya makruh namun sah wudhunya, asalkan tidak terdapat Najis, dan bila kita syak mengenai keberadaan Najis di tempat itu maka tempat itu tetap suci, terkecuali kita jelas jelas menemukan najis di tempat tersebut, dengan salah satu dari tiga sifat Najis, yaitu : Warna, Bau, dan Rasa.

Contohnya kita melihat najis dilantai toilet berupa air seni misalnya, lalu seekor lalat menyentuh najis itu dan adapula seekor lalat lain yg menyentuh air suci.., lalu keduanya menghilang.. tiba tiba anda merasakan bahwa seekor lalat menyentuh kulit anda dan terasa basah, maka anda tetap dalam keadaan suci, selama betul betul ada sifat yg meyakinkan bahwa yg menempel pd kulit anda itu adalah lalat yg menyentuh Najis, yaitu dengan mengenali salah satu dari tiga sifat diatas, tanpa pembuktian maka tidak terhukum najis.
Source : www.majelisrasulullah.org


Belum lama ini, masalah tayangan infotainment menjadi pembicaraan publik. Sesuai permintaan pembaca, berikut ini adalah hasil Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama NU di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya tanggal 2 � 5 R Rajab 1427 H bertepatan dengan 27 � 30 JULI 2006 M, disertai beberapa kutipan dasar hukumnya.

Pertanyaan:
Beberapa televisi menayangkan secara rutin berbagai jenis acara infotainment, seperti Cek & Ricek, Kroscek, Gossip, Go Show, KiSS, Kabar-Kabari, dan masih banyak lagi. Demikian pula beberapa radio tidak ketinggalan untuk menyiarkan acara yang serupa.
Acara-acara tersebut seringkali mengungkap serta membeberkan berbagai macam kejelekan seseorang, dan bahkan mengarah kepada penyebaran fitnah. Akan tetapi, acara-acara tersebut justru telah menarik minat banyak pemirsa, apalagi acara ini menyangkut kehidupan para selebriti yang digandrungi masyarakat Indonesia.
Pertanyaan, bagaimanakah hukum menayangkan, menyiarkan, menonton atau mendengarkan acara televisi, radio atau dalam bentuk lainnya yang mengungkap serta membeberkan kejelekan seseorang atau mengorek-ngorek sisi yang sangat pribadi dalam kehidupan seseorang yang mestinya tidak boleh disiarkan lepada orang lain?

Jawaban:
Pada dasarnya menayangkan, menyiarkan, menonton atau mendengarkan acara apa pun yang mengungkap serta membeberkan kejelekan seseorang adalah haram, kecuali didasari tujuan yang dibenarkan secara syar’i dan �yang terpenting dicatat� jika hanya dengan cara itu tujuan tersebut dapat tercapai, seperti memberantas kemungkaran, memberi peringatan, menyampaikan pengaduan/laporan, meminta pertolongan dan meminta fatwa hukum.

Dasar Penetapan, sesuai dengan Al-Quran : “Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang” (QS Al-Hujurat 49 : 12). “Hai orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata”. (Al Ahzab :58)

Sesuai dasar As-Sunnah/Hadits. “Dari Abu Hurairoh, sesunguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Apakah kalian mengetahui apa ghibah itu?” Para shahabat menjawab: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui”. Beliau mengatakan, “Ghibah itu adalah bercerita tentang saudara kalian apa-apa yang tidak ia sukai.” Rasul bersabda, “Bagaimana menurut kalian kalau yang diceritakan itu benar-benar nyata apa adanya? Maka inilah yang disebut ghibah, dan apabila apa yang kalian ceritakan tidak nyata, maka berarti kalian telah membuat kedustaan (fitnah) kepadanya.”

Aqwal atau pendapat Ulama. Imam Qurtubi memberikan penjelasan tentang firman Allah, “Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati”: Allah memberikan perumpamaan mengenai kejelekan ghibah dengan memakan daging orang mati karena orang mati tidak mungkin mengetahui kalau dagingnya sedang dimakan, seperti saat ia hidup tidak mengetahui bahwa dirinya sedang digunjingkan.

Imam Nawawi memberikan penjelasan: Ketahuilah bahwa ghibah itu diperbolehkan untuk tujuan yang dibenarkan oleh syariat dengan catatan tidak ada cara lain selain itu.
Ada enam alasan ghibah diperbolehkan� Yang kedua adalah (dengan ghibah itu) dia berupaya mengubah kemungkaran atau mengalihkan perbuatan maksiat kepada kebaikan... (Demikian dalam kitab Riyadlus Sholihin hlm 432-433).

Source : www.dutamasyarakat.com

Hukuman Mati bagi Penyihir


Disyari’atkannya hukum qishosh dan diyat dalam undang-undang Islam tiada lain untuk melindungi jiwa manusia dari kelaliman sesamanya. Agar seseorang tidak mudah menyakiti dan menghilangkan nyawa orang lain. Pendeknya pukul dibalas pukul, pedang dibalas pedang, tangan dibalas tangan, dan nyawa dibayar dengan nyawa. Dan semenjak dini harus diadakan tindakan prefentif agar tidak sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Maka seorang penyihir yang tidak sampai menyakiti atau membunuh orang lain itu juga masih terkena sanksi dari syare’at. Detailnya adalah sebagaimana pendapat masing-masing madzhab di bawah ini.

Al Hanafiyah:

Penyihir yang tidak membunuh orang lain itu juga harus dibunuh jika: 1). Sihirnya berupa perbuatan kufur, atau 2). Diyakini sihir yang dimilikinya bisa menimbulkan kerusakan dan bahaya bagi orang lain meski tidak ada campuran sihirnya. Di samping itu Imam Abu Hanifah yang sebagaimana dikutib oleh Ibnu Al Abidin menjelaskan bahwa seorang penyihir jika mengakui dirinya telah membunuh orang lain atau ada bukti-bukti yang jelas akan perbuatannya maka ia boleh langsung dibunuh tanpa diberi kesempatan untuk bertaubat terlebih dahulu. Baik dia muslim ataupun dzimmi. Namun ada yang berpendapat kalau yang boleh dibunuh itu hanya yang muslim saja.

Al Malikiyah:

Penyihir itu harus dibunuh. Demikian ini kalau memang ia sudah diputuskan oleh hakim akan kekufurannya dengan adanya bukti-bukti jelas. Atau juga bila dia jelas-jelas menampakkan sihirnya maka ia harus dibunuh dan hartanya menjadi harta fai’. Kecuali apabila kemudian ia mau bertaubat. Dalam madzhab Malikiyah ini jika penyihir tersebut adalah seorang dzimmi maka ia juga harus dibunuh jika sihirnya tersebut sampai membahayakan orang muslim. Dan bila yang disihir adalah sama-sama orang dzimmi maka ia tidak perlu dibunuh kecuali apabila sihirnya itu sampai membunuh sesamanya yang disihir.

Asy Syafi’iyah:

Penyihir itu adalah seorang fasiq yang tidak boleh dibunuh. Kecuali kalau sihirnya tersebut termasuk golongan sihir yang mengkufurkannya. Atau apabila sihirnya tersebut telah membunuh orang lain dan hal tersebut diakuinya atau terdapat bukti yang kuat atas kelakukannya itu.

Al Hanabilah:

Penyihir itu harus dibunuh sebagai bentuk hukuman atas kelakuannya meskipun ia tidak melakukan pembunuhan dengan sihirnya. Namun untuk membunuh penyihir itu ada dua syarat yang harus dipenuhi. Pertama: Sihirnya tersebut merupakan sihir yang sudah dilabeli kufur sebagaimana sihir Lubaid bin A’shom. Atau apabila ia berkeyakinan kalau sihir itu diperbolehkan. Beda halnya dengan sihir yang tidak menyebabkan kekufuran seperti yang menyangka bahwa ia hanya mengumpulkan jin dan mereka tunduk kepada dirinya. Atau sihir yang dipakai itu dengan menggunakan media obat-obatan, asap-asapan, atau meminumkan sesuatu yang tidak membahayakan.

Kedua: Harus seorang muslim. Jika penyihirnya seorang kafir dzimmi maka ia tidak boleh dibunuh. Karena dosa kekufurannya sebab syirik itu sudah melebihi dosa menyihir. Dan sebagaimana cerita di atas, Rosululloh melarang membunuh Lubaid yang telah menyihirnya karena ia adalah seorang kafir. Sebagian ulama’ menambahkan lagi syarat sihir tersebut sudah pernah dipraktekkan. Kalau sihirnya itu hanya sekedar untuk pengetahuannya saja maka ia tidak boleh dibunuh. (lihat: Al Mausu’ah Al Fiqhiyah, vol. 2, hal. 8575)

Membunuh Penyihir yang Membunuh

Di atas adalah sanksi-sanksi yang diterapkan kepada penyihir yang tidak sampai membunuh orang lain. Jika penyihir itu sudah membunuh orang lain maka menurut mayoritas ulama’ selain Hanafiyah menyatakan kalau ketika ia menyihir dilakukan dengan sengaja maka harus diqishosh. Di sini Al Malikiyah memberi catatan bahwa hal tersebut harus disertai dengan pengakuan atau adanya bukti kuat.

Sedangkan menurut Asy Syafi’iyah jika penyihir tersebut membunuh orang lain yang sekufu dengan dirinya serta disengaja maka ia harus diqishosh. Eksekusi tersebut hanya bisa dilakukan kalau memang dia sendiri yang mengakui sihirnya baik pengakuan tersebut secara haqiqotan (jelas-jelas pengakuan menyihir seperti ucapan, “Saya telah membunuh si Fulan dengan sihirku”) ataupun hukman (tidak terang-terangan mengakui sihir seperti ucapan, “Saya telah membunuh si Fulan dengan cara demikian”.

Namun pengakuan yang hukman tersebut juga disyaratkan harus disaksikan olah dua orang yang adil bahwa kelakuannya tadi memang bisa membunuh orang lain. Bila ternyata menurut pakar perbuatan tersebut sebenarnya tidak bisa membunuh orang lain maka pembunuhan yang dilakukannya disebut syibhul ‘amdi (menyerupai sengaja) yang sanksinya barupa diyat mugholladhoh (membayar 100 onta dengan perincian 30 unta hiqqoh, 30 unta jadz’ah, dan 40 unta kholfah yang sedang mengandung) yang dibebankan kepada ahli waris ashobahnya dan bisa diangsur hingga tiga tahun.

Bila penyihir tersebut bilang, “Sebenarnya tadi saya mau menyihir si Fulan A. Tapi ternyata sihir saya nyasar ke si Fulan B”. Maka pembunuhan yang dilakukannya disebut khotho’ yang sanksinya barupa diyat mukhoffafah (membayar 100 unta dengan perincian 20 unta hiqqoh, 20 unta jadz’ah, 20 bintu labun, 20 ibnu labun, dan 20 unta bintu makhodz) yang dibebankan kepada ahli waris ashobahnya dan bisa diangsur hingga tiga tahun.

Selanjutnya menurut Syafi’iyah eksekusi atas penyihir itu tidak bisa hanya didasarkan atas keterangan saksi atau bukti saja tanpa ada pengakuan langsung dari pelaku. Demikian ini karena sihir itu tidak bisa dilihat. (lihat: Al Mausu’ah Al Fiqhiyah, vol. 2, hal. 8576, Matan Abi Syuja’, vol. 1, bab Jinayat, Diyat, Syarah Iqna’, vol. 2, hal 287, I’anah At Tholibin, vol. 4, hal. 138)

Sihir = Penggal

Seorang penyihir yang secara syare’at sudah sah untuk diqishosh maka ia harus eksekusi dengan pedang tidak boleh dengan sihir. Sehingga bentuk qishosh yang semestinya harus sama dengan jenis perbuatan pelaku itu tidak berlaku di sini. Karena bagaimanapun sihir itu hukumnya adalah haram dilakukan dan sulit untuk dijelaskan secara dhohiriyah dengan detail. (lihat: Roudlotut Tholibin, vol. 3, hal. 355; I’anah At Tholibin, vol. 4, hal. 138; Al Majmu’, vol. 18, hal, 458; Tuhfah Al Muhtaj, vol. 3, hal. 76; Al Muhadzdzab, vol. 3, hal. 189)

Bagaimanapun Penyihir Harus Dihukum

Penyihir yang tidak sampai terkena hukuman mati dari syare’at, seperti halnya bila sihirnya sama sekali tidak ada unsur kekufuran dan tidak sampai membunuh orang lain, apabila ia masih mengamalkan ilmunya maka tetap harus dita’zir dengan ta’ziran yang memberatkan agar tidak mengulanginya lagi. Namun bentuk ta’zirannya tersebut tidak boleh sampai menyebabkan kematian. (lihat: Al Mausu’ah Al Fiqhiyah, vol. 2, hal. 8576)

Menyewa Penyihir

Fuqoha’ sudah menetapkan sebuah consensus bahwa hukum menyewa penyihir untuk menyihir orang lain hukumnya adalah haram kalau memang sihir yang digunakan adalah jenis sihir yang diharamkan. (dalam hal ini berlaku pula perincian sebagaimana hukum sihir di atas). Sehingga hukum ijarohnya adalah tidak sah dan haram pula memberikan upah kepada si penyihir. Demikian pula si penyihir haram hukumnya untuk mengambil ongkos atas sihirnya tersebut.

Ketika tukang sihir yang disewa tersebut berhasil membunuh orang yang ditentukan oleh pihak penyewa maka yang harus dibunuh hanyalah si penyihir saja. Sedangkan si penyewa tidak boleh dibunuh dan hanya diberi pelajaran adab tatakrama dengan keras agar tidak mengulangi perbuatannya. Demikian sesuai dengan kaidah fiqhiyah “idza ijtama’a al mubasyir wa al mutasabbib gholabat al mubasyir”.

Dalam hal ini madzhab Hanafiyah dan Malikiyah masih memberikan pengecualian. Yaitu apabila menyewanya tadi adalah untuk menyembuhkan seseorang yang terkena sihir. Maka menurut ulama’ yang memperbolehkan sihir hukumnya adalah boleh karena hal ini termasuk masalah penyembuhan penyakit. Demikian pula menurut Syafi’iyah. Mereka memperbolehkan menyewa tukang sihir untuk menghilangkan sihir. Seperti mengembalikan suami istri yang pisah karena pengaruh guna-guna sihir dan sabagainya.

Sebagaimana hukum menyewa penyihir untuk keperluan di atas hukum memakai jasa penyihir untuk mengajarkan ilmunya itu juga tidak sah dan ia tidak berhak untuk mengambil ongkos atas perbuatannya. Demikian pula hukum berjualan buku-buku sihir itu juga diharamkan dan juga wajib dimusnahkan. (lihat: Al Mausu’ah Al Fiqhiyah, vol. 2, hal. 8576; Hasyiyah Bujairimi Alal Manhaj, vol. 3, hal. 173; Hasyiyah Sulaiman Al Jamal, vol. 4, hal. 329; Hasyiyah Asy Syarwani, vol. 6, hal. 131; Anwarul Buruq Fii Anwa’il Furuq, vol. 4, hal. 228; Syarhul Kaukab Al Munir, vol. 1; hal. 244).
Source : www.langitan.net

Bahaya Berbangga Diri (UJUB-TAKJUB)


Alkisah

Sahabat Shuhaib (Ar-Rumi) radhiyallahu ‘anhu telah meriwayatkan sebuah hadist dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam, dia mengatakan : “Setiap usai sholat, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam membaca sesuatu dengan suara pelan yang aku (Shuhaib radhiyallahu ‘anhu) tidak memahami apa yang beliau baca dan beliau juga (sebelumnya) tidak mengabarkan kepada kami tentang hal itu. Lalu beliau Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam mengatakan : “Apakah kalian ingin tahu apa yang aku baca?” Para Sahabat menjawab : “Iya.” Beliau melanjutkan :

“Sesungguhnya aku teringat kisah seorang nabi dari nabi-nabi terdahulu yang memiliki pasukan perang yang sangat banyak [1]. Lalu sang Nabi tersebut mengatakan : “Siapakah yang dpat menandingi mereka?” atau “Siapakah yang bisa mengalahkan mereka?”

Lalu Allah Azza wa Jalla mewahyukan kepadanya : “Pilihlah untuk kaummu salah satu diantara tiga pilihan berikut : akan dikuasakan atas mereka musuh-musuh mereka, atau merka akan ditimpa kelaparan, atau mereka ditimpa kematian.” Lalu ia bermusyawarah dengan kaumnya untuk menentukan pilihan tersebut, maka kaumnya mengatakan : “Engkau adalah Nabi Allah Azza wa Jalla maka segala keputusan adalah ditanganmu, pilihkan saja untuk kami (yang terbaik). Ia pun beranjak melakukan sholat, dan mereka (para nabi) apabila sedang ditimpa kegelisahan akan bersegera melakukan sholat. Lalu ia pun sholat dengan bentuk shalat yang Allah swt perintahkan.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam melanjutkan :

Lalu dia (Sang Nabi) berkata : “Wahai Rabbku, janganlah Engkau kuasakan musuh-musuh kami atas kami, jangan pula Engkau timpakan kelaparan (atas kaumku), tetapi berilah saja kematian.” Maka kemudian mereka pun ditimpa kematian, sehingga (dalam sehari) meninggallah dari kaumnya tersebut tujuh puluh ribu orang.

(Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam melanjutkan) : Maka bacaan lirihku yang kalian lihat adalah karena aku membaca :

“Ya Allah, dengan-Mu aku berperang, dan dengan-Mu pula aku menyerbu, serta tidak ada daya dan kekuatan melainkan dengan (pertolongan) Allah.”

Kisah diatas diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya: 6/16.

Ibroh

Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam mengkisahkan bahwa ada nabi Allah yang diberi nikmat berupa pengikut yang banyak. Karena melihat seolah-olah kekuatan mereka tidak terkalahkan oleh musuh, timbullah rasa bangga dalam hatinya. Ia menyangka bahwa tidak ada lagi yang dapat mengalahkan kekuatannya. Namun, tidaklah demikian seharusnya sikap seorang nabi.

Sesungguhnya bangga terhadap diri sendiri, harta, dan anak keturunan adalah penyakit yang sangat jelek karena seorang mukmin yang sesungguhnya tidak akan terpedaya dengan banyaknya jumlah pasukan tatkala menghadapi musuh dan tidak menyiutkan nyalinya tatkala minimnya persiapan dan personil mereka karena kemenangan dating dari pemberian Allah Azza wa Jalla. Allah Azza wa Jalla berfirman :

“…Dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allh yang Maha perkasa lagi Maha bijaksana.” (QS.Ali Imron [3] : 126)

Allah Azza wa Jalla berfirman :

“…Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS.al-Baqoroh [2] : 249)

Dan bahkan pada sebagian keadaan, kebanggaan dengan jumlah yang besar adalah satu sebab kekalahan. Allah Azza wa Jalla berfirman :

“….Dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah(mu), maka jumlah yang banyak itu tidak member manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai.” (QS.at-Taubah [9] : 25)

Sang Nabi dalah kisah diatas dihukum akibat berbuat kesalahannya. Allah Azza wa Jalla menawarkan kepadanya untuk memilih salah satu dari tiga pilihan terkait dengan kaumnya yaitu memilih bahwa akan ada suatu kaum lain yang bias mengalahkan mereka, atau mereka akan ditimpa paceklik panjang, atau memilih ditimpakan kematian atas kaumnya.

Sungguh tiga pilihan yang sama-sama berat, karena semuanya akan dapat menyebabkan kelemahan dan hilangnya kekuatan mereka dan juga akan menghilangkan rasa bangga. Seandainya ada kaum lain yang dapat mengalahkan mereka maka kaum tersebut akan menghinakan mereka.

Apabila mereka ditimpa kelaparan maka beratnya rasa lapar akan menghilangkan kekuatan mereka sehngga musuh akan sangat mudah menghancurkan dan mengalahkan mereka. Demikian juga, apabila mereka ditimpakan kematian, hal itu pun akan mengurangi jumlah dan kekuatan pasukan mereka. Maka memilih salah satu dari ketiga pilihan tersebut bukan masalah ringan karena berkonsekuensi pada kelemahan mereka. Pertimbangan yang ekstra hati-hati sangat dibutuhkan. Oleh karenanya, Sang Nabi memanggil kaumnya dan bermusyawarah menentukan pilihan terbaik untuk mereka. Namun, kaumnya tersebut justru menyerahkan segala urusan kepadanya. Mereka mengatakan : “Engkau adalah seorang Nabi, maka segala putusan ada di tanganmu.”

Para Nabi dan Rasul adalah orang yang diberi petunjuk dan berkata benar. Nabi tersebut memilih untuk mereka sebuah pilihan yang paling tepat dan terbaik karena ia memilih pilihan ketiga yaitu ditimpakan kematian atas kaumnya. Ia tidak memilih untuk ditimpakan atas mereka kelaparan atau dikalahkan oleh musuh. Alasannya, kalaupun tidak mati hari ini mereka pun pasti akan mati pada hari-hari yang lain karena kematian adalah sebuah kepastian yang siapapun tidak akan bias mengelak dimana pun dia berada dan kapan pun juga. Orang-orang yang lebih dahulu diwafatkan akan berarap bahwa segala amal perbuatan mereka dapat diterima di sisi-Nya sedang orang-orang yang masih tinggal setelahnya akan menjadikannya sebagai sebuah nasihat dan peringatan baginya. Demikian pula, bias jadi Allah Azza wa Jalla akan menambah lagi jumlah mereka yang sekarang tinggal sedikit karena segala perkara berada di tangan Allah Azza wa Jalla.

Sang Nabi segera sujud kepada Allah Azza wa Jalla, bermunajat kepada Allah Azza wa Jalla untuk dipilihkan pilihan terbaik untuknya. Demikianlah kebiasaan para Nabi dan orang-orang yang sholih. Tatkala ditimpa kegundahan mereka bersegera menegakkan sholat. Sang Nabi sholat dengan bentuk sholat yang Allah kehendaki. Maka Allah memilihkan baginya pilihan yang paling ringan.

Dia berkata kepada Robbnya: “Wahai Robbku, janganlah Engkau kuasakan musuh-musuh kami atas kami, jangan pula Engkau timpakan kelaparan (atas kaumku), tetapi berilah kami kematian.”

Maka tibalah saatnya musibah kematian dating kepada mereka sehingga meninggallah dari kaumnya tersebut dalam sehari sebanyak 70.000 orang.

Sungguh akibar buruk dari perasaan bangga Sang Nabi sungguh menakutkan. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam pun sangat khawatir akan terjadi pada kaumnya semisal apa yang telah terjadi pada kaum nabi tersebut.sebabitu, selesai sholat dan seusai mengisahkan kisah nabi tersebut kepada para sahabatnya, beliau mengucapkan – dengan suara lirih – do’a diatas.

Beliau berlepas diri dari segala perasaan bangga serta menyerahkan segala daya dan kekuatan hanya kepada Allah Azza wa Jalla. Beliau berlepas diri dari sekadar bersandar pada kekuatan para sahabat. Tatkala menghadang musuh beliau hanya bersandar kepada Allah Azza wa Jalla semata karena dari-Nya-lah saja pertolongan dan dari-Nya-lah pula kemenangan. Sesungguhnya tidak ada daya dan kekuatan melainkan hanya milik Allah Azza wa Jalla. Wallahul Muwaffiq.

Mutiara Kisah

Ada banyak mutiara indah tertabur dalam kisah diatas. Akankah mutiara-mutiara itu dilalaikan begitu saja?! Tentulah tidak. Beberapa mutiara tersebut antara lain :

1. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam memahamkan kepada para sahabatnya sebab kelemahan dan kehancuran yang akan menimpa mereka. Diantaranya sebab-sebab itu adalah perasaan bangga dengan kekuatan mereka.

2. Perasaan bangga adalah perkara yang sangat membahayakan. Karena kebanggaan akan menghilangkan tawakal kepada Allah Azza wa Jalla dan bersandar kepada-Nya. Justru sebaliknya, ia akan bersandar pada sebab-sebab duniawi saja.

3. Para pemimpin Negara, panglima perang dan siapa saja yang diamanati kepemimpinan hendaknya senantiasa waspada bahwa Allah Azza wa Jalla akan menurunkan atas mereka seperti apa yang telah diturunkan kepada kaumnya Sang Nabi dalam kisah diatas. Kita pun sering mendengar bahkan menyaksikan sendiri pada zaman kita sekarang ini perasaan bangga meliputi kebanyakan para pemimpin Negara, para panglima perang, dan pemilik kekuasaan dan jabatan. Akankah musibah tersebut terulang kembali?!

4.Terkadang, sebab-sebab ditimpakannya musiabah itu disamarkan bagi kebanyakan manusia kecuali orang-orang Allah Azza wa Jalla berikan kefaqihannya (kepahaman) dalam urusan agamanya. Bahkan tak jarang musibah datang kepada orang-orang sholih yang sedang berjihad di jalan Allah Azza wa Jalla. Namun mereka tidak mengetahui sebab diturunkannya musibah tersebut.

5. Umat yang sholih dalam jumlah besar telah ada di zaman sebelum kita. Mereka berjihad fi sabilillah membela agama Allah Azza wa Jalla. Orang-orang yang Allah Azza wa Jalla wafatkan dari umat tersebut mencapai 70.000 personil yang meninggal dalam waktu yang sangat pendek.

6. Disenanginya seorang muslim apalagi di timpa perkara besar untuk melakukan sholat bermunajat kepada Allah Azza wa Jalla. Mudah-mudahan Allah Azza wa Jalla member petunjuk dan jalan keluar yang paling tepat dari masalah yang sedang ia hadapi. Demikian pula diajarkan syari’at kita bagi seorang yang tengah dalam kebimbangan dan kesulitan menentukan pilihan terbaik untuknya, hendaklah ia melakukan shalat dua raka’at lalu berdo’a dengan do’a istikharah yang telah diajarkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam, silahkan merujuk ke hadist riwayat al-Bukhori: 4/450.

7.Tidak boleh terburu-buru dalam menetukan pilihan, lebih-lebih apabila yang dihadapi adalah pilihan yang berat yang butuh kehati-hatian. Hendaklah ia memusyawarahkan terlebih dahulu sebagaimana yang dilakukan oleh nabi tersebut dengan kaumnya. Hendaklah ia mempertimbangkan dengan sangat hati-hati. Dan hendaklah ia berdo’a kepada Allah Azza wa Jalla agar memberikan taufik kepadanya untuk dapat menentukan pilihan yang paling benar. Wallahu A’lam.
Note :
[1] Dalam sebuah riwayat : “Dia membanggakan diri terhadap kaumnya.”

Source : www.alqiyamah.wordpress.com

Hukum Doa Bersama non-muslim


Mengenai doa bersama mereka yg beragama lain kembali kepada Niat kita, karena doa adalah hubungan hati kita dengan Allah, terputus dari orang di sekitar kita, walau disebelah kita mereka yg beragama lain, atau bahkan mereka tidak sedang berdoa, sedang bermaksiat misalnya, maka boleh boleh saja dalam perkumpulan dg mereka kita berdoa kepada Allah swt, apalagi yg memimpinnya adalah orang muslim.

Namun yg tidak dibenarkan adalah berdoa dengan dibarengi niat bahwa kita menyatukan doa dengan doa mereka yg non muslim, ini jelas jelas mungkar dan diharamkan, karena tanpa kita sadari kita telah mengakui kebenaran agama mereka, dengan meyakini bahwa doa mereka pun didengar Allah.

boleh pula kita berdoa kepada Allah agar mereka diberi hidayah hingga mengenal kebenaran dan agama yg benar yaitu Islam.

Source : www.majelisrasulullah.org

Dalil dibolehkannya shalawatan dengan rebana/terbangan/hadrah


Mengenai shalawat yg dibarengi rebana merupakan sunnah Rasul saw, hanya ustad ustad yg tak mengerti hukum syariah yg melarangnya, mereka tertipu dg kebodohannya sendiri.

sebagaimana Ijma’ seluruh Ulama Ahlussunnah waljamaah pengertian sunnah adalah apa apa yg dikerjakan oleh Rasul saw, dan apa apa yg diperintahkan oleh Rasul saw, dan apa apa yg dilihat oleh Rasul saw dan beliau saw tak melarangnya.

maka fahamlah kita bahwa bila Rasul saw melihatnya dan tak melarangnya maka itu adalah sunnah, dan Rasul saw disambut oleh Muhajirin dan Anshor dg rebana dan qasidah thala’al badru alaina ketika beliau tiba dalam hijrahnya dari Makkah menuju Madinah,, dan Rasul saw tak melarangnya. (teriwayatkan dalam hampir seluruh kitab sirah Nabi saw)

maka tiada pula sahabat melarang rebana, tidak pula tabi’in, tak pula Muhadditsin, lalu siapa yg melarangnya?, mungkin mereka lebih mulia dari Rasul saw hingga melarang apa apa yg tak dilarang oleh Rasul saw.

mereka mengatakan bahwa Rasul saw membiarkannya karena saat itu keimanan kaum anshar masih baru, butuh penyesuaian untuk melarangnya, hujjah ini munkar, karena bila hal itu benar maka pasti ada pelarangan dari Rasul saw ditahun trahun berikutnya, dan itu tak pernah terjadi.

anda tanyakan saja pd ustadz anda, munculkan satu saja, hadits yg melarang rebana yg dilakukan oleh Anshar, mereka melarang tanpa punya dalil, jangankan shahih, hadits dhaif pun tak ada, bahkan ucapan sahabat pun tak ada, tidak pula para Imnam Imam Muhadditsin.

darimana pula orang orang itu mengenal shalawat dengan rebana kalau bukan dari Anshar yg memulainya dan Rasul saw tak melarangnya.

Semoga Allah memberi hidayah pd nya agar ia kembali dan sembuh dari wabah penyakit hati yg sedang gencar menjangkiti permukaan bumi ini, wabah yg bukan membawa penyakit di bumi, tapi membawa kesengsaraan di alam kubur dan akhirat,

mengenai alat musik lainnya, ada pelarangan dengan Nash hadits yg jelas, seperti alat musik petik, Mizmar (seruling yg mencembung ditengahnya),dan beberapa alat musik lainnya yg memang ada Nash yg jelas, namun bukan rebana.

Source : www.majelisrasulullah.org

Pandangan Islam tentang Tato dan menghilangkannya


Mengenai Tato ini, merupakan dosa besar karena Tasyabbuhan bilkuffar (meniru niru adat orang non muslim tanpa manfaat tertentu). dan pula Tato menghalangi kita dari air wudhu atau air Mandi besar, maka tidak sah lah wudhu kita dan mandi junub kita.
maka tak sah pula shalat kita dan seluruh ibadah kita.

Maha Suci Allah swt yg memilihkan kita Syariah yg terlembut dan sempurna, Syariah Muhammad saw.

sebagaimana tato ini, betul perbuatannya adalah dosa, dan dosa berkesinambungan, dan wajib menghilangkannya,
Namun pendapat yg Mu’tamad mengharamkan menghilangkan tato bila hal itu harus dengan kekerasan, misalnya dengan api, atau dengan setrika, atau perbuatan2 yg menyakitkan tubuh.

maka bila ditemukan cara menghilangkannya tanpa menyakiti tubuh apalagi merusak tubuh, maka wajib menghilangkannya.

bila ia tak menemukan cara kecuali dg kekerasan, maka haram menghilangkannya,
maka apa solusi kita?,
saya pernah bertanya tentang hal ini kepada pimpinan Mufti Tarim, beliau menjawab bahwa solusi kita adalah bertobat..,
maka dengan tobat, semua ibadah kita diterima Allah swt, hukum tato itu gugur dengan tobat kita selama tak ada cara menghilangkannya kecuali dg kekerasan.

maka bagi kita yg telah terlanjur memiliki tato, maka tak perlu menghapusnya bila harus dengan kekerasan, maka kita berjanji pd Allah untuk tidak lagi menambah tato itu,
maka hukum wajib menghilangkannya pun gugur dg tobat kita.

alangkah indah dan sempurnanya ajaran Muhammad saw
source :www.majelisrasulullah.org

Harlah ke-84, NU Punya Stasiun TV Sendiri



Sabtu, 30 Januari 2010 19:32
Surabaya,Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur berencana meluncurkan televisi yang disebut TV-9 pada 31 Januari 2010, atau bertepatan dengan Hari Lahir (Harlah) ke-84 NU.

"Rencananya, peluncuran TV-9 memang November lalu, tapi mundur pada hari kelahiran NU, karena ada perubahan teknis kerja sama," kata Humas PWNU Jatim Noor Hadi di Surabaya, Sabtu (30/1).

Namun, katanya, peringatan Harlah ke-84 NU akan diawali dengan Apel Banser (Barisan Serbaguna NU) dari Gedung PWNU Jatim di Pagesangan ke eks Gedung PWNU Jatim di Jalan Raya Darmo dengan berjalan kaki mulai pukul 06.00 WIB.

"Apel Banser akan dihadiri Gubernur Jatim Soekarwo, Wagub Jatim Saifullah Yusuf (Gus Ipul), mantan Gubernur Jatim Imam Utomo, dan Ketua PWNU Jatim KH Mutawakkil Alallah. Acaranya akan ditandai dengan pelepasan 99 balon," paparnya.

Sementara itu, peluncuran TV-9 akan dilaksanakan pada malam hari bersamaan tasyakuran Harlah ke-84 PWNU Jatim yang diikuti sejumlah kiai/ulama seperti KH Abdullah Faqih, KH Idris Marzuqi, KH Mas Subadar, KH Miftachul Akhyar, dan sebagainya.

"Rencananya, Mendiknas Mohammad Nuh yang membantu pengurusan TV-9 saat masih menjabat Menkominfo akan hadir. Alhamdulillah, perizinan TV-9 dari Menkominfo dan KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) Pusat serta Jatim sudah beres," tuturnya.

Menurut dia, TV-9 itu merupakan pengalihan dari kanal TV-Pas yang berkedudukan di Pasuruan untuk dipindahkan ke eks Gedung PWNU Jatim di Jalan Raya Darmo 96, Surabaya.

"Untuk tayangan awal, siaran TV-9 akan dapat dinikmati masyarakat di sembilan kota yakni Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Gresik, Lamongan, Tuban, Bangkalan, Jombang, Mojokerto, dan Malang," ujarnya.

Ia menambahkan, TV-9 itu murni komersial, tapi PWNU Jatim akan memiliki kewenangan penuh pada dua program yakni dakwah dan pendidikan yang akan diisi dengan materi khas NU.

"Program pendidikan akan diisi dengan pengajian kitab kuning, bedah isi pesantren, dan sebagainya. Sedangkan program dakwah akan diisi dengan wira-wiri kiai, dakwah ala Ahlussunnah Wal Jamaah, dan sebagainya," paparnya menambahkan. (min)
Source : NU Online

Jumat, 29 Januari 2010

Hati-hati dengan Kelompok SAWAH (Salafi-Wahabi)



1-Apakah pengertian golongan Wahabi/salafi palsu ?

Golongan Wahabi adalah satu aliran yang diasaskan oleh Muhammad Abd Wahhab pada kurun yang ke-12 hijrah di Najd Jazirah Arabiyyah.
Fahaman ini dikenali juga sebagai Aliran Kaum Muda di Malaya dan Indonesia pada tahun 30an, 40an dan 50an.
Aliran ini dinisbahkan kepada bapa beliau yang merupakan seorang dari Ulama’ mazhab Hambali. Telah menjadi adat Kaum Arab menisbahkan sesuatu itu kepada bapa ,datuk dan keatas.
Seperti Mazhab Syafi’e adalah aliran Mazhab yang dinisbahkan kepada moyangnya ,sedangkan nama pengasas yang sebenar adalah Muhammad bin Idris.Begitulah adat kaum Arab dalam menisbahkan sesuatu.
Walaupun begitu mereka yang berpegang dengan aliran ini tidak selesa dengan gelaran Wahhabi sebaliknya mendakwa mereka dari golongan Kaum Salaf atau kaum Ahli Sunnah .
Kenapakah begitu?Ini kerana istilah Wahhabi pada hari ini mula diketahui ramai akan kesesatannya dalam Aqidah dah cabang yang lain.
Oleh kerana itu harus berhati-hati dengan kaum ini kerana mereka terkadang mempergunakan nama Ahli Sunnah, Salaf dan pelbagai istilah yang baik-baik untuk mengaburi orang awam dari mencium kesesatan pegangan golongan ini.

2-Apakah diantara ajaran Wahhabi yang bertentangan dengan Aqidah Ahli Sunnah wa al-Jama’ah?

Ramai orang merasakan golongan ini hanya pembawa bid’ah dalam masaalah-masaalah Furu’(cabang) semata-mata sedangkan sebenarnya golongan ini membawa sebesar-besar bid’ah dalam masaalah Aqidah !!
Oleh kerana itu ramai dari kalangan mereka yang berwajib, para Ulama’ , para pendakwah merasakan perkara ini tidak ada keutamaan untuk ditangani dengan sungguh-sungguh.
Diantara ajaran golongan ini yang bertentangan dengan aqidah Ahli Sunnah wa al-Jamaah ialah menolak dan merendah-rendahkan pengajian sifat 20 .
Sebaliknya mereka membawa kaedah Tauhid yang baru iaitu pembahagian Tauhid yang tiga .
Defenasi tauhid tiga di sisi aliran Wahhabi:

1-Tauhid Rububiyyah.
Tauhid bagi mereka yang menyembah berhala.Kununnya mereka menyembah berhala untuk mendekatkan diri kepada Allah.Sementara berhala merupakan pengantara antara hamba dan Tuhannya.
2-Tauhid Uluhiyyah.
Tauhid bagi mereka yang beribadah hanya kepada Allah semata-mata dengan tiada sebarang perantara makhluk.
3-Tauhid Asma wa Sifat.
Beriman dengan ayat-ayat mutasybihat secara zahirnya.Seperti dikatakan Allah itu bersemayam di atas Arasy dan lain-lain lagi.
Bagaimana mungkin Tauhid itu terbahagi kepada tiga?
Sedangkan Tauhid itu hanya satu iaitu mengesakan Allah dan tidak sama sekali membeda-bedakan Tauhid seperti Tauhid yang tiga ini.
Dengan menerima konsep tauhid rububiyyah dan uluhiyyah mengikut pentafsiran seperti ini maka banyak amalan-amalan yang diperakui baik menjadi sesat dan membawa syirik kepada pelakunya.Seperti amalan Maulid Nabi,marhaban,berdiri sewaktu salawat,tabarruk(ambil berkat),tawassul(berwasilah) ,ziarah makam Nabi-nabi, Rasul-rasul ,Auliya’ dan salihin.
Sementara tauhid asma wa sifat pula membawa implikasi menjisimkan(visual) dan mentasbihkan(menyamakan) zat Allah s.a.w dengan mahkluk. Seperti menyifatkan Allah dengan tempat dan angguta(jarihah).
Ini adalah aqidah kaum Musyabbihah Mujassimah yang wujud pada kurun yang ke-4 hijrah dan dikembangkan semula oleh Ibnu Taimiyyah pada kurun ke-7 hijrah dan seterusnya dikembangkan pula oleh Muhammad Abd Wahhab pada kurun ke-12 hijrah.

3-Adakah kita boleh mengikut sebahagian daripada ajaran/amalan wahhabi atau kita diminta meninggalkan keseluruhan ajaran tersebut?

Pada saya penjelasan tentang Aqidah dan amalan agama telah jelas dan nyata seperti matahari disiang hari.Para Ulama’ telah meninggalkan penjelasan agama dengan sejelas-jelasnya dalam seluruh bidangnya didalam kitab-kitab yang sampai kepada kita.
Kalau begitu tiada keperluan lagi merujuk kepada saranan dan amalan aliran Wahhabi , kerana telah dibuktikan dalam banyak hal dimana mereka telah menyelewengkan pengertian ayat-ayat al-Quran , Hadith dan pandangan para Alim Ulama’ silam.
Bahkan telah dibuktikan mereka melakukan pemalsuan terhadap kitab-kitab Ulama’ silam dengan tujuan supaya dapat mengelirukan umat islam dan mengikut telunjuk mereka.
Berkemungkinan terdapat juga amalan-amalan mereka yang betul, akan tetapi kalaulah kebenaran sudah bercampur baur dengan kebatilan, akan menjadi kesusahan pada orang awam untuk menentukan yang mana satu betul dan salah!! Mungkin perkara benar dikatakan salah dan yang salah dikatakan benar dan diamalkan sehingga ke akhir hayat. Maka ini akan mengundang kita kepada kemurkaan Allah di dunia sehingga Akhirat.
Oleh itu jauhilah ajaran ini dan berpeganglah dengan amalan-amalan yang disepakati Ulama’, insyaallah selamat dunia akhirat.

4-Apakah akibat yang akan kita dan masyarakat dapat jika mengamalkan ajaran-ajaran Wahhabi dari segi aqidah , ibadah dan sosial?

Akibat dari sudut aqidah pastinya sangat bahaya , kerana bila tergelincir sesaorang Muslim dalam aqidah akan membawa kegelinciran dalam soal-soal yang lain.
Selain itu konsep Tauhid Rububiyyah dan Uluhiyyah disisi Kaum Wahhabi membawa implikasi kepada syiriknya amalan Maulid Nabi,bacaan barzanji,berdiri ketika selawat Nabi,marhaban,memuji-muji Nabi s.a.w, menziarahi kubur Nabi s.a.w, amalan tabarruk(ambil berkat) dan lain-lain lagi.
Dari sudut ibadah pula banyak amalan-amalan baik yang tergolong didalam bid’ah hasanah di anggap sebagai buruk dan seterusnya masyarakat mula meninggalkannya.
Contohnya amalan membaca Yasin dimalam jumaat adalah merupakan amalan yang baik.Sekurang-sekurangnya kita ada membaca al-Quran dalam seminggu.
Ini adalah implikasi dari penta’rifan bid’ah yang telah disalah ertikan oleh golongan Wahhabi ,dimana mereka mengatakan pengertian bid’ah itu segala amalan yang Nabi s.a.w tidak lakukan sewaktu hayatnya.
Sedangkan kita jumhur Ulama menta’rifkan dengan segala amalan yang baru yang hanya bertentangan dengan al-Quran,al-Sunnah,al-Ijma’ dan Qias sahaja dikatakan sebagai bid’ah yang dhalalah(sesat) dan dilarang untuk diamalkan.
Sementara amalan-amalan yang ada sandaran dari dalil-dalil samaada dari nas-nas yang bersifat khusus atau umum adalah dianjurkan untuk diamalkan selama mana tidak terdapat nas-nas yang melarang amalan tersebut.
Dari sudut sosial pula dengan munculnya golongan ini akan menimbulkan perpecahan, perbalahan didalam masyarakat dan perpecahan itu sangat dilarang didalam agama.Yang lebih membimbangkan fahaman golongan sudah menjadi kenyataan telah mendorong para pengikutnya kepada Islam militant.
Jauhilah golongan ini demi keselamatan aqidah ,ibadah dan keharmonian dalam bermasyarakat.

5-Bagaimanakah kedudukan pengikut Wahhabi dari segi pandangan Islam, samada mereka termasuk dalam golongan musyrik atau sebagainya?

Didalam aqidah Ahli Sunnah wa al-Jamaah kita diajarkan supaya bersikap tidak membudayakan sikap kafir menkafir.Walaupun telah jelas para Alim Ulama menggolongkan mereka sebagai golongan yang sesat , namun tidak mengkafir mereka.
Ramai dari kalangan Ulama’ yang menggolongkan mereka sebagai ahli bid’ah.
Namun Rasullullah s.a.w. menegaskan didalam hadithnya betapa golongan sesat itu dijanjikan Neraka dan menjanjikan Syurga kepada golongan Ahli Sunnah wa-al-Jamaah.
Terkadang golongan ini mendabik dada mengaku sebagai Ahli Sunnah sedangkan hakikat yang sebenar adalah pembohongan yang nyata.Telah terbukti aliran ini bertentangan dengan pengajian Ahli Sunnah wa al-Jamaah.
Kita menyarankan kepada para pengikut golongan ini agar bertaubat dan kembali ke pangkal jalan.

6-Bagaimana hubungan kita dari segi perkahwinan dan hubungan-hubungan yang lain termasuk sama ada mereka boleh mejadi Imam , penerima zakat dan sebagainya?
Selama mana kita tidak mengkafirkan golongan ini ,maka mereka maseh dikategorikan sebagai saudara sesama muslim yang lain.
Walaupun begitu adalah tidak wajar mempertemukan perkahwinan dengan golongan ini kerana berkemungkinan akan membawa perbalahan didalam rumah tangga.
Sementara dari sudut menjadi Imamah didalam solat adalah digalakkan kita berimam dengan Imam yang betul aqidah dan amalan.
Walaupun begitu sekiranya kita terpaksa berimamkan imam dari golongan ini , para Ulama’ mengatakan sah walaupun dianggap makruh.
Sementara sebagai penerima zakat ,saya berpandangan hulurkanlah zakat kepada mereka yang bukan tergolong dari kalangan ahli bid’ah.

7-Adakah golongan Wahhabiyyah dari kalangan SALAF ?

Mereka yang mendakwa sebagai golongan salaf masa kini sebenarnya membawa aqidah yang bertentangan dari aqidah Ahli Sunnah Wa al Jama’ah yang tulin.

Ramai para Ulama tidak menyadari hakikat kesalahan aqidah yang sedang dipromosi oleh golongan ini.

Mereka bergerak dengan menimbulkan isu-isu khilafiyyah seperti qunut, tahlil arwah, yasin malam jumaat, sah batal wudhu, dan lain-lain. Setelah para pendengar dirasakan boleh menerima perkara-perkara yang lebih berat barulah mereka mengorak langkah untuk agenda selanjutnya.

Aqidah yang dipromosi oleh golongan ini adalah aqidah “Tashbih dan Tajsim”(menyerupakan / menjisimkan zat Allah).

Ini terbukti bila kita meniliti seluruh penulisan golongan ini dalam pelbagai bahasa. Bagi kita yang berbahasa Melayu dapat membuktikan kesesatan golongan ini melalui penulisan mereka di maqalah-maqalah, laman-laman web, majalah-majalah, diskusi, kertas kerja dan pelbagai sumber.

Adakah begitu rupa pegangan salaf dalam memahami ayat-ayat mutasyabihat? Tidak sama sekali.

Bahkan dua mazhab yang masyhur di sisi Ulama’ dalam memahami mutasyabihat, mereka (salaf dan khalaf) melakukan “tafwidh dan “takwil”.

Dikalangan para sahabat yang secara jelas mengamalkan takwil seperti Saidina ‘Abbas , Ibnu Mas’ud, Saidina Ali r.a., Hassan al-Basri ,Imam Malik ,Imam al-Auza’i , Qatadah, al-Thauri , Mujahid ,Ikrimah dan lain-lain yang tersebut banyak nas-nas mereka di dalam Kitab-Kitab Tafsir.

Mereka adalah dari golongan yang mendominasi Aqidah Ibnu Taimiyyah al-Harrani.
Kalau begitu jelas mereka ini adalah bukan dari golongan yang beraqidah seperti orang Salaf.

8-Apakah dia golongan salafiah moden ?

Golongan ini adalah golongan Wahabiyyah yang diberikan penjenamaan semula selepas istilah Wahhabiyyah memberi respon yang ‘salbi’ negatif.

Dahulunya lebih dikenali dengan faham Kaum Muda di Malaysia atau Muhamadiyyah di Indonesia
Tentang Kaum muda ada terdapat ulasan dari kitab Fatwa Mufti Kerajaan Negeri Johor .
Beliau adalah al-Allamah Dato’ Sayyid Alawi bin Tahir al-Haddad , begini kenyataannya:

Yang dikatakan Kaum Muda pada pertuturan orang-orang zaman ini ialah satu kumpulan orang yang tiada cukup mengerti dan faham tentang agama Islam, mereka bersungguh-sungguh hendak menghampir dan menyatukan agama Islam kepada agama yang lain. Apa jua perkara yang terbit daripada agama Kristian dan Majusi mana yang dipandang molek dan elok pada zahirnya berkehendak mereka memalingkan hukum-hukum Islam kepadanya seperti berkata setenganh mereka itu , babi itu satu binatang yang suci…..

Ada juga yang mengunakan Istilah Faham Sunnah, Manhaj Sunnah, Ittiba’ Sunnah, Ansar Sunnah dan berbagai-bagai lagi.

9- Pandangan Para Ulama’ terhadap Gerakkan Salafiyyah al Wahhabiyyah.

Gerakkan ini diasaskan oleh Muhammad Abd Wahhab pada kurun yg ke 12 hijrah di Najd, Jazirah Arabiyyah.

Disebutkan oleh Ibn Humaid, Mufti Hanabilah di Makkah, bahawa fahaman Muhammad Abd Wahhab menyebarkan kesesatan ke serata alam.

Menjadikan Ibnu Taymiyyah dan Ibnu Qayyim sebagai idola dalam memahami aqidah, syari’ah dan akhlak.

Golongan yang menentang amalan Taqlid dan ijma’ Ulama’.

Faham yang membawa trend ‘Takfir’, Tabdi’, Tafsiq , Syirik, sesat, bid’ah dan lain-lain lagi.

Siapa juga yang bercanggah dengan kaum ini pastinya akan mendapat berbagai gelaran yang begitu mudah terpacul dari mulut mereka.

Selain itu mereka yang bercanggah pendapat dengan mereka, bukan sekadar mereka ini dianggap sesat dan syirik bahkan mereka mengharuskan untuk ditumpahkan darahnya.

Bahkan Ibnu ‘Abidin menggolongkan mereka sebagai Khawarij zaman ini.

Dr Saed Ramadhan al Buthy menyatakan dalam satu ruangan bahawa fahaman Wahhabiyyah adalah fahaman yang di rencana oleh Yahudi British untuk memporak perandakan kesatuan Umat Islam.

Sheikh Zaki Ibrahim [dalam kitabnya al Salafiah Mu’asarah ila aina? Man hum Ahlussusah Waljamah?] menyatakan dengan jelas golongan Wahhabiyyah adalah fahaman yang bertopengkan Faham Salaf.
Sedangkan mereka sebenarnya hanya mempropaganda nama salaf untuk menyakinkan ummah agar menyokong gerakkan ini bahkan beliau menyatakan dengan berani golongan ini sebenarnya adalah anak cucu cicit Khawarij.

Di dalam kitab Senjata Syari’at yang telah di tashih oleh tiga orang tokoh besar seperti Sheikh Abdullah Fahim, Hj Ahmad Tuan Husin Pokok Sena dan Hj Abdullah Abd Rahman Merbuk Kedah ada menyatakan tentang kitab Zaad al Maad karangan Ibnu Qayyim al Jauzi sebagai kitab yang terkeluar dari aliran Ahlu Sunnah wa al Jama’ah. kerana ia sebagai penyebar aliran Ibnu Taimiyyah.

9-Gerakan Kaum muda/Wahhabi di Malaysia.

Gerakkan Kaum muda di Malaysia sejak tahun 50an sebelum merdeka.

Diantara tokoh yang nenonjol gerakkan ini seperti sheikh Abu Bakar Asy’ari dan Ibrahim al-‘Aqidi.

Abu Bakar Asy’ari menggerakan gerakkan ini di Perlis Indera Kayangan sementara Sheikh Ibrahim pula di Pulau Pinang.

Ada didengar dari orang-orang tua mereka ini adalah anak murid kepada Hasan Bandung yang menggerakkan Muhammadiyyah di Indonesia.

Gerakkan Muhammadiyyah di Indonesia adalah gerakkan yang membawa fahaman Wahhabi.

Fahaman Kaum Muda yang berteraskan ajaran Wahabbi telah bertapak di Perlis dan beberapa tempat di Pulau Pinang sejak tahun 50an hasil dari gelombang Kaum muda yang didokong oleh dua tokoh ini.

Para Ulama pada masa itu telah bangun dalam menangani golongan ini ,diantaranya pertemuan dua pehak yang telah dihadiri oleh Sheikh Ghazali Mufti Perak , Sheikh Abu Bakar al-Baqir dan Ulama’-Ulama’ lain bersama tokoh-tokoh kaum muda yang diantaranya Sheikh Abu Bakar al-Asy’ari , Ibrahim al-‘Aqibi dan lain-lain.

Pertemuan itu berakhir dengan kegagalan Sheikh Ibrahim al-Aqidi menjawab beberapa soalan yang diajukan sehingga beliau jatuh dari kerusi dan meninggal dunia.

Selain itu penulisan para Ulama dalam menjawab serangan golongan ini , diantaranya penulisan Sheikh ‘Abd Qadir al-Mindili yang berjodol “ Sinar matahari buat penyuluh kesilapan Abu Bakar Asy’ari yang telah di cetak di Mesir pada Muharram tahun 1379 H beberapa tahun selepas merdeka.

Begitu juga penulisan Abu Qaniah dan Abu Zahidah yang berjodol ‘Senjata Syari’ah “dan dicetak pada 23/7 1953 telah ditashih oleh Sheikh Abdullah Fahim, Hj Ahmad Tuan Hussin Pokok Sena dan Hj Abd Rahman bin Hj Abdullah Merbuk Kedah ,menjadi bahan bukti betapa wujudnya gelombang Kaum Muda yang berpaksikan ajaran Wahhabi mula tersebar di Malaya sebelum merdeka lagi.

Bahkan dalam surat wasiat Sheikh Abdullah Fahim juga mengingatkan orang-orang Islam di Malaya agar berhati-hati dengan golongan Khawarij yang telah memasuki Negara .

10- Ibnu Taimiyyah , Ibnu Qayyim dan Gerakan Wahhabi.

Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim adalah Ulama kurun yang ke tujuh H.

Gerakan Wahhabi telah menjadi dua orang tokoh ini sebagai asas pegangan dalam semua persoalan Islam.

Ini terbukti bila mana kitab-kitab yang menjadi rujukan asas dalam penulisan dan pemikiran berdasarkan kitab-kitab karangan dua tokoh ini.

Gerakan ini berkerja keras menghimpun dan menyebarkan segala penulisan dua tokoh ini dalam pelbagai cara seperti melalui bahan cetak atau pun media elektronik.

Bahkan kalau kita meneliti laman-laman dan blog-blog golongan ini kita dapat lihat kitab-kitab dua tokoh ini sangat dominan.

Bahkan di Malaysia terdapat markaz yang diberi nama Markaz Ibnu Qayyim al-Jauzi.
Begitu juga terdapat laman web yang domennya Ibnu Qayyim.net.

Kalau kita melihat penulisan tokoh-tokoh golongan ini di Malaysia makalahnya dipenuhi dengan bahan-bahan yang dirujuk dari kitab-kitab dua tokoh ini.

Di antara kitab yang sangat masyhur seperti Fatawa Kubra karangan Ibnu Taimiyyah dan Zaad al Maad karangan Ibnu Qayyim al-Jauzi.

Lihatlah pada Mingguan Malaysia yang bertarikh 28 okt 2007 terpapar penulisan Mufti muda Perlis yang membela Ibnu Taimiyyah dengan mengatakan ramai “tukang ahli fitnah” yang menaburkan pelbagai tuduhan terhadap tokoh ini hanya kerana tidak senang dengan pendekatan Islam yang lebih terbuka dan ilmiyyah.

Adakah pendekatan tauhid tasybih dan tajsim yang terdapat didalam kitab-kitab Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim al-Khariji /al-Jauzi sebagai pendekatan ilmiyyah dan terbuka??atau ia merupakan penghancuran tauhid yang tulin yang diwarisi turun temurun dari para Ulama salihin ??

11-Ahli Sunnah al-Asya’irah.

Golongan yang bera’qidah mengikut apa yang telah dirumuskan oleh Imam Abu Hassan al-Asy’ari dikenali sebagai Asya’irah yang berasal dari kalimah jama’ Asy’ari.

Mazhab Ahli Sunnah Al-Asya’irah dan Al-Maturidiyyah adalah merupakan mazhab yang jelas dalam semua bab-bab ilmu Tauhid, walaupun begitu terdapat setengah golongan yang ingkar berpunca dari kejahilan mereka tentang hakikat mazhab Asyai’rah terutama dalam memahami sifat-sifat khabariah.

Al-Asyairah: mereka adalah merupakan tokoh-tokoh pembawa panji-panji kebenaran daripada Ulama’Muslimin yang ilmu mereka memenuhi bumi dari timur sampai ke barat.

Di antara mereka yang disebutkan oleh Sayyed Muhammad Alawi Al-Maliki sebagai tokoh-tokoh Ulama’-Ulama Asy’irah yang ilmunya memenuhi muka bumi :

1. Sheikh al-Islam Ahmad ibn Hajar al-Asqalani, pengarang kitab Fath al-Bari ala Syarh al-Bukhari.

2. Al-Imam Al-Nawawi, pengarang kitab Syarh Sahih Muslim.

3. Shaikh al-Mufassirin al-Imam al-Qurtuby pengarang kitab al-Jami’ li ahkami al-Quran.

4. Shaikh al-Islam Ibn Hajar al-Haitami pengarang kitab al-Zawajir an iqtiraf al-kabair.

5. Shaikh al-Fiqh wa al-hadith al-Imam al-Hujjah Zakariyya al-Ansyari.

6. Al-Imam Abu Bakar al-Baqillani.

7. Al-Imam al-Asqalani

8. Al-Imam al-Nasafi.

9. Al-Imam al-Syarbini.

10. Abu Hayyan al-Nahwi.

Mereka ini semuanya adalah dari Imam-Imam Asya’irah yang diperakui kebenaran ilmu yang dibawa.

12- Persaksian Para Ulama’.

Terdapat terlalu banyak persaksian para ‘Ulama’ terhadap kebenaran golongan ‘Asya’irah , sebahagiannya:

(1) Kitab Ittihaf Sadat al-Muttaqin oleh Imam al-Zabidi (syarh Ihya ‘Ulumuddin karangan Imam Ghazali).

“Apabila disebutkan golongan Ahli Sunnah wa al-Jamaah, maka maksudnya ialah orang-orang yang mengikut rumusan faham ‘Asy’ari dan faham Abu Mansur al-Maturidi”.

Ini satu isyarat yang jelas dari Imam Zabidi berhubung siapakah Ahli Sunnah wa al Jamaah yang tulin!!

Golongan ini sebenarnya tidak menyenangi banyak kenyataan-kenyataan yang terdapat dalam Ihya’ Ulumuddin karangan Imam Ghazali kerana tidak memihak kepada apa yang mereka perjuangkan.

Justeru mereka berusaha keras mencari dalil sebagai bahan bukti untuk mengendorkan kenyakinan umat Islam dengan mempersende-sendekan tulisan al-Imam yang agung ini seperti mengatakan terdapat banyak hadith-hadith dha’if (lemah) dan maudhu’(palsu).

Tetapi kalau kenyataan di dalamnya memihak dengan apa yang mereka perjuangkan serta bersesuaian dengan selera mereka pastinya mereka akan memuja dengan keterlaluan sebagaimana mereka memuja Ibnu Taymiyyah al Harrani dan mereka yang sealiran dengannya.

(2) Kitab Risalah al Mu’awanah wa al muzaharah wa al muazarah oleh Abdullah ‘Alawy al Haddad.

“Kebenaran itu jelas terpancar pada golongan yang dikenali sebagai al ‘Asy’ariyyah….. “

(3) Kitab al Bayan oleh al Ustaz al Doktor ‘Ali Jum’ah (Mufti Mesir)

“…’Aqidah Nabi s.a.w dan para sahabah adalah ‘aqidah Asya’irah .

Dikatakan kebanyakan qiraat Nabi s.a.w dalam membaca al Quran adalah qiraat Imam Nafe’ walaupun Nabi tidak pernah bertemu Imam Nafe’. Namun ulama’ tidak ragu untuk menisbahkan bacaan Nabi s.a.w dengan qiraat Imam Nafe’.

Kalau begitu tidak lah menjadi kesalahan untuk menisbahkan aqidah Nabi s.a w dan para sahabah dengan aqidah Imam Asy’ary.

Mengapa tidak ! Bila diteliti aqidah yang dirumuskan oleh al Imam ternyata hanya sekadar merumuskan dan meneguhkan(muqarrir) aqidah yang menjadi pegangan Rasullullah dan para sahabat Nabi dengan tanpa menokok tambah .

(4) Dr Sa’ed Ramadhan al Buthy dalam khutbahnya yang dipaparkan di laman web beliau yang bertajuk “al Asya’irah wa al Maturidiyyah”

“Siapakah Asya’irah dan Maturidiyyah? Mereka adalah lisan yang menterjemahkan “Aqidah sawad al a’zam” (majoriti Ulama’) dan Rasul s.a.w memerintahkan umatnya agar berpegang dengan pegangan mejoriti.

Dari penjelasan Dr Saed Ramadhan al Buty jelas beliau menyatakan yang dimaksudkan di dalam hadith Rasulullah s.a w sebagai “sawad l a’zam” (mejoriti Ulama’) adalah “Asya’irah dan Maturudiyyah”.

Beliau juga menekankan betapa dharurahnya kita berpegang dengan “sawad al a’azam” berdasarkan perintah Rasulullah s.a.w yang menyebutkan “’alaikum bi al sawad al a’azam” yang bermaksud: “Hendaklah kamu berpegang dengan amalan yang berpaksikan menjoriti ulama’.”

13-FIKH

Golongan anti mazhab

Di Malaysia setiap kali mereka mengadakan seminar kerap kali mereka akan melaungkan TA’ASUB MAZHAB

Mereka mengatakan Umat Islam di Malaysia khasnya extrim dengan Imam Shafe’.

Mereka juga melaungkan ADAB AL IKHTILAF /adab berbeda pendapat.
Tetapi sebenarnya mereka bertujuan JAHAT.Mereka menggunakan metod ini untuk mengajak kita longgar dengan pegangan dan seterusnya menjadikan fatwa mereka yang ganjil-ganjil pegangan.

Ini terbukti dalam banyak masaalah.Contohnya masaalah batal wdhu’
Mereka mengatakan tidak batal dengan bersentuh kulit diantara lelaki dan wanita yang ajnabi(halal nikah).

Kenapa mereka yang mempromosi ADAB IKHTILAF tidak menghormati ijtihad Imam Shafe’ yang menjadi amalan masyarakat Islam di Malaysia khasnya dan amnya diseluruh dunia??

Kita masyarakat Islam yang berpegang dengan MAZAHIB ISLAMIYYAH MU’TABARAH begitu menghormati perbedaan pendapat diantara mazahib.
Contohnya masaalah zakat di Malaysia diamalkan dengan menggunakan duit/nilai makanan asasi setempat.

Ini merupakan pandangan yang bertentangan dengan mazhab Syafe’.
Namun kita melihat ada kebaikan maka kita mengguna pakai pandangan mazhab yang lebih bersesuaian dengan keaadan semasa.

Dr ‘Ali Jum’ah dalam kitabnya Al Bayan menyatakan dengan tegas bahawa golongan faham ini adalah bersifat MUTASYADDID/مُتَشَدِّدٌ yang membawa
makna extreme !!

Sifat memaksa orang lain berpegang hanya pada pandangannya semata-semata adalah BID’AH MAZMUMAH .

Sementara Dr Saed Ramadhan al Buthy menyifatkan golongan anti mazhab sebagai BID’AH YANG SANGAT MERBAHAYA YANG MENGANCAM SYARIAT ISLAMIYAH.

Kenapa begitu kerana dengan sikap mereka ingin berijtihad secara terus dari sumber yang asal dan sedar akan kemampuan dirinya maka lahirlah ijtihad-ijtihad yang disifatkan oleh Sheikh Muhammad Ghazali sebagai اِجْتِهَادُ طُفُوْلِي (ijtidad anak-anak/ijtihad yang tidak matang).

14-Laungan Tajdid adakah benar satu pembaharuan?

Kerap kita mendengar laungan TAJDID, yang bermakna pembaharuan. Mereka mengatakan apa yang menjadi amalan masyarakat Islam sebagai lapuk, berkulat dan bercendawan. Amalan-amalan yang diamalkan sekian lama di Malaysia tidak bersandarkan nas-nas yang jelas dari Allah dan Rasul-Nya. Jestru itu, mereka mengatakan perlu dikaji semula segala amalan ini yang disebut sebagai TAJDID! Di antara amalan yang disebut sebagai perlu ada “TAJDID” ialah seperti berikut:

1- Amalan Yasin di malam Jumaat.
2- Tahlil arwah.
3- Kenduri arwah.
4- Bacaan Quran di samping jenazah bila berlaku kematian.
5- Bacaan Quran di Kubur.
6- Bacaan al-Fatihah bila jenazah keluar dari rumah.
7- Haram membinkan Abdullah bagi mereka yang memeluk Islam.
8- Boleh memberi dan menjawab salam daripada orang kafir.
9- Daging babi tidak najis.
10- Bersentuh dengan perempuan yang ajnabiyyah tidak membatalkan wudhuk.
11- Maulid itu syirik.
12- Bacaan barzanji itu syirik.
13- Berdiri waktu selawat juga syirik.
14- Selawat yang tiada warid itu dilarang.
15- Selawat tafrijiyyah itu syirik.
16- Tahi ayam tiada najis.
17- Bila bertembung Jumaat dan hari raya, gugur salat Jumaat.
18- Tiada air musta‘mal.
19- Boleh jama‘ dan qasar pada bila-bila masa, tanpa mengira dari sudut marhalah.
20- Sifat dua puluh tiada sunnah dalam mempelajari tauhid.
21- Tauhid yang sunnah itu, tauhid tiga T; Rububiyyah, Uluhiyyah dan Asma’ wa Sifat.
22- Taqlid pada Ulama mujtahid dilarang dan ada yang mengatakan taqlid buta.
23- Imam Ghazali itu banyak meletakkan hadith-hadith palsu dalam Ihya’ Ulumuddin.
24- Ibnu Batutah sejarawan yang tidak boleh dipegangi.
25- Tawassul dan tabarruk itu syirik.
26- Dan lain-lain lagi.

Adakah amalan-amalan ini merupakan amalan turun temurun nenek moyang yang bersifat warisan?? atau mungkin boleh dikatakan sebagai amalan-amalan yang sama seperti bersemah di sawah, bersemah di tepian pantai, amalan mandi bunga dan lain-lain??

Hujjah yang diutarakan golongan ini seakan rasional!! Tetapi tidak semua yang seakan rasional itu betul!! Seperti kenapa talaq hanya diberikan kepada kaum lelaki? Secara singkat kita berfikir seakan tidak adil!! Adakah ini sebagai rasional!! Kalau anda bersetuju dengan pandangan ini, seakan senada seirama dengan Islam Libral!! Kalau begitu setiap perkara itu perlu dilihat dengan teliti sebelum menghukum, kerana takut-takut tersalah, tersilap dan ini akan menidakkan perkara-perkara yang baik di sisi Syara‘ yang telah diamalkan sekian lama. Dan lebih menakutkan lagi, takut kita menidakkan amalan-amalan baik yang didasarkan dengan nas-nas yang bersifat umum dari al-Quran dan al-Hadith, sehingga membawa kepada menafikan keduanya! Ini sangat merbahaya!!!

Oleh kerana itu di ruangan ini saya ingin mengajak bersama merenung semula apakah benar GELOMBANG TAJDID yang dilaung-laungkan, atau sekadar gimik dan ingin mencari glamour!! atau ingin sekadar mencari kelainan!! sehingga membawa namanya dipersada tanah air sebagai wira….

Kalau ditelek-telek dan diteliti apa yang dibawa oleh GERAKAN TAJDID seakan senada seirama dengan gerakan-gerakan yang lepas seperti gerakan Hassan Bandung (persatuan Islam Bandung), Muhammadiyyah di Indonesia, Ansar al-Sunnah, Atba‘ al- Sunnah, pemikiran al-Bani, pemikiran Bin Baz, pemikiran Uthaimin, gerakan Salafiyyah (Wahhabiyyah) di Timur Tengah, gerakan kaum muda (mudah), gerakan Abu Bakar Asy‘ari di Utara Malaysia, aliran Wahhabiyyah di kurun ke 12H, pemikiran Ibnu Taimiyyah serta anak muridnya Ibnu al-Qayyim al-Jauzi (al Khaariji) di kurun ke tujuh masuk ke lapan hijrah.

Kelihatan setelah diintai-intai pemikiran golongan TAJDID senada seirama, seakan tidak dapat dipisahkan antara nada dan lagu. Tarian aliran ini memang tarian yang ditarikan oleh aliran yang disebutkan tadi. Rentak, lenggang-lenggoknya memang tidak ada cacat celanya dengan rentak tarian aliran-aliran yang disebutkan tadi.

Mungkin kita boleh mengatakan memang mereka ingin mempromosi semula tarian lama yang telah lapuk dek zaman dan bercendawan dek abad berabad.

Memang betul lah kalau mereka mengatakan itu TAJDID!! Tajdid tarian lama yang dah tak laku cuba dipersembahkan semula dengan segala macam bunga-bunga hiasan baru. Ramai yang terpukau , seperti disantau sehingga kelihatan seperti dirasuk syaitan.

Di tangan saya ada beberapa buku-buku yang ditulis pada tahun-tahun sebelum merdeka. Setelah diteliti seakan terdapat pertembungan pemikiran dan fahaman. Saling menjawab di antara satu sama lain.

Di antaranya buku yang dikeluarkan oleh PERSATUAN ISLAM BANDUNG, dikenali juga pada masa itu sebagai pengikut HASSAN BANDUNG, bertajuk “soal jawab”, cetakan pertama yang diterbitkan oleh PERSAMA PRESS, Acen Street Pulau Pinang pada tahun 1953. Kalau diamati kandungan buku tersebut terpapar di sana perkara-perkara yang dikatakan sebagai TAJDID oleh pendokong-pendokong aliran ini.

Di antaranya yang tersebut di bahagian kandungan seperti berikut:

1- Ahli kubur tak bisa dibikin dengar (masaalah talkin) .
2- Babi dan dagingnya tidak najis.
3- Taqlid dilarang.
4- Tawassul dengan berhala.
5- Fidyah puasa atas yang bisa dengan susah payah.
6- Urusan dunia boleh bid‘ah.
7- Talqin bid‘ah.
8- Jari diguyang-guyang dalam tahiyyat.
9- Ziarah kubur .
10- Qunut Rasullullah s.a.w sebulan .
11- Makanan untuk orang kematian.
12- Atba‘ dan ijtihad .
13- Talaffuz niat/melafazkan niat.
14- Quran dan tahlil buat si mati.
15- Qunut, selawat dan waktunya.

16- Masalah muqallid.
17- Wa bihamdih dalam ruku‘.

Dan lain-lain yang masih banyak lagi.

Kalau diamati isi kandungan buku Hasan Bandung ini saling tak tumpah dengan gerakan Tajdid sama ada di Malaysia maupun di seluruh dunia.

Lebih mengukuhkan hujjah lagi bila kita meneliti penulisan-penulisan Pendita Za’ba yang baru-baru ini dipaparkan oleh seorang yang baru beberapa hari bergelar Sahibus Samahah Dr. Mufti, untuk mengukuhkan hujjah-hujjahnya dalam mendokong slogan Tajdidnya. Dah habis modal ker?? Orang yang dikenali sebagai ahli bahasa pun dipikul untuk menjadikan hujjah dalam masalah agama!! Semua orang tau tentang kepakaran beliau. Rupa-rupanya sipendita ini pun telah diresap pemikiran seperti buku Hassan Bandung!!!

Yang peliknya kalau kita utarakan hadith-hadith, cepat-cepat dia melatah, mengatakan dha‘if lah!! palsu lah!! dan berbagai lagi anggapan-anggapan yang tidak menyenangkan. Yang jelasnya dalil-dalil itu tak sesuai dengan alirannya.

Tetapi kalau sesuatu dalil itu sehaluan dengan alirannya maka dalil yang tak terpakai pun menjadi hujjah seakan Hadith yang sahih dari Bukhari dan Muslim. Kita menunggang kebenaran atau kebenaran menunggang kita?? Aneh dan pelik tetapi benar!!

15-Perpecahan yang dijanjikan oleh Nabi s.a.w

Nabi s.a.w bersabda:

فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ مِنْ بَعْدِيْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيْرًا …

Maksudnya:
“Barangsiapa hidup selepas dari ku maka pastinya dia akan melihat perselisihan yang banyak … ”.
(Riwayat Abu Daud)

Carta Firqah:

No Nama Firqah Jumlah Aliran
1 SYI‘AH 22
2 KHAWARIJ 20
3 MU‘TAZILAH 20
4 MURJI’AH 05
5 NAJARIYYAH 03
6 JABARIYYAH 01
7 MUSYABBIHAH 01

jumlah 72

1.3 Aliran-aliran umat Islam hari ini ada yang bergerak atas nama-nama di atas seperti faham Syi‘ah dan sebahagian yang lain dengan nama-nama yang baru yang kalau diamati ternyata pemikiran faham itu berdasarkan sebahagian firqah-firqah di atas.

1.4 Rasulullah s.a.w menjanjikan kebenaran kepada golongan Ahlus Sunnah Wa al-Jama‘ah, sebagaimana di dalam hadith:

مَا أَناَ عَلَيْهِ وَأَصْحَابِيْ.
Maksudnya:
“Mereka yang berpegang dengan sunnah ku dan sunnah para sahabat”.

16-Neraca kebenaran

إِنَّ أُمَّتِي لا تَجْتَمِعُ عَلَى ضَلالَةٍ ، فَإِذَا رَأَيْتُمُ الإِخْتِلَافَ فَعَلَيْكُمْ بِسَوَادِ الأَعْظَمِ.
“Sesunguhnya (ulama’) umatku tidak akan bersepakat dalam kesesatan, dan sekiranya kamu melihat perselisihan hendaklah kamu berpegang dengan al-Sawad al-A’zham (Majoriti para ulama’).”

17-Kesimpulan

1- Dalam mencari kebenaran hendaklah kita berpegang dengan pegangan yang disepakati ramai.
2- Mempelajari Islam dari ramai guru.
3- Tinggalkan sikap TA’ASSUB kepada seseorang.
4- Mengelak diri dari guru-guru yang pandangannya berbeza dari majoriti.
5- Elakkan dari mempelajari Islam hanya dengan membaca tanpa berguru.
6- Mengawal kawasan dari dimasuki golongan ini.
7- Mengenal pasti ciri-ciri golongan ini [Lihat Lampiran I]
8- Pihak yang bertanggung jawab hendaklah sentiasa memantau di seluruh kawasan.Tanpa pemantauan yang berkala mereka akan berterusan bergerak.
9- Memastikan guru-guru yang mengajar di masjid-masjid, surau-surau pejabat dan di mana jua dari mereka yang mendapat kebenaran.
10 -Segera laporkan kepada pihak yang berwajib .

Wassalam.

Source : www.alsubki2.blogspot.com

PERGAULAN ‘JAHILIYAH’ MODERN


Dewasa ini kita hidup di era jahiliyah
materialis yang dengan segala gerakan dan adat istiadatnya telah jauh dari
tatanan syariat yang dibawa oleh Rasulullah saw. Nilai-nilai agama dan
keruhaniannya telah dicampakkan begitu saja. Akibatnya, kerusakan dan
kebobrokan moral dan etika melanda kebanyakan manusia akhir-akhir ini.

Memang kita sadar bahwa zaman
jahiliyah modern ini berkembang begitu pesat karena didukung dengan adanya
media dan perangkat penyebar informasi canggih yang setiap saat siap
menyebarkan ‘kuman-kuman’ perusak akhlak yang mampu bergerak melebihi kecepatan
sinar dan menerobos masuk ke rumah-rumah bahkan menyelinap ke kamar-kamar tidur
melalui layar kaca (televisi).

Hidup di abad dan era seperti ini -
dimana godaan nafsu dan syahwat mengepung kita dari segala penjuru dan
pergaulan bebas meliputi anak mudanya – sungguh tidak mudah. Diperlukan adanya
ketahanan diri dan kekuatan iman serta keyakinan bahwa diri kita pasti akan
dimintai pertanggung jawaban kelak oleh Allah Ta’ala terhadap semua yang kita
lakukan. Kita sangat butuh dengan keberadaan para penyeru kebaikan, para da’I
dan ulama’ yang dengan fatwa serta pendidikannya akan mengarahkan dan
meluruskan jalan kehidupan kita.

Kita harus selalu waspada, sebab akhir-akhir
ini banyak para penyeru kebathilan (Ulama Su’/ Ulama yang buruk) berdiri
dimana-mana untuk mencampakkan kita ke jurang kehinaan dan kesengsaraan. Kita
harus pandai memilih dan memilah, mana figur yang harus kita ikuti dan
teladani, tidak asal cinta dan fanatik.

Maka daripada itu diperlukan aturan
dan undang-undang yang mampu menata kehidupan manusia dalam bergaul dan
bermasyarakat. Apa saja yang hendaknya kita jalankan untuk mendapatkan kawan
yang baik, yang mampu membawa kita ke jalan yang penuh hidayah. Sebab kalau
kita tidak mau berhati-hati dalam bergaul, maka kehinaan dan penyesalan di
ambang pintu. Berapa banyak orang binasa karena teman. Dan berapa banyak orang
hancur hidupnya juga karena pergaulan dengan kawan yang rusak.

Kita sendiri telah menyaksikan
bagaimana kerusakan pergaulan modern pada zaman ini. Berapa banyak wanita harus
menutup-nutupi rasa malunya karena ‘kecelakaan’ dengan laki-laki yang bejat.
Berapa banyak pula pemuda harus menghabiskan masa mudanya di terali besi karena
terjerembab dalam kriminalitas. Dan berapa banyak anak-anak bayi tidak berdosa
terlahirkan tidak mempunyai ayah dan tidak mengetahui siapa ayah mereka. Semua
karena kebejatan si wanita dan laki-laki yang terjatuh dalam pergaulan bebas.

Inilah yang diinginkan oleh syaitan,
musuh kita. Mereka selalu berusaha menjatuhkan kehormatan dan kemuliaan manusia
lewat kemaksiatan dan kemungkaran. Mereka senantiasa mencari kawannya kelak di
neraka. Alangkah rugi orang yang berjalan di belakang iblis dan anteknya.
Alangkah sengsara orang yang tunduk kepada mereka.

Al Habib Abdullah bin Alawi Al Haddad
RA dalam kitabnya ‘An Nashoih Ad Diniyyah Wal Washoya Al Imaniyyah’ telah
menyebutkan bagaimana etika kita bergaul dan berkawan. Agar perkawanan dan
pertalian cinta tersebut dapat mengantarnya pada kebahagiaan dunia akhirat,
beliau berkata :

“Jangan sekali-kali kamu mencintai dan
bersahabat dengan selain orang-orang yang bertakwa kepada Allah, jangan pula
mengawani selain orang yang berilmu dan zuhud di dunia. Sebab seseorang akan dikumpulkan
bersama orang yang dicintainya di dunia dan akhirat”.

Dalam satu riwayat, Rasulullah SAW
bersabda (yang artinya):

“Seseorang itu dinilai dengan siapa
dia berkawan. Dan seseorang itu tergantung pada agama kawannya, maka hendaknya
kalian melihat siapa yang hendak dijadikan kawan”.

Dalam hadits yang lain beliau SAW
bersabda (yang artinya):

“Kawan yang baik (sholeh) lebih baik
daripada menyendiri dan menyendiri lebih baik (selamat) daripada kawan yang
buruk (jahat)”.

Nyatalah bagi kita bahwa persahabatan
dan duduk bersama orang sholeh merupakan upaya mendekatkan diri kepada Allah
SWT. Dan itulah persahabatan yang terpuji dan dianjurkan agama.

Lain halnya dengan persahabatan
bersama orang yang tidak bermoral, jelek dan jahat. Sungguh tidak ada faedah dari
persahabatn ini, bahkan lebih banyak menimbulkan madharat (bahaya) dari segi
duniawi atau agama. Maka persahabatan dengan ahli maksiat yang suka melanggar
Allah dan Rasulullah SAW sangat dicela dan dikutuk. Sebab akan menyeret kawan
tadi ikut melakukan maksiat itu. Atau minimal dia ridho dengan kemaksiatan itu,
padahal disebutkan bahwa ridho terhadap kemaksiatan itu adalah maksiat.
Sekalipun dia tidak ikut melakukannya.

Maka daripada itu Al Imam Al Ghazali
dalam kitabnya ‘Bidayatul Hidayah’, menyebutkan bahwa bergaul dengan ahli
maksiat dan kemungkaran akan menyeret pada kemungkaran itu, atau paling tidak
dia akan menganggap remeh atau kecil maksiat yang dilakukan kawannya tadi,
karena dia duduk dan melihat maksiat itu terus-menerus di depan matanya, sekalipun
dia tidak ikut di dalamnya, sehingga karena pergaulan yang tidak baik ini dia
telah menganggap kecil apa yang dianggap besar oleh Allah SWT.

Bukankah dosa kecil itu akan menjadi
besar jika dilakukan terus-menerus?, lalu bagaimana jika yang dilakukan secara
kontinyu itu dosa besar, seperti mengkonsumsi narkoba, minuman keras, berjudi,
berzina dan lain sebagainya. Maka orang yang dekat dengan ahli maksiat semacam
ini tidaklah patut dikatakan manusia berakal, sebab dia tahu bahwa dalam
pergaulan tersebut akan menimbulkan madharat baginya.

Satu contoh yang sering terjadi di
lapangan. Seseorang (anggap saja A) berkawan dengan B, yang mana B ini memiliki
pacar (wanita jalang) C, suatu malam, seperti biasanya si B datang ke C untuk
melakukan perbuatan mesum dan perzinaan dan si C sangat maklum dan paham betul
maksud kedatangan si B, jadi dia tidak akan menolaknya. Dan ini berlangsung
bukan sekali dua kali tapi berkali-kali.

Karena dianggap kawan dekatnya, suatu
saat B mengajak A untuk ikut bersama ke tempat C, tanpa menaruh curiga apapun A
ikut bersama B. Memang awalnya A adalah orang yang lugu dan baik, tapi lain
dengan B itu. Setibanya di C, B mempersilahkan A untuk ikut masuk. Pada awalnya
dia merasa malu dan bingung kenapa disana ada seorang wanita dengan dandanan
menarik dan gerakan tubuh erotis yang membangkitkan syahwat setiap lelaki yang
melihatnya.

Akhirnya A masuk bersama B. dan tanpa
malu B langsung melakukan perzinaannya, sedang A hanya bisa terbelalak matanya
menyaksikan itu di depan dirinya. Setelah usai, ternyata B juga menawarkan
kepada A untuk melakukan perbuatan yang sama. Memang dasar nafsu dan syaitan si
A mulai tergoda, dipikirnya mumpung tidak ada orang, mumpung ada kesempatan,
kapan lagi?. Si wanita itupun merayu dengan seribu godaan dan kata-kata mesra,
akhirnya terjadilah apa yang terjadi , A tidak kuasa membendung keinginan
nafsunya, maka sekarang A sudah menjadi pelaku perzinaan, sama dengan kawannya
si B itu.

Kejadian seperti diatas sangat sering
terjadi pada remaja-remaja zaman sekarang. Anda tahu?, bahwa seseorang itu akan
berusaha untuk mengajak kawannya agar berbuat seperti perbuatannya dan
berperilaku seperti perilakunya. Itulah watak manusia. Seperti contoh diatas,
si B tidak akan merasa puas dalam persahabatannya dengan si A, sebelum si A
juga ikut terjerembab dalam kemaksiatan yang sama. Atau mungkin lebih dari itu.

Al Habib Abdullah bin Alawi Al Haddad
berkata :

“Berapa banyak teman dan sahabat (yang
dikiranya baik), tiba-tiba menjadi musuh dan penghalang dalam waktu yang relatif
singkat, karena tidak diteliti dan diperiksa terlebih dahulu kepribadiannya”.

Inilah akibat salah bergaul dan keliru
memilih teman. Sungguh benar apa yang disabdakan oleh Rasulullah bahwa berkawan
dengan orang yang buruk, ibarat duduk berdekatan dengan pandai besi, entah kita
akan terkena percikan apinya sehingga merusak baju kita atau minimal kita akan
mendapatkan bau tak sedap dari tubuhnya yang berkeringat.

Inilah kehidupan modern zaman
sekarang. Ternyata lebih jahiliyah daripada zaman Jahiliyah. Dimana-mana
terdapat kemungkaran, kekejian dan perbuatan amoral. Dan ironisnya sebagian
besar pelakunya adalah pemuda dan pemudi yang diharapkan untuk menjadi
pembangun bangsa masa depan, kalau generasi muda seperti ini, bagaimanakah
kehidupan mendatang?

Maka hendaknya kita menjaga pergaulan
kita, jangan sampai menyesal di kemudian hari, sebab penyesalan saat itu tiada
berguna sedikit pun. Jaga diri kita, keluarga kita dan semua yang berada dalam
tanggungan kita dari hal-hal yang merusak iman, merapuhkan keyakinan dan
menghancurkan kebahagiaan.

Sebagai penutup, kita hendaknya
memperhatikan apa yang diwasiatkan oleh Imam Al Ghazali, beliau berkata : “Jika
anda memilih sahabat yang akan anda dekati, maka haruslah kawan tersebut
memenuhi lima kriteria : 1. Berakal (berilmu), 2. Berakhlak terpuji (mulia), 3.
Lurus perjalanannya, 4. Tidak tamak dan rakus terhadap dunia, 5. Tidak suka
berdusta (berbohong)”.

Source : www.madinatulilmi.com

Misteri Rabu Wekasan (Rabu akhir Bulan Shafar)


Bagaimana dengan Rabu wekasan yang sering kita dengar bahwa pada hari itu adalah hari yang penuh bala dan musibah, bahkan bala selama setahun penuh diturunkan pada hari Rabu tersebut?

Ketahuilah bahwa tidak ada satupun riwayat dari Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa Rabu akhir Shafar adalah hari nahas atau penuh bala. Pendapat di atas sama sekali tidak ada dasaran dari hadits Nabi Muhammad yang mulia. Hanya saja disebutkan dalam kitab Kanzun Najah wa as Suruur halaman 24, sebagian ulama Sholihin Ahl Kasyf (ulama yang memiliki kemampuan melihat sesuatu yang samar) berkata:

“Setiap tahun turun ke dunia 320.000 bala (bencana) dan semua itu diturunkan oleh Allah pada hari Rabu akhir bulan Shafar, maka hari itu adalah hari yang paling sulit.”

Dalam kitab tersebut, pada halaman 26 dinyatakan, sebagian ulama Sholihin berkata:

“sesungguhnya Rabu akhir bulan Shafar adalah hari na'as(sial) yang terus menerus.”

Pendapat ulama Sholihin di atas, sama sekali tidak memiliki dasar hadits yang dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya. Oleh karena itu, jangan pesimis dan merasa ketakutan jika menghadapi Rabu wekasan. Sekali lagi harus diingat bahwa yang menurunkan bala’ dan membuat kemanfaatan atau bahaya adalah Allah SWT dan atas kehendakNya, bukan karena hari tertentu atau perputaran matahari.

Perlu diingat pula, perilaku pesimis yang diakibatkan adanya sesuatu, sehingga meninggalkan pekerjaan atau bepergian karena hari tertentu misalnya atau karena adanya burung tertentu lewat ke arah tertentu, itu dinamakan thiyarah dan thiyarah ini jelas-jelas diharamkan karena itu adalah kebiasaan orang jahiliyah.

Bahkan kalau kita mau bersikap obyektif, ternyata hari Rabu adalah hari yang penuh keberkahan. Seperti diriwayatkan oleh Imam al Baihaqi dalam Syu’ab al Iman bahwa doa dikabulkan pada hari Rabu setelah Zawaal (tergelincirnya matahari),

Demikian pula dalam hadits yang diriwayatkan oleh Jabir Ibn Abdillah, bahwa Nabi Muhammad SAW mendatangi masjid al Ahzab pada hari Senin, Selasa dan Rabu antara Dzuhur dan Ashar, kemudian beliau meletakkan surbannya dan berdiri lalu berdoa. Jabir berkata:

“Kami melihat kegembiraan memancar dari wajah beliau.”

Demikian disebutkan dalam kitab-kitab sejarah (Kanzun Najah wa al Surur 36)

Kalau kita menganggap bahwa hari Rabu wekasan adalah hari penuh bala, lalu bagaimana dengan hari lainnya? Padahal Allah jjika hendak menurunkan azab atau bala tidak akan menunggu hari-hari tertentu yang dipilih dan ditentukan oleh manusia. Tapi Allah dengan kekuasaannya dapat bertindak dan berbuat sekehendak-Nya.

Maka seharusnya kita waspada dengan kemurkaan Allah setiap hari dan setiap saat, sebab kita tidak tahu kapan bala itu akan turun. Maka perbanyaklah istighfar, bertaubat dan mengharap rahmat Allah, sebagaimana Rasulullah beristighfar seratus kali setiap hari. Inilah teladan kita, tidak menunggu Rabu wekasan saja untuk istighfar dan bertaubat.

Hal serupa sering kita dengar, bahwa sebagian orang tidak mau melakukan pernikahan pada bulan Syawal, takut terjadi ini dan itu yang semuanya tidak ada dasar hukum yang jelas. Budaya ini berawal pada zaman Jahiliyah, disebabkan pada suatu tahun, tepatnya bulan Syawal, Allah menurunkan wabah penyakit, sehingga banyak orang mati menjadi korban termasuk beberapa pasangan pengantin, maka sejak itu mereka kaum jahilin tidak mau melangsungkan pernikahan pada bulan Syawal.

Jadi, jika zaman sekarang ada seseorang tidak mau menikah pada bulan Syawal karena takut terkena penyakit atau musibah atau tidak punya anak, ketahuilah bahwa dia telah mengikuti langkah kaum jahiliyyah. Hal itu bukanlah perilaku umat Nabi Muhammad SAW. Sayyidah Aisyah RA bahkan menentang budaya seperti ini dan berkata:

“Rasulullah SAW menikahi saya pada bulan Syawal, berkumpul (membina rumah tangga) dengan saya pada bulan Syawal, maka siapakah dari isteri beliau yang lebih beruntung daripada saya?”

Nabi Muhammad juga menikahi Sayyidah Ummu Salamah juga pada bulan Syawal.

Wallahu a’lam.
Source : www.madinatulilmi.com